SANG PENDEKAR

 



Sakti pendekar kampung yang jatuh cinta pada Laras, putri seorang Adipati kerajaan Jenggolo. Kisah percintaan yang mendapat tentangan keras dari Juragan Seno, ayah dari Laras. Namun ternyata tak hanya itu rintangan yang dihadapi oleh Sakti untuk memperjuangkan cintanya pada Laras. Lalu bagaimanakah kisah ini akan berakhir? Bisakah Sakti memperjuangkan cintanya?


GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 225 HALAMAN
HARGA : Rp 30.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY



PART 1

Suasana riuh dengan sorak sorai dari puluhan orang yang bergerombol memutar di atas sebuah tanah lapang. Teriknya matahari tak menyurutkan keinginan mereka untuk tetap berada di sana sambil terus berteriak lantang. Di tengah kerumunan , terlihat dua pria terjatuh lemas, bahkan salah satunya tampak sudah tak mampu lagi berdiri, tubuhnya yang tinggi besar hanya tertelungkup di atas tanah, darah mengucur dari keningnya akibat sabetan benda tajam. Sementara satu lagi sudah bangkit, tubuhnya jauh lebih kecil dibanding si pria besar. Sambil menghunus sebilah pedang dia berjalan gontai mendekati lawannya.

"Bunuh..!!Bunuh...!! Bunuh!!" Teriak orang-orang yang mengelilingi mereka.

"Ayo cepat segera akhiri ini..." Ucap si pria besar lirih, seolah tau jika malaikat maut sudah bersiap mencabut nyawanya.

"Maafkan Aku.." Kata si pria kurus sambil bersiap menebaskan pedangnya ke arah leher si pria besar.

"AAAARRGGHTTT..!!!!!"

Ujung pedang menghujam keras dari atas menuju ke bawah, mengarah ke leher si pria besar. Tapi ternyata mata pedang itu tak mengarah tepat ke lehernya, sang pria kurus dengan sengaja menghunus ujung pedangnya tepat di samping kepala si pria besar. Beberapa penonton yang sedari tadi menunggu momen lepasnya kepala si pria besar terlihat kecewa, ekspektasi tinggi mereka pada si pria kurus ternyata dibalas dengan rasa welas asih. Si pria kurus tak menghabisi nyawa lawannya, membiarkan si pria besar  tersungkur dengan masih menghembuskan nafas. Tak lama kemudian si pria kurus berjalan santai meninggalkan arena pertarungan.

"Bajingan!!!" Teriak Juragan Seno melihat si pria kurus berjalam santai meninggalkan arena pertarungan.

Juragan Seno adalah seorang adipati karisidenan, orang yang diberi mandat langsung oleh pemimpin tertinggi di Kerajaan Jenggolo untuk memimpin daerah di wilayah utara. Pria bertubuh kecil dengan kumis lebat itu tak hanya semata sebagai adipati saja, dia juga menjadi penanggung jawab tarung jagad yang menjadi tradisi turun menurun di Desa Sumber. Dalam tradisi tarung jagad setiap petarung yang telah memenangkan pertandingan wajib hukumnya untuk membunuh lawannya. Sesuatu yang sekarang tidak dilakukan oleh pendekar bertubuh kurus tadi.

"Hei! Berhenti Kau bajingan tengik!" Umpat Juragan Seno sekali lagi untuk menghentikan langkah sang pendekar yang ngeloyor pergi begitu saja tak mengindahkannya. Kali ini ada empat pria dengan tubuh besar mengikuti Juragan Seno, keempat orang itu adalah para centeng bayaran sang adipati.

"Berhenti Aku bilang!"

Juragan Seno menarik kasar pundak sang pendekar dari belakang, menghardiknya dengan keras. Namun hanya dengan satu gerakan memutar, sang pendekar justru bisa membalik keadaan, sekarang tangan Juragan Seno lah yang berada dalam pitingannya. Empat centeng di belakang Juragan Seno langsung bersiaga dengan menghunus pedang. Suasana tegang langsung tercipta, semua mata memandang ke arah sang pendekar.

"Bajingan! Kau mau mati hari ini hah?!" Ancam Juragan Seno sambil meringis kesakitan karena pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh sang pendekar.

"Aku ingin pergi!" Balas sang pendekar sebelum melepas cengkraman tangannya pada adipati itu.

"Kau sudah melanggar peraturan pertarungan! Kau harus bunuh lawanmu atau Kau sendiri yang akan menggantikan nyawanya!" Pekik Juragan Seno dengan wajah mearah padam penuh kemarahan.

"Baik, coba saja kalau kalian bisa membunuhku." Sang pendekar mengambil posisi siap untuk bertarung, ancaman Juragan Seno sama sekali tak mengendurkan nyalinya sedikitpun.

