SANG PENDEKAR
PART 1
Suasana riuh
dengan sorak sorai dari puluhan orang yang bergerombol memutar di atas sebuah
tanah lapang. Teriknya matahari tak menyurutkan keinginan mereka untuk tetap
berada di sana sambil terus berteriak lantang. Di tengah kerumunan , terlihat
dua pria terjatuh lemas, bahkan salah satunya tampak sudah tak mampu lagi
berdiri, tubuhnya yang tinggi besar hanya tertelungkup di atas tanah, darah
mengucur dari keningnya akibat sabetan benda tajam. Sementara satu lagi sudah
bangkit, tubuhnya jauh lebih kecil dibanding si pria besar. Sambil menghunus
sebilah pedang dia berjalan gontai mendekati lawannya.
"Bunuh..!!Bunuh...!!
Bunuh!!" Teriak orang-orang yang mengelilingi mereka.
"Ayo
cepat segera akhiri ini..." Ucap si pria besar lirih, seolah tau jika
malaikat maut sudah bersiap mencabut nyawanya.
"Maafkan
Aku.." Kata si pria kurus sambil bersiap menebaskan pedangnya ke arah
leher si pria besar.
"AAAARRGGHTTT..!!!!!"
Ujung pedang
menghujam keras dari atas menuju ke bawah, mengarah ke leher si pria besar.
Tapi ternyata mata pedang itu tak mengarah tepat ke lehernya, sang pria kurus
dengan sengaja menghunus ujung pedangnya tepat di samping kepala si pria besar.
Beberapa penonton yang sedari tadi menunggu momen lepasnya kepala si pria besar
terlihat kecewa, ekspektasi tinggi mereka pada si pria kurus ternyata dibalas
dengan rasa welas asih. Si pria kurus tak menghabisi nyawa lawannya, membiarkan
si pria besar tersungkur dengan masih
menghembuskan nafas. Tak lama kemudian si pria kurus berjalan santai
meninggalkan arena pertarungan.
"Bajingan!!!"
Teriak Juragan Seno melihat si pria kurus berjalam santai meninggalkan arena
pertarungan.
Juragan Seno
adalah seorang adipati karisidenan, orang yang diberi mandat langsung oleh
pemimpin tertinggi di Kerajaan Jenggolo untuk memimpin daerah di wilayah utara.
Pria bertubuh kecil dengan kumis lebat itu tak hanya semata sebagai adipati
saja, dia juga menjadi penanggung jawab tarung jagad yang menjadi tradisi turun
menurun di Desa Sumber. Dalam tradisi tarung jagad setiap petarung yang telah
memenangkan pertandingan wajib hukumnya untuk membunuh lawannya. Sesuatu yang
sekarang tidak dilakukan oleh pendekar bertubuh kurus tadi.
"Hei!
Berhenti Kau bajingan tengik!" Umpat Juragan Seno sekali lagi untuk
menghentikan langkah sang pendekar yang ngeloyor pergi begitu saja tak
mengindahkannya. Kali ini ada empat pria dengan tubuh besar mengikuti Juragan
Seno, keempat orang itu adalah para centeng bayaran sang adipati.
"Berhenti
Aku bilang!"
Juragan Seno
menarik kasar pundak sang pendekar dari belakang, menghardiknya dengan keras.
Namun hanya dengan satu gerakan memutar, sang pendekar justru bisa membalik
keadaan, sekarang tangan Juragan Seno lah yang berada dalam pitingannya. Empat
centeng di belakang Juragan Seno langsung bersiaga dengan menghunus pedang.
Suasana tegang langsung tercipta, semua mata memandang ke arah sang pendekar.
"Bajingan!
Kau mau mati hari ini hah?!" Ancam Juragan Seno sambil meringis kesakitan
karena pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh sang pendekar.
"Aku
ingin pergi!" Balas sang pendekar sebelum melepas cengkraman tangannya
pada adipati itu.
"Kau
sudah melanggar peraturan pertarungan! Kau harus bunuh lawanmu atau Kau sendiri
yang akan menggantikan nyawanya!" Pekik Juragan Seno dengan wajah mearah
padam penuh kemarahan.
"Baik,
coba saja kalau kalian bisa membunuhku." Sang pendekar mengambil posisi
siap untuk bertarung, ancaman Juragan Seno sama sekali tak mengendurkan
nyalinya sedikitpun.
"Oooo!
Jadi Kau menantangku? Heh kalian! Habisi dia!" Perintah Juragan Seno pada
keempat centengnya yang sudah menghunus pedang mereka.
"Tunggu!!
Tunggu!!" Sebelum pertarungan sengit terjadi, tiba-tiba dari arah belakang
berlari seorang pria tua dengan tergopoh-gopoh menghampiri.
