BINAL
GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 166 HALAMAN
HARGA : Rp 30.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY
PART 1
Hujan turun
rintik di tengah malam syahdu, di sebuah rumah yang berada di pusat kota,
kawasan elite para eksekutif muda sepasang manusia berlainan jenis sedang
mahsyuk dalam percumbuan. Clara menutup
pintu rumahnya setelah sebelumnya menutup jendela ruang tamu dengan
gorden gelap. Tak mau menunggu waktu lebih lama, Rio langsung memeluk Clara
erat, lebih erat dari seharusnya. Membiarkan si cantik itu menyandarkan kepala
di dada bidang Rio, membiarkannya melepaskan semua penat dan semua perasaan
kesal karena beban pekerjaan selama beberapa hari terakhir. Clara mendongak,
Rio menunduk. Bibir mereka bertemu. Bertautan dalam kemesraan yang utuh.
Bibir keduanya
saling berpagut, mengoles, menimpa, mencium, mengecup, menghisap, melumat.
Sekali, dua kali, tiga kali, empat, lima, enam, terus, dan terus, dan terus.
Mereka menumpahkan segala-galanya yang tersimpan dalam dada beberapa hari
terakhir, semua rasa penasaran, semua ketertarikan, semua yang melibatkan hati,
tumpah ruah di malam yang dingin. Tangan Rio bergerilya mengusap dan meremas
dada di balik kemeja putih slim fit milik Clara sementara mulutnya memagut
bibir sang empunya.
"Mmmmhhh..."
Desah Clara protes kecil.
Clara sadar
betul kalau saat ini ia sedang dipeluk dan dicium oleh laki-laki yang bukan
suaminya. Pria yang dulu semasa kuliah sering menggagahinya di toilet kampus,
mencumbunya di dalam mobil, menumpahkan hasrat di kamar kos tiba-tiba datang
kembali membawa sejuta kenangan dan kerinduan. Tangan Rio meraih ujung bawah
kemeja Clara.
"Buka?"
Clara mengangguk.
Jantung
keduanya berdebar kencang, mereka saling tatap dengan pandangan yang
menyala-nyala dibimbing oleh nafsu sejati seorang manusia. Tangan Rio menarik
ke atas ujung kemeja yang dikenakan oleh Clara kemudian mulai melepas satu
persatu kancingnya. Rio melempar pakaian Clara ke samping. Akhirnya si cantik
bertubuh indah itu berdiri hanya dengan mengenakan bra di hadapan laki-laki
yang bukan muhrimnya.
"Perfect."
Rio menggelengkan kepala dan berdecak kagum,
"Kamu
memang sempurna." Clara menggeleng. Masih malu.
Rio kembali
mengecup bibir Clara, merasakan nikmatnya hisapan, pagutan, kecupan, dan
pertalian lidah yang saling membelit dan melipat. Terasa sekali sentakan demi
sentakan elektris kenikmatan mereka rengkuh bersama. Rio membuka bajunya
sendiri, lalu celana panjang chinos yang sejak tadi ia kenakan, dan akhirnya
celana dalamnya. Ia sudah benar-benar telanjang sekarang semua ia lakukan
sembari mengecup bibir Clara.
"Eih!"
Saat melepas
ciuman, Clara sempat terpekik kaget melihat Rio sudah telanjang bulat di
hadapannya. Ia mencoba memalingkan wajah, tapi Rio memeluk dan kembali
menciumnya. Pria itu kemudian melepas kait tali bra yang dikenakan oleh Clara,
membuat buah dadanya kini tak lagi berbungkus.
"Masih
aja Kamu ya..." Bisik Clara lirih menggoda.
"Kenapa?"
"Nakal.."
Cengkraman dan
remasan tangan Rio tak lagi dapat dihindari, buah dada Clara menjadi sasaran
utama. Dengan nafsu yang kian memuncak, payudara Clara pun mengeras dan
putingnya menonjol keluar. Ciuman terus menerus dilakukan oleh Rio seakan tidak
ada hari esok, sementara tangannya terus meremas, dan meremas.
"Mmmhhh..."
Lenguhan Clara awalnya lembut, tapi makin lama makin kencang dan penuh
pelampiasan.
"Nggghhhh...!