"Oooo! Jadi Kau menantangku? Heh kalian! Habisi dia!" Perintah Juragan Seno pada keempat centengnya yang sudah menghunus pedang mereka.

"Tunggu!! Tunggu!!" Sebelum pertarungan sengit terjadi, tiba-tiba dari arah belakang berlari seorang pria tua dengan tergopoh-gopoh menghampiri.

"Maafkan Sakti, Juragan Seno. Saya mohon maafkan anak muda ini, dia memang bodoh telah melanggar aturan, tapi Saya janji untuk pertarungan berikutnya Sakti pasti akan membunuh lawannya. Saya janji!" Ujar si pria tua mencegah terjadinya pertarungan antara sang pendekar yang bernama Sakti dengan para centeng bayaran Juragan Seno.

"Bajingan itu sudah berkali-kali melanggar aturan tarung jagad, Aku sudah muak!" Ujar Juragan Seno masih dengan emosi tinggi.

"Tidak perlu terjadi pertumpahan darah yang sia-sia Juragan, Sakti adalah aset penting dalam tarung jagad. Lihat saja semua orang datang ke sini pasti ingin melihat kehebatan Sakti, dan ingat Juragan, selama ini belum ada yang bisa mengalahkan Sakti. Membunuhnya sama saja mematikan acara tarung jagad." Lanjut si pria tua mencoba kembali meyakinkan Juragan Seno.

"Agghtt! Banyak omong Kau Bejo! Baik, kali ini Aku ampuni dia. Tapi ingat, jika di pertarungan berikutnya bocah itu masih melanggar aturan maka Aku tidak segan lagi untuk membunuhnya!"

"Tidak perlu! Aku tidak akan mengikuti tarung jagad lagi! Hari ini adalah terakhir kalinya Aku menginjakkan kaki di tempat ini!" Balas Sakti lantang.

"Ta..Tapi.." Bejo, si pria tua, yang sudah susah payah mengusahakan ampunan pada Sakti nampak tekejut dengan ucapan Sakti.

"Ayo Bejo kita pergi dari sini!" Lanjut Sakti sebelum kembali melangkah pergi.

"Saya akan mencoba membujuknay dulu Juragan. Minggu depan pasti Sakti akan mengikuti tarung jagad. Permisi." Bejo buru-buru mengambil langkah seribu sebelum kena dampratan lagi dari Juragan Seno yang maikn marah.

"Apa Kau sudah gila? Berhenti mengikuti tarung jagad katamu?" Kata Bejo setelah keduanya berjalan cukup jauh dari arena tarung jagad.

"Tenang Bejo, kita akan dapat pekerjaan yang lebih baik dibanding harus mendapat uang dengan cara membunuh." Jawab Sakti santai tanpa beban.

"Mau cari kerja dimana lagi kita? Dari tarung jagad kita sudah bisa menghasilkan banyak uang." Bejo masih berusaha untuk melobi keputusan pendekar itu.

"Uang bisa dicari dimana saja Bejo, sudah tenang saja, serahkan semuanya padaku. Ambil ini!" Sakti melemparkan kantong kain kecil berisi beberapa keping perak.

"Loh, apa ini?" Pekik Bejo.

"Ambil saja itu untuk anak istrimu, setidaknya untuk mencukupi kebutuhan hidup selama kita tidak mengikuti tarung jagad."

"Waah, terima kasih banyak Sakti!" Mata Bejo langsung berbinar menatap kepingan perak dalam genggaman tangannya.

***

Aliran air di sungai tak begitu deras, sore yang teduh menambah suasana nyaman bagi para gadis desa yang tengah asyik membersihkan badan di pinggir sungai. Hanya dengan mengenakan jarik yang menutupi bagian tubuh atas, mereka menikmati sore dengan canda tawa di tengah aliran air sungai yang sangat jernih. Diantara jejeran tubuh-tubuh molek itu terdapat seorang gadis yang sangat menonjol penampilan fisiknya. Tubuhnya tak terlalu tinggi, tapi juga tak terlalu pendek, rambutnya panjang sepinggang, pantatnya yang semok berbanding lurus dengan kedua buah dadanya yang bulat membusung. Kain jarik bercorak batik cokelat terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang kuning langsat, wajahnya cantik rupawan, belum lagi saat tersenyum, pipinya menunjukkan lesung kecil, sempurna.

Adalah Laras, putri semata wayang juragan Seno. Kecantikan dan kemolekan tubuhnya sudah termasyur ke penjuru negeri, bahkan tersiar kabar jika Pangeran Ontowijoyo, putra mahkota Raja Ontoseno juga tertarik untuk bisa meminang Laras sebagai permaisurinya. Karena hal itulah Nyai Daimah, Ibu dari Laras, mewanti-wanti putrinya itu agar menjaga pergaulan.