"Maafkan
Sakti, Juragan Seno. Saya mohon maafkan anak muda ini, dia memang bodoh telah
melanggar aturan, tapi Saya janji untuk pertarungan berikutnya Sakti pasti akan
membunuh lawannya. Saya janji!" Ujar si pria tua mencegah terjadinya
pertarungan antara sang pendekar yang bernama Sakti dengan para centeng bayaran
Juragan Seno.
"Bajingan
itu sudah berkali-kali melanggar aturan tarung jagad, Aku sudah muak!"
Ujar Juragan Seno masih dengan emosi tinggi.
"Tidak
perlu terjadi pertumpahan darah yang sia-sia Juragan, Sakti adalah aset penting
dalam tarung jagad. Lihat saja semua orang datang ke sini pasti ingin melihat
kehebatan Sakti, dan ingat Juragan, selama ini belum ada yang bisa mengalahkan
Sakti. Membunuhnya sama saja mematikan acara tarung jagad." Lanjut si pria
tua mencoba kembali meyakinkan Juragan Seno.
"Agghtt!
Banyak omong Kau Bejo! Baik, kali ini Aku ampuni dia. Tapi ingat, jika di
pertarungan berikutnya bocah itu masih melanggar aturan maka Aku tidak segan
lagi untuk membunuhnya!"
"Tidak
perlu! Aku tidak akan mengikuti tarung jagad lagi! Hari ini adalah terakhir
kalinya Aku menginjakkan kaki di tempat ini!" Balas Sakti lantang.
"Ta..Tapi.."
Bejo, si pria tua, yang sudah susah payah mengusahakan ampunan pada Sakti
nampak tekejut dengan ucapan Sakti.
"Ayo Bejo
kita pergi dari sini!" Lanjut Sakti sebelum kembali melangkah pergi.
"Saya
akan mencoba membujuknay dulu Juragan. Minggu depan pasti Sakti akan mengikuti
tarung jagad. Permisi." Bejo buru-buru mengambil langkah seribu sebelum
kena dampratan lagi dari Juragan Seno yang maikn marah.
"Apa Kau
sudah gila? Berhenti mengikuti tarung jagad katamu?" Kata Bejo setelah
keduanya berjalan cukup jauh dari arena tarung jagad.
"Tenang
Bejo, kita akan dapat pekerjaan yang lebih baik dibanding harus mendapat uang
dengan cara membunuh." Jawab Sakti santai tanpa beban.
"Mau cari
kerja dimana lagi kita? Dari tarung jagad kita sudah bisa menghasilkan banyak
uang." Bejo masih berusaha untuk melobi keputusan pendekar itu.
"Uang
bisa dicari dimana saja Bejo, sudah tenang saja, serahkan semuanya padaku.
Ambil ini!" Sakti melemparkan kantong kain kecil berisi beberapa keping
perak.
"Loh, apa
ini?" Pekik Bejo.
"Ambil
saja itu untuk anak istrimu, setidaknya untuk mencukupi kebutuhan hidup selama
kita tidak mengikuti tarung jagad."
"Waah,
terima kasih banyak Sakti!" Mata Bejo langsung berbinar menatap kepingan
perak dalam genggaman tangannya.
***
Aliran air di
sungai tak begitu deras, sore yang teduh menambah suasana nyaman bagi para
gadis desa yang tengah asyik membersihkan badan di pinggir sungai. Hanya dengan
mengenakan jarik yang menutupi bagian tubuh atas, mereka menikmati sore dengan
canda tawa di tengah aliran air sungai yang sangat jernih. Diantara jejeran
tubuh-tubuh molek itu terdapat seorang gadis yang sangat menonjol penampilan
fisiknya. Tubuhnya tak terlalu tinggi, tapi juga tak terlalu pendek, rambutnya
panjang sepinggang, pantatnya yang semok berbanding lurus dengan kedua buah
dadanya yang bulat membusung. Kain jarik bercorak batik cokelat terlihat begitu
kontras dengan kulitnya yang kuning langsat, wajahnya cantik rupawan, belum
lagi saat tersenyum, pipinya menunjukkan lesung kecil, sempurna.
Adalah Laras,
putri semata wayang juragan Seno. Kecantikan dan kemolekan tubuhnya sudah
termasyur ke penjuru negeri, bahkan tersiar kabar jika Pangeran Ontowijoyo,
putra mahkota Raja Ontoseno juga tertarik untuk bisa meminang Laras sebagai
permaisurinya. Karena hal itulah Nyai Daimah, Ibu dari Laras, mewanti-wanti
putrinya itu agar menjaga pergaulan.
Sebenarnya
sejak beberapa bulan lalu Laras dilarang oleh Juragan Seno untuk pergi ke
sungai bersama teman-teman sebayanya, karena bukan rahasia umum lagi jika
kegiatan mandi di sungai oleh para gadis desa seringkali dimanfaatkan oleh
pemuda-pemuda kampung untuk mengintip kemolekan tubuh para gadis itu. Juragan
Seno tentu tak ingin tubuh anak gadisnya menjadi objek tatapan jalang para
pemuda kampung. Tapi gejolak jiwa muda Laras tak bisa dibendung, usianya yang
baru menginjak 18 tahun masih ingin merasakan kebebasan, setiap sore gadis
cantik itu selalu berhasil menyelinap keluar dari pendopo untuk menemui
teman-temannya.