Ngghhhhhhhhh...! Nghhhhhhhhhhh!!" Kepala Rio menunduk semakin ke bawah,
kali ini bibirnya tak lagi mengincar bibir Clara, melainkan puting susu sang
dewi jelita. Ia menangkup pentil susu mungil milik istri orang itu.
"Haaaaaaaaaagkkkhhh!
Hssssstttt!" Clara tak mungkin lagi menahan desahan yang keluar dari bibir
mungilnya.
Seluruh tubuh
Clara bergetar hebat dalam sensasi nikmat yang dipancarkan melalui sentuhan
lidah pada ujung pentil payudaranya. Rio
yang sudah lama tak merasakan payudara seorang wanita memanfaatkan waktu yang
ia miliki, ia mengecup, menjilat, mencium, melumat, menyapu hingga menghisap.
Lidahnya mengular, melintir, mengoles ke semua arah. Setiap apa yang ia
lakukan, menyebarkan sentakan elektris ke sekujur badan Clara. Si cantik itu
pun memeluk kepala Rio, menekannya di dada, membantu sang pejantan untuk menikmati
ranumnya buah dada.
Rio tak
berhenti, tangannya kembali beraksi. Kali ini ia membuka kancing celana Clara,
dan meloloskan jeans itu melalui kakinya yang jenjang. Clara tak berkutik dan
hanya mengikuti saja kemana birahinya membawa. Ia bahkan membantu mempermudah
Rio dengan melepas celana dalamnya sendiri. Kedua insan itu kini sudah
sama-sama telanjang bulat. Jemari Rio bermain, mengelus paha mulus yang sungguh
licin bagai ubin. Lalu ke selangkangan dan mengelus bibir kemaluan sang
bidadari. Sudah basah rupanya. Rio mundur dan tersenyum mengamati keindahan
tubuh Clara.
"Diliatin
doang nih?" Goda Clara dengan wajah erotis memabukkan.
"Kamu
memang sempurna banget, seharusnya Aku yang nikahin Kamu, bukan orng
lain." Ujar Rio sebelum kembali mendekat.
Ada gelombang
rasa haus akan birahi yang terus didaki oleh Clara, terlebih setelah ia melihat
batang kejantanan Rio yang kekar, besar, dan kencang. Si cantik itu meneguk
ludah saat melihat kemaluan Rio. Seumur hidupnya, baru kali ini Clara melihat
kemaluan laki-laki sebesar itu. Jantungnya semakin berdebar dan tubuhnya
bergetar menghangat ketika menyadari barang milik Rio sangat superior. Padahal
dulu seingat Clara penis Rio tak sebesar ini, entah apa yang telah dilakukan
pria itu untuk memermak batang kejantanannya.
"Bagaimana?"
Rio tersenyum melihat perubahan wajah Clara.
"Bagaimana...
ehem... bagaimana apanya?" suara Clara sedikit tercekat di awal. Malu si
cantik itu mengakui kalau ia kagum. Ia mengalihkan pandangan pada ruangan sekitar,
tak ingin menatap langsung ke mata Rio atau ke batang kemaluannya.
"Lebih
besar dibanding milik suamimu?"
"Ish."
Clara
mencibir. Rio mendekati ke arah Clara, lalu menarik tangannya dan meletakkan
jari jemari lentik milik Clara untuk menangkup besarnya batang kejantanan Rio.
"Lebih
besar atau tidak?" Rio memeluk tubuh indah di depannya dan berbisik di
telinga Clara. Clara meneguk ludah dan mengangguk.
"Lebih..."
Rio tersenyum
puas, ia semakin jumawa, tubuh sempurna Clara akan segera menjadi miliknya.
Wanita jelita yang juga istri pria lain ini akan segera ia jelajahi dan
taklukkan. Jari lentik Clara yang masih memegang batang kejantanan Rio
merasakan batang yang keras itu terasa hangat, kencang, dan juga berdenyut.
Benda besar inilah yang hendak dimasukkan ke dalam liang vaginanya yang mungil?