Sebenarnya sejak beberapa bulan lalu Laras dilarang oleh Juragan Seno untuk pergi ke sungai bersama teman-teman sebayanya, karena bukan rahasia umum lagi jika kegiatan mandi di sungai oleh para gadis desa seringkali dimanfaatkan oleh pemuda-pemuda kampung untuk mengintip kemolekan tubuh para gadis itu. Juragan Seno tentu tak ingin tubuh anak gadisnya menjadi objek tatapan jalang para pemuda kampung. Tapi gejolak jiwa muda Laras tak bisa dibendung, usianya yang baru menginjak 18 tahun masih ingin merasakan kebebasan, setiap sore gadis cantik itu selalu berhasil menyelinap keluar dari pendopo untuk menemui teman-temannya.

Saat sedang mahsyuk bersenda gurau sambil membersihkan badan di tengah aliran sungai, para gadis itu tiba-tiba dikejutkan oleh suara gemercik lain di bagian ujung sungai, tiga batang pohon mahoni yang roboh tepat di atas sungai menjadi pembatas serta penghalang pandangan antara para gadis dan seseorang di bagian lain sungai itu.

"Ssssttt ! Jangan berisik, ayo kita lihat." Tukas Laksmi, sambil memberi tanda pada teman-temannya untuk mengikuti langkahnya mendekati reruntuhan pohon mahoni.

Seperti kerbau yang dicokok hidungnya, kelima teman Laksmi menuruti perintah putri seorang pamong desa itu, keenam gadis itu perlahan mendekati reruntuhan pohon. Para gadis desa itu, tak terkecuali Laras terhenyak saat mendapati Sakti tengah bertelanjang bulat di tengah sungai sedang membersihkan badan. Mereka tidak terkesima dengan tubuh Sakti yang memang sama sekali tidak berotot, tapi mereka dibuat tidak percaya saat melihat penis Sakti yang panjang dan besar, sangat besar bahkan jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang kurus kecil. Secara bergantian keenam gadis itu menelan ludahnya sendiri-sendiri, apalagi saat tangan Sakti mengurut penisnya dengan gerakan mengocok, dada para gadis itu dibuat berdesir kencang saat ekspresi wajah Sakti menunjukkan rasa kenikmatan.

BRRRAAAKKKKK!!!!

"Awww!!!"

Tanpa disangka salah satu batang pohon yang digunakan para gadis itu untuk mengintip tiba-tiba ambruk karena tak kuat menahan beban tubuh para gadis pengintip, Sakti yang sedari tadi asyik membersihkan tubuhnya seketika dibuat kaget saat melihat para gadis desa yang sebelumnya bersembunyi di balik reruntuhan batang pohon kini justru kabur berhamburan melarikan diri.

"Wooii!! Jangan kabur!!" Teriak Sakti sambil bergegas memakai celana dan bajunya, kelima orang gadis desa berhasil lari menjauh, tapi tidak dengan Laras, kakinya tersangkut diantara reruntuhan pohon, kini gadis cantik itu terjebak menahan sakit terjepit di atas sungai.

Sakti bergegas mendekati tubuh Laras, dia tau jika gadis itu sedang menahan sakit yang teramat sangat pada pergelangan kakinya. Laras mengutuki dirinya sendiri, terlebih pada teman-temannya yang meninggalkan dirinya seorang diri saat kepergok sedang mengintip Sakti mandi. Kini pria yang dia intip justru berada tepat di atas tubuhnya, dada Laras kembali berdesir saat melihat gundukan selangkangan Sakti masih menyembul mekipun sudah tertutup oleh celana.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Sakti khawatir.

"Kakiku terjepit, sakit banget!" Ucap Laras sambil menahan sakit dan tentu saja rasa malu di hadapan Sakti.

"Tahan sebentar, Aku akan membantumu." Kedua tangan Sakti mendorong batang pohon besar yang melintang di tengah sungai.

"Arrrrghhtt!"

BRAAAAAKKKKKK...!!!!

Dengan sekali gerakan mendorong, Sakti berhasil mengarahkan batang pohon itu ke sisi yang lain, membebaskan kaki Laras.

"Awww...!!!" Teriak Laras kesakitan sambil memegangi pergelangan kakinya.

"Boleh Aku membantumu?" Tawar Sakti sambil mengulurkan tangannya pada Laras.

Seperti tidak ada pilihan lain karena memang dirinya sulit untuk berdiri, Laras menerima uluran tangan Sakti. Gadis cantik itu meringis kesakitan saat bisa menopang berat tubuhnya pada kaki, rasa perih dan ngilu seketika menjalar ke sekujur tubuhnya.

"Awwwwww..!" Laras nyaris kembali terjatuh ke atas air, beruntung Sakti sigap menahan tubuh gadis cantik itu.