Saat sedang
mahsyuk bersenda gurau sambil membersihkan badan di tengah aliran sungai, para
gadis itu tiba-tiba dikejutkan oleh suara gemercik lain di bagian ujung sungai,
tiga batang pohon mahoni yang roboh tepat di atas sungai menjadi pembatas serta
penghalang pandangan antara para gadis dan seseorang di bagian lain sungai itu.
"Ssssttt
! Jangan berisik, ayo kita lihat." Tukas Laksmi, sambil memberi tanda pada
teman-temannya untuk mengikuti langkahnya mendekati reruntuhan pohon mahoni.
Seperti kerbau
yang dicokok hidungnya, kelima teman Laksmi menuruti perintah putri seorang
pamong desa itu, keenam gadis itu perlahan mendekati reruntuhan pohon. Para
gadis desa itu, tak terkecuali Laras terhenyak saat mendapati Sakti tengah
bertelanjang bulat di tengah sungai sedang membersihkan badan. Mereka tidak
terkesima dengan tubuh Sakti yang memang sama sekali tidak berotot, tapi mereka
dibuat tidak percaya saat melihat penis Sakti yang panjang dan besar, sangat
besar bahkan jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang kurus kecil. Secara
bergantian keenam gadis itu menelan ludahnya sendiri-sendiri, apalagi saat
tangan Sakti mengurut penisnya dengan gerakan mengocok, dada para gadis itu
dibuat berdesir kencang saat ekspresi wajah Sakti menunjukkan rasa kenikmatan.
BRRRAAAKKKKK!!!!
"Awww!!!"
Tanpa disangka
salah satu batang pohon yang digunakan para gadis itu untuk mengintip tiba-tiba
ambruk karena tak kuat menahan beban tubuh para gadis pengintip, Sakti yang
sedari tadi asyik membersihkan tubuhnya seketika dibuat kaget saat melihat para
gadis desa yang sebelumnya bersembunyi di balik reruntuhan batang pohon kini
justru kabur berhamburan melarikan diri.
"Wooii!!
Jangan kabur!!" Teriak Sakti sambil bergegas memakai celana dan bajunya,
kelima orang gadis desa berhasil lari menjauh, tapi tidak dengan Laras, kakinya
tersangkut diantara reruntuhan pohon, kini gadis cantik itu terjebak menahan
sakit terjepit di atas sungai.
Sakti bergegas
mendekati tubuh Laras, dia tau jika gadis itu sedang menahan sakit yang teramat
sangat pada pergelangan kakinya. Laras mengutuki dirinya sendiri, terlebih pada
teman-temannya yang meninggalkan dirinya seorang diri saat kepergok sedang mengintip
Sakti mandi. Kini pria yang dia intip justru berada tepat di atas tubuhnya,
dada Laras kembali berdesir saat melihat gundukan selangkangan Sakti masih
menyembul mekipun sudah tertutup oleh celana.
"Kau
tidak apa-apa?" Tanya Sakti khawatir.
"Kakiku
terjepit, sakit banget!" Ucap Laras sambil menahan sakit dan tentu saja
rasa malu di hadapan Sakti.
"Tahan
sebentar, Aku akan membantumu." Kedua tangan Sakti mendorong batang pohon
besar yang melintang di tengah sungai.
"Arrrrghhtt!"
BRAAAAAKKKKKK...!!!!
Dengan sekali
gerakan mendorong, Sakti berhasil mengarahkan batang pohon itu ke sisi yang
lain, membebaskan kaki Laras.
"Awww...!!!"
Teriak Laras kesakitan sambil memegangi pergelangan kakinya.
"Boleh
Aku membantumu?" Tawar Sakti sambil mengulurkan tangannya pada Laras.
Seperti tidak
ada pilihan lain karena memang dirinya sulit untuk berdiri, Laras menerima
uluran tangan Sakti. Gadis cantik itu meringis kesakitan saat bisa menopang
berat tubuhnya pada kaki, rasa perih dan ngilu seketika menjalar ke sekujur
tubuhnya.
"Awwwwww..!"
Laras nyaris kembali terjatuh ke atas air, beruntung Sakti sigap menahan tubuh
gadis cantik itu.
"Lebih
baik Aku gendong tubuhmu sampai ke tepi sungai." Ucap sakti, tanpa
menunggu persetujuan dari Laras, Sakti kemudian langsung membopong tubuh Laras.
Perlahan Sakti berjalan mendekati bibir sungai sambil menggendong tubuh Laras.
"Bukankah
Kau puteri juragan Seno?" Tanya Sakti setelah menurunkan tubuh Laras dan
menyandarkannya pada sebuah pohon besar di tepi sungai.