Pria gagah itu
mengecup bibir indah sang wanita , menguasai Clara dalam pelukannya yang
meluluhkan. Bibir memagut bibir, menelusur, mematuk, mengecup, mengelus dari
sisi kiri ke kanan, dari kanan ke kiri, menghisap, menuntut, membuat lutut
Clara lemas. Lidah Rio ikut menuntut, menusuk ke dalam, menjilat sudut-sudut
dalam rongga mulut sang bidadari. Clara membalas, lidahnya beradu dengan lidah
Rio, bibirnya yang dipagut membalas dengan hisapan penuh nafsu. Clara sudah
bukan lagi Clara, dia sudah berubah menjadi perwujudan manusia yang dikuasai
oleh nafsu alamiah sejati. Gila, Rio sungguh pintar sekali mencium, membuat
jiwa Clara seakan diterbangkan ke angkasa, menyatu dengan awan, mengarungi
angin, menikmati biru yang padu padan.
Tak hanya
bibir dan lidah, jari jemari Rio juga beraksi, memainkan buah dada Clara yang
sentosa dengan remasan dan elusan, makin membuai sang jelita ke awang-awang.
Beginilah kalau nafsu sudah berkuasa atas pikiran manusia, tidak ada kata
penyesalan akan perbuatan yang tercela. Beban hidup sudah lenyap tak teringat,
hanya mengendarai hawa nafsu untuk dipuaskan dan memuaskan. Desah bisikan
disertai peluh yang mulai menetes menjadi perlambang, bahwa sudah saatnya
meningkatkan pemainan. Rio merebahkan tubuh indah Clara ke sofa, bersatu
dengannya dalam satu pelukan. Rio rupanya tengah menatap keindahan yang
teronggok di antara selangkangan sang wanita muda, wajah Clara memerah, si
cantik itu segera menutup apa yang dilihat Rio dengan kaki jenjangnya.
"Mmmh.
Malu, ih." desah manja Clara.
"Kenapa
harus malu? Bibir vagina kamu cantik, sayang."
Rio tersenyum,
ia memegang kedua lutut Clara dan membukanya, merenggangkan kedua paha, membuka
pintu menuju jendela bahagia. Sang pria gagah itu maju sedikit untuk meletakkan
penisnya tepat di depan bibir vagina Clara, membuat cairan pelumas liang cinta sang
bidadari makin membanjir. Wanita cantik jelita itu mungkin sudah tak ingat lagi
statusnya sebagai istri dari seorang
suami setia bernama Akmal Hasan, ia hanya ingin merengkuh kenikmatan dalam
labuhan nafsu.
"Aku
masukin ya."
"He'em...
tapi pelan ya." Rio mengangguk.
Ujung gundul
kejantanan Rio mulai menyelinap masuk bak serdadu penyelundup. Perlahan tapi
adidaya. Clara kembali mengernyitkan dahi dan mendesis sakit ketika batang
kejantanan pria yang pernah menjadi kekasihnya itu mulai berkuasa di dalam
liang cintanya.
"Nghhhh..."
Clara meringis kesakitan.
"Sakit,
sayang?"
"He'em...
gede banget sih..."
Rio menusuk
dengan gerakan yang lembut, batangnya bagai ditangkup dan dilahap liang cinta
yang paling sempit di dunia. Kenikmatannya sungguh luar biasa. Dia sama sekali
tidak mengira kalau vagina Clara ternyata masih serapat ini. Benar-benar dewi
idaman yang masih seperti perawan.
"Ehm..."
Clara mendesah dengan mata terpejam dan kepala yang dilempar ke kanan dan kiri.
Tak kuasa menahan rasa sakit yang nikmat bukan kepalang.
"Pelan,
Aacch... pelan..."
Rio mendorong
pantatnya ke depan selembut mungkin, agar tusukannya bisa masuk tanpa menyakiti
Clara. Dengan sepelan mungkin Rio menyodok ke depan, melesak, menguak, membuka
jalan, melebarkan saluran. Liang cinta yang sempit dan sesak kini mulai
terjejali dengan sempurna. Clara masih merintih kesakitan. Ada perih di sana,
ada ngilu, ada rasa yang tidak pernah hadir, saat ia memadu kasih bersama
suaminya.
"Edan,
masih rapet banget memek kamu, sayang."
"He'em..."