"Lebih baik Aku gendong tubuhmu sampai ke tepi sungai." Ucap sakti, tanpa menunggu persetujuan dari Laras, Sakti kemudian langsung membopong tubuh Laras. Perlahan Sakti berjalan mendekati bibir sungai sambil menggendong tubuh Laras.

"Bukankah Kau puteri juragan Seno?" Tanya Sakti setelah menurunkan tubuh Laras dan menyandarkannya pada sebuah pohon besar di tepi sungai.

"Iya benar." Jawab Laras singkat sambil memegangi pergelangan kakinya yang masih terasa sakit.

"Kemana perginya teman-temanmu? Mungkin Aku bisa memanggil mereka agar bisa mengantarmu pulang, Aku yakin jika Kau tidak akan mungkin bisa berjalan dalam keadaan seperti ini." Kata Sakti.

"Entahlah, Aku tidak tau kemana mereka pergi." Ucap Laras kesal.

"Hmmm... Jadi...?"

"Apa maksudmu dengan jadi?" Tanya Laras.

"Jadi, kini tinggal Aku harapanmu, orang yang bisa mengantarmu pulang sebelum para harimau di hutan ini menerkammu sebagai makan malam?" Kata Sakti dengan intonasi suara yang dibuat seram.

"Hah? Harimau??!" Pekik Laras ketakutan, kedua mata gadis cantik itu memandang ke segala arah seperti bersiap menghadapi bahaya yang tengah mengancamnya.

"Hahahahaha ! Kau mudah sekali dibohongi, pantas saja teman-temanmu meninggalkanmu begitu saja seorang diri. Hahahahaha" Gelak tawa Sakti membuat Laras marah dan kesal, gadis cantik itu sampai mengambil kerikil kecil dan melemparkannya ke wajah Sakti yang masih terpingkal-pingkal di hadapannya.

"Kau menyebalkan sekali !" Ketus Laras dengan memasang wajah sebal di hadapan Sakti.

"Hehehehehehe, maaf, kadang memang harus ada yang ditertawakan saat ada musibah seperti ini kan?" Jawab Sakti santai.

"Ayo Aku antar Kau pulang." Sakti kini sudah berjongkok di depan tubuh Laras, punggung pria itu mengarah tepat di hadapan mata Laras.

"Kau akan menggendongku sampai ke pendopo?" Tanya Laras ragu.

"Iya, kecuali kalau Kau ingin bermalam di sini menemani harimau hutan. Hahahahahaha!" Jawab Sakti kembali dengan gelakan tawa yang disambut dengan cubitan gemas di pinggangnya.

***

Lima orang pria berbadan kekar dengan keringat mengucur deras  terlihat keluar masuk gudang sambil memanggul karung yang berisi gabah hasil panen. Puluhan karung gabah masih tampak tertata rapi di atas gerobak sapi yang diparkir di sisi kanan gudang. Juragan Seno berdiri tak jauh dari gudang miliknya itu sambil mengawasi para kuli panggul tersebut memindahkan hasil panen dari sawahnya yang tersebar di beberapa desa.

Tubuhnya tak besar, cenderung kurus, dengan tinggi tak lebih dari 160 senti, Juragan Seno terlihat kecil untuk ukuran seorang pria, kulitnya hitam kecoklatan pertanda pria ini suka beraktifitas di luar ruangan. Satu hal yang membuat Juragan Seno begitu mudah dikenali adalah kumisnya yang panjang melengkung seperti tampilan para bangsawan Eropa di tahun 1700 an.

Juragan Seno, begitu masyarakat Desa Sumber memanggilnya. Pria berusia 52 tahun yang dikenal sebagai pria kaya raya, pemilik ratusan hektar sawah dan perkebunan. Selain itu, pria ini juga menjabat sebagai adipati karesidenan, sebuah jabatan prestisius yang hanya didapat oleh orang-orang pilihan kerajaan Jenggolo. Kekayaan dan kekuasaan membuat juragan Seno begitu disegani atau lebih tepatnya ditakuti oleh warga Desa Sumber.

"Bapak..!! Bapak!!"

Seorang wanita berusia sekitar 36 tahunan tergopoh-gopoh berlari mendekati Juragan Seno. Wanita itu hanya mengenakan kemben sebatas dada atas hingga membuat pundak mulusnya bisa dilihat oleh para centeng. Tubuhnya yang tinggi semampai berhias pantat serta dada berukuran besar maka pantaslah jika wanita dewasa ini dikatakan sempurna. Dari raut wajahnya yang cantik tergambar sebuah kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia adalah Nyai Daimah istri dari Juragan Seno.

"Ada apa?" Perhatian Juragan Seno langsung teralihkan ketika melihat istrinya datang tergesa.

"Laras Pak! Laras !" Pekik Nyai Daimah.

"Laras kenapa Bu?!" Tanya juragan Seno mulai ikut panik, beberapa centeng yang sedari tadi berjaga di sekitar gudang juga beranjak dari tempatnya kemudian perlahan ikut mendekat.