"Iya
benar." Jawab Laras singkat sambil memegangi pergelangan kakinya yang
masih terasa sakit.
"Kemana
perginya teman-temanmu? Mungkin Aku bisa memanggil mereka agar bisa mengantarmu
pulang, Aku yakin jika Kau tidak akan mungkin bisa berjalan dalam keadaan
seperti ini." Kata Sakti.
"Entahlah,
Aku tidak tau kemana mereka pergi." Ucap Laras kesal.
"Hmmm...
Jadi...?"
"Apa
maksudmu dengan jadi?" Tanya Laras.
"Jadi,
kini tinggal Aku harapanmu, orang yang bisa mengantarmu pulang sebelum para
harimau di hutan ini menerkammu sebagai makan malam?" Kata Sakti dengan
intonasi suara yang dibuat seram.
"Hah?
Harimau??!" Pekik Laras ketakutan, kedua mata gadis cantik itu memandang
ke segala arah seperti bersiap menghadapi bahaya yang tengah mengancamnya.
"Hahahahaha
! Kau mudah sekali dibohongi, pantas saja teman-temanmu meninggalkanmu begitu
saja seorang diri. Hahahahaha" Gelak tawa Sakti membuat Laras marah dan
kesal, gadis cantik itu sampai mengambil kerikil kecil dan melemparkannya ke
wajah Sakti yang masih terpingkal-pingkal di hadapannya.
"Kau
menyebalkan sekali !" Ketus Laras dengan memasang wajah sebal di hadapan
Sakti.
"Hehehehehehe,
maaf, kadang memang harus ada yang ditertawakan saat ada musibah seperti ini
kan?" Jawab Sakti santai.
"Ayo Aku
antar Kau pulang." Sakti kini sudah berjongkok di depan tubuh Laras,
punggung pria itu mengarah tepat di hadapan mata Laras.
"Kau akan
menggendongku sampai ke pendopo?" Tanya Laras ragu.
"Iya,
kecuali kalau Kau ingin bermalam di sini menemani harimau hutan.
Hahahahahaha!" Jawab Sakti kembali dengan gelakan tawa yang disambut
dengan cubitan gemas di pinggangnya.
***
Lima orang
pria berbadan kekar dengan keringat mengucur deras terlihat keluar masuk gudang sambil memanggul
karung yang berisi gabah hasil panen. Puluhan karung gabah masih tampak tertata
rapi di atas gerobak sapi yang diparkir di sisi kanan gudang. Juragan Seno
berdiri tak jauh dari gudang miliknya itu sambil mengawasi para kuli panggul
tersebut memindahkan hasil panen dari sawahnya yang tersebar di beberapa desa.
Tubuhnya tak
besar, cenderung kurus, dengan tinggi tak lebih dari 160 senti, Juragan Seno
terlihat kecil untuk ukuran seorang pria, kulitnya hitam kecoklatan pertanda
pria ini suka beraktifitas di luar ruangan. Satu hal yang membuat Juragan Seno
begitu mudah dikenali adalah kumisnya yang panjang melengkung seperti tampilan
para bangsawan Eropa di tahun 1700 an.
Juragan Seno,
begitu masyarakat Desa Sumber memanggilnya. Pria berusia 52 tahun yang dikenal
sebagai pria kaya raya, pemilik ratusan hektar sawah dan perkebunan. Selain
itu, pria ini juga menjabat sebagai adipati karesidenan, sebuah jabatan
prestisius yang hanya didapat oleh orang-orang pilihan kerajaan Jenggolo.
Kekayaan dan kekuasaan membuat juragan Seno begitu disegani atau lebih tepatnya
ditakuti oleh warga Desa Sumber.
"Bapak..!!
Bapak!!"
Seorang wanita
berusia sekitar 36 tahunan tergopoh-gopoh berlari mendekati Juragan Seno.
Wanita itu hanya mengenakan kemben sebatas dada atas hingga membuat pundak
mulusnya bisa dilihat oleh para centeng. Tubuhnya yang tinggi semampai berhias
pantat serta dada berukuran besar maka pantaslah jika wanita dewasa ini
dikatakan sempurna. Dari raut wajahnya yang cantik tergambar sebuah
kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia adalah Nyai Daimah istri dari Juragan
Seno.
"Ada
apa?" Perhatian Juragan Seno langsung teralihkan ketika melihat istrinya
datang tergesa.
"Laras
Pak! Laras !" Pekik Nyai Daimah.
"Laras
kenapa Bu?!" Tanya juragan Seno mulai ikut panik, beberapa centeng yang
sedari tadi berjaga di sekitar gudang juga beranjak dari tempatnya kemudian
perlahan ikut mendekat.
"Laras tidak
ada di kamarnya Pak! Aku sudah menyuruh Mbok Darsem untuk mencarinya di sekitar
pendopo tapi Laras tidak ada!" Ucap Nyai Daimah masih diselimuti
kepanikan.