Clara kembali
mendesah lirih. Dia tidak bisa fokus bercakap, dia hanya merasakan ngilu di
antara selangkangannya. Ingin disudahi, tapi juga ingin dikuasai. Rio tahu
Clara masih belum merasakan nikmat karena selama ini belum pernah ada batang
penis sebesar milik Rio meraja di liang cinta sempitnya, maka ia pun segera
berinovasi. Bibirnya bergerilya di sekujur tubuh Clara. Pundak, leher, pipi,
dan bibir menjadi sasaran pagutan berulang. Buah dada dan puting menjadi
sasaran remas dan cubitan.
"Oocchhh!
Fuck!"
Jilatan lidah
dan letupan ciuman Rio yang menghunjam di sekujur badan membuat Clara akhirnya
berkelojotan, tak mampu menguasai diri sendiri, tenggelam dalam badai nafsu
birahi. Hingga akhirnya alam bawah sadarnya menyelimuti rasa perih dan ngilu
yang sebelumnya memenjarakannya dari kenikmatan. Kini pintu dosa itu sudah
terbuka, dan Clara melaju kencang untuk menggapai apa yang sebelumnya dibatasi,
ia melonjak mendaki nafsu birahi.
"Enak
sayang?" tanya Rio.
"Mmhhhh...
mmmhhhh... mmmhhhh..." Clara hanya melenguh tanpa mampu mengutarakan rasa,
tapi ia mengangguk untuk mengiyakan.
Batang
kejantanan Rio yang keras dan kencang masuk teramat perlahan seiring kerja keras
bibirnya yang terus menerus menciumi wajah Clara. Remasan tangan dan cubitan
pada pentil payudara sang bidadari juga membuat Clara kian tak tahan. Rio
memang tidak ingin memburu, dia ingin menikmati saat-saat ketika penisnya
menguak liang cinta sempit yang mengagumkan ini.
"Hnggkkkkkkkhhhhhhhhh!"
Clara melenguh panjang dan mengerutkan kening.
Itulah saat
ketika batang kejantanan Rio menyeruak masuk ke dalam hingga ke ujung pangkal
liang di mana batang kejantanan Akmal biasanya terbenam. Tapi Rio bukan Akmal.
Dia mendesak masuk lagi, menusuk lebih dalam lagi untuk membuat Clara merasakan
apa yang belum pernah ia rasakan sebelum ini. Setiap rasa sakit yang dirasakan
oleh Clara, dibalas dengan ciuman dan pagutan, remasan dan elusan. Silih
berganti menjadikan tubuhnya ibarat taman bermain, di mana jari jemari adalah
pengunjung yang menjadi raja dan ratu, berkuasa penuh dan menjadi tamu. Gairah
Clara menyala dahsyat. Ia kembali mendesah, selangkangannya makin basah.
"Acccchhhhh..."
Dengan penuh
kesadaran Clara membuka lebar-lebar kedua paha, merenggangkan kaki jenjangnya,
supaya Rio lebih leluasa melesakkan penisnya. Pria itu tersenyum dan mematuhi
undangan Clara. Ia pun segera menggerakkan tubuhnya, maju dan mundur, keluar
dan masuk.
Keluar, masuk,
keluar, masuk. Tarik, sodok, tarik, sodok, tarik, sodok. Masuk, keluar, masuk,
keluar, masuk, keluar. Maju, mundur, maju, mundur, maju, mundur. Terus, terus,
terus. Mulut Clara terbuka lebar, desahan, erangan, lenguhan mulai terdengar
tanpa kendali. Ia bahkan sesekali berteriak
tapi kali ini dalam kenikmatan, bukan karena sakit yang merajam. Liang
cintanya mulai lentur menyesuaikan ukuran dengan batang kejantanan besar milik
Rio.
Keringat
sebesar jagung menetes membasahi wajah kedua insan yang tengah memadu cinta.
Mereka tak lagi ingat siapa-siapa. Pikiran terpusat pada kenikmatan semata.
Clara kini sudah tak lagi dibatasi rasa nyeri, ia ikuti kata birahi. Dipacu
semangat tinggi, dengan kenikmatan yang makin mendaki, Rio juga tak lagi
membatasi diri. Ia gunakan seluruh energi, untuk memuaskan diri, untuk
memanjakan hati, dengan kanvas tubuh Clara yang bebas ia nikmati.