"Laras tidak ada di kamarnya Pak! Aku sudah menyuruh Mbok Darsem untuk mencarinya di sekitar pendopo tapi Laras tidak ada!" Ucap Nyai Daimah masih diselimuti kepanikan.

"Anak itu selalu membangkang perintahku! Paijo!  Kasman ! Cepat cari Laras, kalian pergi ke rumah Laksmi dia pasti ada di sana!" Perintah Juragan Seno pada dua centengnya yang berbadan besar dengan wajah sangar.

"Baik Juragan!" Jawab keduanya nyaris bersamaan, dua centeng itu lalu bergegas pergi menuju rumah Laksmi yang berada di selatan Desa Sumber.

"Sudah Bu, jangan khawatir, Paijo dan Kasman pasti akan menemukan Laras. Paling anak itu sedang bermain di sungai bersama Laksmi."  Kata Juragan Seno mencoba menenangkan istrinya.

"Ibu takut kalau Laras diculik oleh gerombolan perompak yang sedang marak akhir-akhir ini Pak..."

"Itu tidak mungkin terjadi Bu, mana mungkin gerombolan itu berani menyentuh puteri adipati?"

"Tapi Pak..."

"Sudah, sekarang Ibu tenang. Sebentar lagi Laras akan pulang bersama Kasman dan Paijo."

***

"Nyai Daimah kalo diliat-liat makin cantik ya Jo? Heheheheheh" Ucap Kasman di tengah perjalanan mereka menuju rumah Laksmi.

"Ah Kau ini tidak bisa melihat payudara gede dikit." Balas Paijo santai.

"Hahahahaha !Alah, paling Kau juga punya pikiran yang sama denganku."

"Hehehehehe, tapi bener juga apa katamu, kemarin tak sengaja Aku melihat Nyai Daimah saat selesai mandi, tubuhnya yang basah makin membuat Nyai Daimah makin montok dan menggiurkan." Balas Paijo antusias.

"Ah yang bener Jo?" Sahut Kasman penasaran.

"Bener Man, coba saja waktu itu Aku berani, pasti sudah Aku perkosa."

"Hahahahahha ! Kau ternyata lebih gila dari yang aku pikirkan Jo. Kalau Kau sudah ingin mati sih ndak apa-apa Kau perkosa istri Juragan Seno."

"Ah tua bangka itu enak betul hidupnya. Sudah kaya, istri cantik, dunia kayak milik dia sendiri." Celetuk Paijo.

"Hush! Jaga omonganmu, jelek-jelek begitu kita dapat makan dari dia!" Balas Kasman mengingatkan temannya. Paijo hanya tersenyum sinis tanpa penyesalan.

Setelah beberapa saat, kedua centeng itu sampai di halaman sebuah rumah kecil yang berdinding kayu. Tak hanya sederhana, ukurannya juga tak lebih besar dari kandang kuda milik Juragan Seno. Atapnya yang terbuat dari rimbunan jerami lapuk nampak sudah tak begitu terawat pertanda jika pemilik rumah ini adalah cerminan dari sebagian besar warga Desa Sumber yang berada di bawah garis kemiskinan. Kasman melangkah mendekati pintu rumah itu yang tertutup rapat dari dalam, sementara Paijo berdiri di halaman rumah sambil berusaha mengamati keadaan sekitar.

BRAAAAK

BRAAAKKK

BRAAKKK !!!

Kasman langsung menggedor pintu rumah itu beberapa kali dengan sangat kasar. Tak ada jawaban sekalipun.

"Ayo kita lihat ke belakang, mungkin mereka sedang berada di kebun." Ucap Paijo memberi saran.

"Sesore ini masih di kebun ? " Kata Kasman sedikit tak yakin dengan ide Paijo.

"Yah, paling tidak kita sudah mememeriksa  keadaan seluruh rumah. Kalau nanti di belakang rumah tidak ada orang kita langsung kembali ke padepokan."

"Kembali tanpa membawa Laras? Ah Kau mau mengajakku bunuh diri? Pokoknya Kita harus menemukan gadis itu!"

"Ya sudah ayo kita cari di belakang, daripada berdebat terus kayak gini."

Kasman dan Paijo kemudian melangkahkan kaki menuju belakang rumah. Suasana tak kalah sepi dibanding dengan suasana di depan rumah, namun terdengar gemercik air dari dalam bilik kecil yang bangunannya terpisah dari rumah induk. Paijo dan Kasman saling pandang, seolah sudah mengerti dengan maksud masing-masing, keduanya lalu mendekati bilik kecil yang difungsikan sebagai kamar mandi itu.