"Anak itu
selalu membangkang perintahku! Paijo!
Kasman ! Cepat cari Laras, kalian pergi ke rumah Laksmi dia pasti ada di
sana!" Perintah Juragan Seno pada dua centengnya yang berbadan besar
dengan wajah sangar.
"Baik
Juragan!" Jawab keduanya nyaris bersamaan, dua centeng itu lalu bergegas
pergi menuju rumah Laksmi yang berada di selatan Desa Sumber.
"Sudah
Bu, jangan khawatir, Paijo dan Kasman pasti akan menemukan Laras. Paling anak
itu sedang bermain di sungai bersama Laksmi." Kata Juragan Seno mencoba menenangkan
istrinya.
"Ibu
takut kalau Laras diculik oleh gerombolan perompak yang sedang marak
akhir-akhir ini Pak..."
"Itu
tidak mungkin terjadi Bu, mana mungkin gerombolan itu berani menyentuh puteri
adipati?"
"Tapi
Pak..."
"Sudah,
sekarang Ibu tenang. Sebentar lagi Laras akan pulang bersama Kasman dan
Paijo."
***
"Nyai
Daimah kalo diliat-liat makin cantik ya Jo? Heheheheheh" Ucap Kasman di
tengah perjalanan mereka menuju rumah Laksmi.
"Ah Kau
ini tidak bisa melihat payudara gede dikit." Balas Paijo santai.
"Hahahahaha
!Alah, paling Kau juga punya pikiran yang sama denganku."
"Hehehehehe,
tapi bener juga apa katamu, kemarin tak sengaja Aku melihat Nyai Daimah saat
selesai mandi, tubuhnya yang basah makin membuat Nyai Daimah makin montok dan
menggiurkan." Balas Paijo antusias.
"Ah yang
bener Jo?" Sahut Kasman penasaran.
"Bener
Man, coba saja waktu itu Aku berani, pasti sudah Aku perkosa."
"Hahahahahha
! Kau ternyata lebih gila dari yang aku pikirkan Jo. Kalau Kau sudah ingin mati
sih ndak apa-apa Kau perkosa istri Juragan Seno."
"Ah tua
bangka itu enak betul hidupnya. Sudah kaya, istri cantik, dunia kayak milik dia
sendiri." Celetuk Paijo.
"Hush!
Jaga omonganmu, jelek-jelek begitu kita dapat makan dari dia!" Balas
Kasman mengingatkan temannya. Paijo hanya tersenyum sinis tanpa penyesalan.
Setelah
beberapa saat, kedua centeng itu sampai di halaman sebuah rumah kecil yang
berdinding kayu. Tak hanya sederhana, ukurannya juga tak lebih besar dari
kandang kuda milik Juragan Seno. Atapnya yang terbuat dari rimbunan jerami
lapuk nampak sudah tak begitu terawat pertanda jika pemilik rumah ini adalah
cerminan dari sebagian besar warga Desa Sumber yang berada di bawah garis
kemiskinan. Kasman melangkah mendekati pintu rumah itu yang tertutup rapat dari
dalam, sementara Paijo berdiri di halaman rumah sambil berusaha mengamati
keadaan sekitar.
BRAAAAK
BRAAAKKK
BRAAKKK
!!!
Kasman
langsung menggedor pintu rumah itu beberapa kali dengan sangat kasar. Tak ada
jawaban sekalipun.
"Ayo kita
lihat ke belakang, mungkin mereka sedang berada di kebun." Ucap Paijo
memberi saran.
"Sesore
ini masih di kebun ? " Kata Kasman sedikit tak yakin dengan ide Paijo.
"Yah,
paling tidak kita sudah mememeriksa
keadaan seluruh rumah. Kalau nanti di belakang rumah tidak ada orang
kita langsung kembali ke padepokan."
"Kembali
tanpa membawa Laras? Ah Kau mau mengajakku bunuh diri? Pokoknya Kita harus
menemukan gadis itu!"
"Ya sudah
ayo kita cari di belakang, daripada berdebat terus kayak gini."
Kasman dan
Paijo kemudian melangkahkan kaki menuju belakang rumah. Suasana tak kalah sepi
dibanding dengan suasana di depan rumah, namun terdengar gemercik air dari
dalam bilik kecil yang bangunannya terpisah dari rumah induk. Paijo dan Kasman
saling pandang, seolah sudah mengerti dengan maksud masing-masing, keduanya
lalu mendekati bilik kecil yang difungsikan sebagai kamar mandi itu.
Kasman dan
Paijo melengokkan kepala mereka ke dalam celah antara atap dan tembok penyangga
yang terbuat dari bambu. Dua centeng itu langsung menelan ludah mereka sendiri
kala melihat di dalam bilik terlihat Laksmi
telanjang bulat sedang mengguyur tubuh mulusnya dengan air menggunakan
pecahan batok kelapa. Beberapa kali Laksmi mengurut payudaranya menggunakan
tangan untuk sekedar membersihkan badan, pemandangan erotis itu serta merta
membuat birahi Kasman dan Paijo bergejolak.
Untuk kedua
kali kalinya Kasman dan Paijo saling berpandangan, keduanya juga saling
mengangguk tanda menyetujui sesuatu. Dua centeng itu kemudian melangkah
perlahan mendekati pintu kamar mandi. Laksmi sama sekali tidak menyadari
kehadiran dua orang asing itu, dia masih asyik mengguyurkan air pada tubuhnya,
sampai pada akhirnya....
BRAAAKK!!!
"Kyaaaaaa!!!"
Teriak Laksmi
kencang saat pintu kamar mandi yang terbuat dari anyaman bambu terbuka lebar
dari luar. Seringai mesum muncul dari wajah dua centeng Juragan Seno, bak
serigala yang baru saja menemukan mangsa.
"Si..Siapa
kalian??!!"
Laksmi
ketakutan sambil berusahamenutupi dada
dan kemaluan sebisa mungkin dengan kedua tangan. Kasman dan Paijo langsung
terkesima dengan penampakan tubuh molek Laksmi, basah dan telanjang bulat.
Kini, isi kepala dari dua centeng itu dijauhkan dari tugas utamanya untuk
mencari keberadaan Laras. Kabut birahi secepat kilat menyelimuti benak mereka.
"Kami
bukan siapa-siapa, hehehehehe."
Ujar Kasman sambil tersenyum licik.
"Tidaakk!!
Tooloongg!!! Toooll...!!" Teriakan Laksmi terhenti saat dengan cepat Paijo
merangsek maju dan membungkam mulut gadis itu dengan tangan.
"Diam
atau Kami akan membunuhmu!" Ancam Kasman sambil menghunus pedangnya. Tubuh
Laksmi langsung menggigil ketakutan, ancaman para centeng Juragan Seno itu
sukses membuat niat perlawanan dalam dirinya raib begitu saja.
"Kau bisa
tenang sekarang? Hah?!" Hardik Paijo tangannya masih membungkam mulut
Laksmi, gadis bertubuh sintal itu hanya bisa mengangguk ketakutan, tanda
sebagai penyerahan diri.
"Bagus,
sekarang Kau harus menuruti perintah Kami, mengerti?" Bisik Paijo tepat di
telinga Laksmi, sekali lagi gadis cantik itu hanya bisa mengangguk ketakutan.
Paijo melepas
bungkaman tangannya pada mulut Laksmi, bertubuh kekar itu kemudian mulai
menciumi leher serta pipi Laksmi dari belakang. Rakus dan penuh syahwat, lidah
Paijo menari-nari menjilati kulit mulus gadis yang tengah ketakutan itu tanpa
rasa iba. Kasman tak mau ketinggalan, pria berkulit hitam itu mulai melepaskan
seluruh pakaiannya dan mendekati tubuh Laksmi dari depan. Dengan sangat
bernafsu, Kasman mulai menjejali mulutnya dengan puting Laksmi, menghisap dan
menjilati payudara gadis itu secara kasar dan brutal.
"Aaaaacchhhhh...Aawwwww...sakiiittt!!!
Aaaacchhh...Ampuuunn!!" Erang Laksmi saat merasakan hisapan mulut Kasman
pada payudaranya begitu kencang.
"Ssstttt!
Tenang saja cantik, sebentar lagi pasti akan jadi enak." Ucap Paijo
sebelum kembali menciumi tubuh Laksmi dari belakang.
Laksmi
memejamkan matanya saat tangan Paijo mulai merogoh bagian sensitif dari
tubuhnya, jemari centeng itu mulai menari-nari diantara rimbunya bulu
kemaluannya, mengorek dan memainkan kelentitnya. Di sisi lain, mulut dan lidah
Kasman semakin beringas melumat payudara Laksmi, kedua tangannya juga tak
jarang meremas-remas bagian belakang tubuh Laksmi. Seperti seorang musyafir
yang kehausan, Kasman terus menyedot puting Laksmi.
"Aaaahhhchh....
Aacchhhhhgh... "
Perlahan namun
pasti Laksmi mulai mengerang menahan nikmat yang mulai menjalari tubuhnya.
Permainan jari Paijo di area selangkangan dipadu permainan kasar lidah Kasman
pada payudaranya membuat Laksmi mulai terangsang.
Ini mungkin
bukan kali pertama Laksmi melakukan persetubuhan karena keperawanannya sudah
dia serahkan pada juragan Seno dua tahun silam untuk membayar hutang-hutang
Bapaknya akibat kegagalan panen. Tapi bersetubuh, atau lebih tepatnya melayani
dua pria sekaligus adalah pengalaman pertama bagi Laksmi. Paijo terlihat mulai
tak sabar, dia mulai melepaskan seluruh pakaiannya, batang penisnya sudah
berdiri tegak sama dengan apa yang terjadi pada penis Kasman.