Kasman dan Paijo melengokkan kepala mereka ke dalam celah antara atap dan tembok penyangga yang terbuat dari bambu. Dua centeng itu langsung menelan ludah mereka sendiri kala melihat di dalam bilik terlihat Laksmi  telanjang bulat sedang mengguyur tubuh mulusnya dengan air menggunakan pecahan batok kelapa. Beberapa kali Laksmi mengurut payudaranya menggunakan tangan untuk sekedar membersihkan badan, pemandangan erotis itu serta merta membuat birahi Kasman dan Paijo bergejolak.

Untuk kedua kali kalinya Kasman dan Paijo saling berpandangan, keduanya juga saling mengangguk tanda menyetujui sesuatu. Dua centeng itu kemudian melangkah perlahan mendekati pintu kamar mandi. Laksmi sama sekali tidak menyadari kehadiran dua orang asing itu, dia masih asyik mengguyurkan air pada tubuhnya, sampai pada akhirnya....

BRAAAKK!!!

"Kyaaaaaa!!!"

Teriak Laksmi kencang saat pintu kamar mandi yang terbuat dari anyaman bambu terbuka lebar dari luar. Seringai mesum muncul dari wajah dua centeng Juragan Seno, bak serigala yang baru saja menemukan mangsa.

"Si..Siapa kalian??!!"

Laksmi ketakutan sambil  berusahamenutupi dada dan kemaluan sebisa mungkin dengan kedua tangan. Kasman dan Paijo langsung terkesima dengan penampakan tubuh molek Laksmi, basah dan telanjang bulat. Kini, isi kepala dari dua centeng itu dijauhkan dari tugas utamanya untuk mencari keberadaan Laras. Kabut birahi secepat kilat menyelimuti benak mereka.

"Kami bukan siapa-siapa, hehehehehe."  Ujar Kasman sambil tersenyum licik.

"Tidaakk!! Tooloongg!!! Toooll...!!" Teriakan Laksmi terhenti saat dengan cepat Paijo merangsek maju dan membungkam mulut gadis itu dengan tangan.

"Diam atau Kami akan membunuhmu!" Ancam Kasman sambil menghunus pedangnya. Tubuh Laksmi langsung menggigil ketakutan, ancaman para centeng Juragan Seno itu sukses membuat niat perlawanan dalam dirinya raib begitu saja.

"Kau bisa tenang sekarang? Hah?!" Hardik Paijo tangannya masih membungkam mulut Laksmi, gadis bertubuh sintal itu hanya bisa mengangguk ketakutan, tanda sebagai penyerahan diri.

"Bagus, sekarang Kau harus menuruti perintah Kami, mengerti?" Bisik Paijo tepat di telinga Laksmi, sekali lagi gadis cantik itu hanya bisa mengangguk ketakutan.

Paijo melepas bungkaman tangannya pada mulut Laksmi, bertubuh kekar itu kemudian mulai menciumi leher serta pipi Laksmi dari belakang. Rakus dan penuh syahwat, lidah Paijo menari-nari menjilati kulit mulus gadis yang tengah ketakutan itu tanpa rasa iba. Kasman tak mau ketinggalan, pria berkulit hitam itu mulai melepaskan seluruh pakaiannya dan mendekati tubuh Laksmi dari depan. Dengan sangat bernafsu, Kasman mulai menjejali mulutnya dengan puting Laksmi, menghisap dan menjilati payudara gadis itu secara kasar dan brutal.

"Aaaaacchhhhh...Aawwwww...sakiiittt!!! Aaaacchhh...Ampuuunn!!" Erang Laksmi saat merasakan hisapan mulut Kasman pada payudaranya begitu kencang.

"Ssstttt! Tenang saja cantik, sebentar lagi pasti akan jadi enak." Ucap Paijo sebelum kembali menciumi tubuh Laksmi dari belakang.

Laksmi memejamkan matanya saat tangan Paijo mulai merogoh bagian sensitif dari tubuhnya, jemari centeng itu mulai menari-nari diantara rimbunya bulu kemaluannya, mengorek dan memainkan kelentitnya. Di sisi lain, mulut dan lidah Kasman semakin beringas melumat payudara Laksmi, kedua tangannya juga tak jarang meremas-remas bagian belakang tubuh Laksmi. Seperti seorang musyafir yang kehausan, Kasman terus menyedot puting Laksmi.

"Aaaahhhchh.... Aacchhhhhgh... "

Perlahan namun pasti Laksmi mulai mengerang menahan nikmat yang mulai menjalari tubuhnya. Permainan jari Paijo di area selangkangan dipadu permainan kasar lidah Kasman pada payudaranya membuat Laksmi mulai terangsang.

Ini mungkin bukan kali pertama Laksmi melakukan persetubuhan karena keperawanannya sudah dia serahkan pada juragan Seno dua tahun silam untuk membayar hutang-hutang Bapaknya akibat kegagalan panen. Tapi bersetubuh, atau lebih tepatnya melayani dua pria sekaligus adalah pengalaman pertama bagi Laksmi. Paijo terlihat mulai tak sabar, dia mulai melepaskan seluruh pakaiannya, batang penisnya sudah berdiri tegak sama dengan apa yang terjadi pada penis Kasman.