"Ayo
hisap ini !" Perintah Paijo sambil menarik kepala Laksmi menuju
selangkangannya.
Tanpa memberi
perlawanan berarti, Laksmi mulai merubah posisi tubuhnya yang awalnya berdiri
kini bersimpuh di bawah tubuh Paijo dan Kasman. Tangannya mulai memberikan
kocokan pada penis Kasman, sementara mulutnya sudah disumpal oleh batang
kemaluan milik Paijo.
"Ecchhhhmm!
Pinter juga ternyata." Erang Kasman keenakan merasakan jari-jari lembut
Laksmi mengocok penisnya yang sudah mengeras sempurna.
Laksmi terus
mengocok penis Kasman, sementara pinggul Paijo mulai bergerak maju mundur,
melesakkan batang penis keluar masuk pada mulut Laksmi. Secara bergantian
Laksmi melayani penis kedua centeng itu, lenguhan dan desahan mulai terdengar
keras dari dalam kamar mandi. Sepuluh menit berlalu, Laksmi yang awalnya
terpaksa melayani nafsu bejat dua centeng itu mulai larut dalam permainan.
Birahi Laksmi lambat laun mulai ikut terbakar, permainan lidahnya pada penis
Kasman dan Paijo semakin lama semakin liar, meliuk-liuk menjelajahi tiap
jengkal batang penis dua pria asing yang sebelumnya datang dengan penuh
ancaman.
"Aaahhhhhh..
Enak banget seponganmu. ...Aahgggghhh... " Erang Paijo saat Laksmi
menyedot ujung penisnya.
"Kau mulai
menikmatinya ya. ..? Hmmm... ?" Tanya Kasman dengan tatapan mesum.
"Eeeeemmcchhhh...
Eeeemmcchhhh.... " Laksmi hanya bisa mengangguk tak mampu menjawab karena
mulutnya sudah sesak dipenuhi batang penis Paijo.
"Ayo kita
mulai Jo! "
"Hehehe...
Ayo Man, Aku juga sudah nggak tahan pengen ngrasain memeknya!"
Kasman menarik
tangan Laksmi kemudian mengangkat tubuh gadis itu ke atas pangkuannya. Kasman
menyandarkan tubuhnya pada bak kamar mandi yang terbuat dari bata jawa dan
campuran batu kali, dalam posisi membelakangi,
Laksmi bersiap menerima penetrasi penis Kasman yang sudah berdiri tegak
di bawah tubuhnya.
"Basahin
dulu Kang... " Ucap Laksmi lirih, meskipun vaginanya sudah basah tapi
ukuran kepala penis Kasman yang kekar dan gemuk diyakini gadis itu akan
menyakitkan jika tidak dibasahi terlebih dahulu.
Seperti enggan
untuk diperintah, Kasman dengan kasar langsung mengangkat pinggulnya dan
menarik tubuh Laksmi ke bawah, membuat ujung penisnya merangsek masuk ke dalam
vagina Laksmi dengan keras.
"Aaaaaarghhttt,!!!!
Saaakiittt!!!! " Teriak Laksmi.
"Hahahaha!!!
Rasakan dulu cantik! " Ejek Paijo yang berdiri tepat di hadapan tubuh
Laksmi.
Kasman
menggenjot vagina Laksmi dari bawah dengan sangat brutal membuat tubuh gadis
cantik itu bergerak naik turun dengan sangat cepat, payudaranya ikut bergerak
kesana kemari mengikuti irama sodokan penis Kasman.
"Aaaahhhh...Sempit
banget memekmu...!! Aaahhhh..!" Lenguh Kasman sambil terus mencengkram
pinggul Laksmi.
"Aaahhh!!!
Ampun Kang!!!Aaammpuun!!!Aargghhtt!" Teriak Laksmi kesakitan akibat
tusukan penis Kasman pada vaginanya begitu kasar dan keras.
Paijo yang
sejak tadi hanya berdiri melihat persetubuhan antara Laksmi dan Kasman akhirnya
tak tahan untuk ikut serta dalam permainan. Centeng berbadan kekar itu mendekati tubuh Laksmi, sambil berjongkok
Paijo mulai menjilati payudara Laksmi yang bergoncang naik turun, menghisap
kedua puting gadis itu secara bergantian.
"Eeeemmcchhh...Eeemmchhhh...Aaachhhgghh..."
Lenguh Laksmi manja saat bibir Paijo menciumi puting kanannya yang sudah sangat
keras akibat terangsang.
"Oooocchhhh...Ooocchhhhhh....Oooochhh..."
Kasman semakin menikmati persetubuhan apalagi kini tanpa harus dipaksa Laksmi
mulai ikut menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama sodokan penis Kasman dari
bawah.
"Eeeemmmcchhhhh..
!!!!" Untuk kedua kalinya mulut mungil Laksmi kembali dijejali batang
penis Paijo, kini dua lubang pada tubuhnya sudah sesak dipenuhi oleh dua batang
kemaluan para centeng juragan Seno.
Sempitnya
ruang kamar mandi tampaknya tak menyurutkan birahi mereka bertiga, pemerkosaan
kini tak lagi menjadi tajuk utama, melainkan adegan threesome yang begitu
dinikmati oleh Laksmi. Permainan kasar yang dilakukan oleh Paijo dan Kasman
bukan hanya menjadi pengalaman baru bagi Laksmi, tapi juga candu baru pada
gadis cantik itu. Lenguhan dan desahan saling bersahutan terdengar dari dalam
kamar mandi, Laksmi berubah menjadi sangat binal tubuhnya bergerak semakin liar
mengikuti irama tusukan penis Kasman yang masih menggenjotnya dari bawah,
bahkan kedua tangannya meremas-remas sendiri kedua buah payudaranya, seolah
ingin mendapatkan rangsangan lebih.
"Man, ayo
gantian, Aku juga pengen ngrasain memeknya." Ucap Paijo yang tampaknya tak
cukup puas hanya dengan mendapatkan pelayanan dari mulut Laksmi saja.
"Iya Jo,
Aku juga udah pegel nggenjotin dari bawah sini."
"Eeeemmcchhhhh.....Ayo
buruan keluarin peju kalian..." Rengek Laksmi, kali ini tak ada tatapan
mengiba, justru berubah menjadi tatapan binal menggoda.
"Heheheheh,
sabar ya nona cantik. Sebentar lagi Kami akan memenuhi lubang memekmu dengan
peju." Balas Kasman setelah mengangkat tubuh Laksmi.
Paijo segera
mengambil posisi di belakang tubuh Laksmi yang sebelumnya sudah bersiap
menungging, sementara Kasman sudah terlebih dahulu menjejali mulut Laksmi
dengan penis besarnya dari depan.
"Ooocccchhh.......Iiiyaahhhh...Mentokin
Kang...!!! Aaaaacchhhh..!!!" Erang Laksmi keras saat Paijo melesakkan
batang penisnya dengan keras dan kasar dari belakang.
"Oooocchh...Benar
katamu Man, memeknya sempit banget..!! Aaacchhhhh!!" Paijo mulai meracau
tak karuan saat menggenjot vagina Laksmi dari belakang, kedua tangannya
meremas-remas pantat Laksmi sambil sesekali memukulinya demngan sangat keras.
"Ayo isap
yang kenceng! Aaacchhh..!!" Perintah Kasman, sesuatu yang kemudian
langsung dituruti oleh Laksmi dengan hisapan kuat pada ujung penis Kasman,
sesekali gadis cantik itu menjilati lubang kencing Kasman membuat centeng itu
kelejotan hingga menjambak rambut Laksmi dengan kasar.
Paijo semakin
mempercepat sodokannya pada vagina Laksmi, tumbukan antara selangkangannya
dengan bagian luar pantat Laksmi sampai-sampai menimbulkan suara seperti
telapak tangan yang bertepuk. Di sisi lain Kasman sudah bersiap menyemprotkan
"lahar hangat" dari dalam penisnya, pria itu sudah mengocok penisnya
sendiri, ujung penis diarahkan tepat ke wajah Laksmi.
"Ayo
keluarin pejumu Kang....Keluarin yang
banyak...Eeemmcchhhhhh...Aaaacchhh....." Ucap Laksmi seperti bersiap
menerima semprotan sperma dari para centeng itu.
"Aaaaacchhhhhh...!!!!
Aaaacchhh...!!!"
CROOOTTTT...
CROOOTTTTT...
CROOOTTTT!!!
Kasman
akhirnya memuntahkan pelurunya tepat di wajah mulus Laksmi, ceceran sperma
membasahi hampir seluruh permukaan wajah gadis itu. Tak berselang lama giliran
Paijo yang mengalami ejakulasi, sambil berteriak keras pria itu menghujamkan
seluruh batang penisnya ke dalam vagina Laksmi.
"Aaaarrgghhtttttt!!!!!"
CRROOOTTTT....!!!
CROOOOTTT...!!!
CROOOOOTTTT!!
"Aaaaahhh......Biarin
di dalem dulu Kang...Aku ingin merasakan hangatnya pejumu...Eeemmcchhh..."
Pinta Laksmi menahan tubuh Paijo agar tidak beranjak dari posisinya.
"Eeemmmccchhhh...Sini
Aku bersihin pejumu Kang...Eemmcchh..." Laksmi beralih menjilati penis
Kasman yang berangsur mengecil, dijilatinya ujung penis Kasman, membersihkan
sisa-sia sperma yang masih tertinggal dan menelannya tanpa ada paksaan.
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY

Posting Komentar
0 Komentar