"Ayo hisap ini !" Perintah Paijo sambil menarik kepala Laksmi menuju selangkangannya.

Tanpa memberi perlawanan berarti, Laksmi mulai merubah posisi tubuhnya yang awalnya berdiri kini bersimpuh di bawah tubuh Paijo dan Kasman. Tangannya mulai memberikan kocokan pada penis Kasman, sementara mulutnya sudah disumpal oleh batang kemaluan milik Paijo.

"Ecchhhhmm! Pinter juga ternyata." Erang Kasman keenakan merasakan jari-jari lembut Laksmi mengocok penisnya yang sudah mengeras sempurna.

Laksmi terus mengocok penis Kasman, sementara pinggul Paijo mulai bergerak maju mundur, melesakkan batang penis keluar masuk pada mulut Laksmi. Secara bergantian Laksmi melayani penis kedua centeng itu, lenguhan dan desahan mulai terdengar keras dari dalam kamar mandi. Sepuluh menit berlalu, Laksmi yang awalnya terpaksa melayani nafsu bejat dua centeng itu mulai larut dalam permainan. Birahi Laksmi lambat laun mulai ikut terbakar, permainan lidahnya pada penis Kasman dan Paijo semakin lama semakin liar, meliuk-liuk menjelajahi tiap jengkal batang penis dua pria asing yang sebelumnya datang dengan penuh ancaman.

"Aaahhhhhh.. Enak banget seponganmu. ...Aahgggghhh... " Erang Paijo saat Laksmi menyedot ujung penisnya.

"Kau mulai menikmatinya ya. ..? Hmmm... ?" Tanya Kasman dengan tatapan mesum.

"Eeeeemmcchhhh... Eeeemmcchhhh.... " Laksmi hanya bisa mengangguk tak mampu menjawab karena mulutnya sudah sesak dipenuhi batang penis Paijo.

"Ayo kita mulai Jo! "

"Hehehe... Ayo Man, Aku juga sudah nggak tahan pengen ngrasain memeknya!"

Kasman menarik tangan Laksmi kemudian mengangkat tubuh gadis itu ke atas pangkuannya. Kasman menyandarkan tubuhnya pada bak kamar mandi yang terbuat dari bata jawa dan campuran batu kali, dalam posisi membelakangi,  Laksmi bersiap menerima penetrasi penis Kasman yang sudah berdiri tegak di bawah tubuhnya.

"Basahin dulu Kang... " Ucap Laksmi lirih, meskipun vaginanya sudah basah tapi ukuran kepala penis Kasman yang kekar dan gemuk diyakini gadis itu akan menyakitkan jika tidak dibasahi terlebih dahulu.

Seperti enggan untuk diperintah, Kasman dengan kasar langsung mengangkat pinggulnya dan menarik tubuh Laksmi ke bawah, membuat ujung penisnya merangsek masuk ke dalam vagina Laksmi dengan keras.

"Aaaaaarghhttt,!!!! Saaakiittt!!!! " Teriak Laksmi.

"Hahahaha!!! Rasakan dulu cantik! " Ejek Paijo yang berdiri tepat di hadapan tubuh Laksmi.

Kasman menggenjot vagina Laksmi dari bawah dengan sangat brutal membuat tubuh gadis cantik itu bergerak naik turun dengan sangat cepat, payudaranya ikut bergerak kesana kemari mengikuti irama sodokan penis Kasman.

"Aaaahhhh...Sempit banget memekmu...!! Aaahhhh..!" Lenguh Kasman sambil terus mencengkram pinggul Laksmi.

"Aaahhh!!! Ampun Kang!!!Aaammpuun!!!Aargghhtt!" Teriak Laksmi kesakitan akibat tusukan penis Kasman pada vaginanya begitu kasar dan keras.

Paijo yang sejak tadi hanya berdiri melihat persetubuhan antara Laksmi dan Kasman akhirnya tak tahan untuk ikut serta dalam permainan. Centeng berbadan kekar  itu mendekati tubuh Laksmi, sambil berjongkok Paijo mulai menjilati payudara Laksmi yang bergoncang naik turun, menghisap kedua puting gadis itu secara bergantian.

"Eeeemmcchhh...Eeemmchhhh...Aaachhhgghh..." Lenguh Laksmi manja saat bibir Paijo menciumi puting kanannya yang sudah sangat keras akibat terangsang.

"Oooocchhhh...Ooocchhhhhh....Oooochhh..." Kasman semakin menikmati persetubuhan apalagi kini tanpa harus dipaksa Laksmi mulai ikut menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama sodokan penis Kasman dari bawah.

"Eeeemmmcchhhhh.. !!!!" Untuk kedua kalinya mulut mungil Laksmi kembali dijejali batang penis Paijo, kini dua lubang pada tubuhnya sudah sesak dipenuhi oleh dua batang kemaluan para centeng juragan Seno.

Sempitnya ruang kamar mandi tampaknya tak menyurutkan birahi mereka bertiga, pemerkosaan kini tak lagi menjadi tajuk utama, melainkan adegan threesome yang begitu dinikmati oleh Laksmi. Permainan kasar yang dilakukan oleh Paijo dan Kasman bukan hanya menjadi pengalaman baru bagi Laksmi, tapi juga candu baru pada gadis cantik itu. Lenguhan dan desahan saling bersahutan terdengar dari dalam kamar mandi, Laksmi berubah menjadi sangat binal tubuhnya bergerak semakin liar mengikuti irama tusukan penis Kasman yang masih menggenjotnya dari bawah, bahkan kedua tangannya meremas-remas sendiri kedua buah payudaranya, seolah ingin mendapatkan rangsangan lebih.

"Man, ayo gantian, Aku juga pengen ngrasain memeknya." Ucap Paijo yang tampaknya tak cukup puas hanya dengan mendapatkan pelayanan dari mulut Laksmi saja.

"Iya Jo, Aku juga udah pegel nggenjotin dari bawah sini."

"Eeeemmcchhhhh.....Ayo buruan keluarin peju kalian..." Rengek Laksmi, kali ini tak ada tatapan mengiba, justru berubah menjadi tatapan binal menggoda.

"Heheheheh, sabar ya nona cantik. Sebentar lagi Kami akan memenuhi lubang memekmu dengan peju." Balas Kasman setelah mengangkat tubuh Laksmi.

Paijo segera mengambil posisi di belakang tubuh Laksmi yang sebelumnya sudah bersiap menungging, sementara Kasman sudah terlebih dahulu menjejali mulut Laksmi dengan penis besarnya dari depan.

"Ooocccchhh.......Iiiyaahhhh...Mentokin Kang...!!! Aaaaacchhhh..!!!" Erang Laksmi keras saat Paijo melesakkan batang penisnya dengan keras dan kasar dari belakang.

"Oooocchh...Benar katamu Man, memeknya sempit banget..!! Aaacchhhhh!!" Paijo mulai meracau tak karuan saat menggenjot vagina Laksmi dari belakang, kedua tangannya meremas-remas pantat Laksmi sambil sesekali memukulinya demngan sangat keras.

"Ayo isap yang kenceng! Aaacchhh..!!" Perintah Kasman, sesuatu yang kemudian langsung dituruti oleh Laksmi dengan hisapan kuat pada ujung penis Kasman, sesekali gadis cantik itu menjilati lubang kencing Kasman membuat centeng itu kelejotan hingga menjambak rambut Laksmi dengan kasar.

Paijo semakin mempercepat sodokannya pada vagina Laksmi, tumbukan antara selangkangannya dengan bagian luar pantat Laksmi sampai-sampai menimbulkan suara seperti telapak tangan yang bertepuk. Di sisi lain Kasman sudah bersiap menyemprotkan "lahar hangat" dari dalam penisnya, pria itu sudah mengocok penisnya sendiri, ujung penis diarahkan tepat ke wajah Laksmi.

"Ayo keluarin pejumu Kang....Keluarin yang banyak...Eeemmcchhhhhh...Aaaacchhh....." Ucap Laksmi seperti bersiap menerima semprotan sperma dari para centeng itu.

"Aaaaacchhhhhh...!!!! Aaaacchhh...!!!"

CROOOTTTT...

CROOOTTTTT...

CROOOTTTT!!!

Kasman akhirnya memuntahkan pelurunya tepat di wajah mulus Laksmi, ceceran sperma membasahi hampir seluruh permukaan wajah gadis itu. Tak berselang lama giliran Paijo yang mengalami ejakulasi, sambil berteriak keras pria itu menghujamkan seluruh batang penisnya ke dalam vagina Laksmi.

"Aaaarrgghhtttttt!!!!!"

CRROOOTTTT....!!!

CROOOOTTT...!!!

CROOOOOTTTT!!

"Aaaaahhh......Biarin di dalem dulu Kang...Aku ingin merasakan hangatnya pejumu...Eeemmcchhh..." Pinta Laksmi menahan tubuh Paijo agar tidak beranjak dari posisinya.

"Eeemmmccchhhh...Sini Aku bersihin pejumu Kang...Eemmcchh..." Laksmi beralih menjilati penis Kasman yang berangsur mengecil, dijilatinya ujung penis Kasman, membersihkan sisa-sia sperma yang masih tertinggal dan menelannya tanpa ada paksaan.


ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY



Posting Komentar

0 Komentar