Bibir
mengerang, tubuh menegang, badan berputar ke kiri dan kanan, nafsu meraja,
nikmat dirasa. Napas yang berpacu terdengar dari dengusan berulang saat tubuh
Rio bergerak tanpa henti, memaksakan diri untuk terus menyodok dan menguasai
liang cinta sang dewi. Tangannya bergerak meremas, bibirnya tak henti mengecup,
dan batang kejantanannya terus menerus keluar masuk. Clara melenguh dan
mengerang, tak bisa mengatasi sensasi. Dibandingkan sang suami tentu penis Rio
lebih panjang dan lebih besar, vaginanya berasa direnggangkan.
Dinding-dinding
liang cintanya kini terdesak melebar dan rasanya seperti keajaiban. Kedua badan
bergoyang, berguncang, dan bergetar, tiap kali pinggul melaju untuk menyodok,
menusuk, melesak, dan menyeruak. Makin lama kesadaran Clara makin lenyap
ditelan birahi, ia makin mengikuti gerakan dari sang penguasa liang cintanya
saat ini. Saat Rio maju ia terima dengan penuh daya, sedangkan tiap kali Rio
mundur ia menghamba.
"Teruuuus..."
pinta Clara, berharap Rio menumbuknya lagi dan lagi dan lagi.
"Masukin
lagi, teruuus... enaaaakgghh... mmmh... mmmhhh..."
Permintaan
Clara ibarat siraman bensin di atas api. Rio menggenjot kian semangat, ia
bergerak lebih cepat dan menusuk lebih dalam. Batang kemaluannya benar-benar
memekarkan vagina sang dewi jelita yang hanya sanggup mengerang dan melenguh
saat gairah dilampiaskan. Rio menatap sang dewi dengan penuh rasa nafsu.
"Enak
banget memekmu, Clara. Enaaaak bangeeett..."
Clara juga
merasakan hal yang sama, rasa nyaman dan nikmat di selangkangan yang diwujudkan
oleh persatuan dua alat kelamin yang saling melengkapi dan mengisi, berpadu
padan menjadi satu kesatuan. Menangkup dan melesak, memijat dan menusuk,
meremas dan mendorong.
"Boleh...
hnnghhh... boleh aku keluarin di dalam?" Tanya Rio sambil menggoyangkan
pantatnya maju mundur dengan kekuatan penuh, ibarat ia menggunakan penisnya
untuk menggergaji liang cinta milik Clara yang tak henti-hentinya mendesah
mengendarai birahi yang tak terperi. Si jelita itu hanya sanggup melenguh
berulang tanpa bisa ditahan.
Mata Clara
masih terpejam, tubuhnya tersentak berulang digoyang sedemikian kencang hingga
melayang. Tusukan demi tusukan memasuki tubuh Clara tanpa henti, tanpa ampun,
tanpa ragu, semua dilakukan untuk memuaskan diri sampai ke ujung kenikmatan.
Sungguh luar
biasa nikmat ini bagi Clara. Sungguh berbeda dengan kenikmatan yang diberikan
oleh suaminya. Sumpah ia tidak ingin membandingkan, tapi memang amat berbeda.
Akmal menyetubuhinya dengan lembut dan penuh cinta, Rio menggumulinya dengan
tuntutan nafsu yang menggelegak dan menjadikannya wanita. Jantung Clara
berdetak kencang, napasnya memburu tidak karuan, nafsunya ibarat kereta yang
terus dipacu penuh kecepatan.
"Bo-boleh."
Entah kenapa
Clara mengucapkannya. Dia hanya tidak ingin genjotan ini berakhir, karena ia
berasa bagaikan disihir, apalagi saat penis Rio dipuntir, dikeluarkan sedikit
dengan melipir, lalu disentakkan begitu kencang menghancurkan daya pikir,
hingga akhirnya menghadirkan sentakan ke sekujur tubuh dari hulu sampai ke
hilir. Jemari saling bertautan, saling menggenggam erat. Persatuan dua kelamin
yang melekat seakan tak ingin terlepas, penis yang menusuk, dan vagina yang
memijit. Cinta tidak hadir di sini, nafsu yang pegang peranan. Gelombang
tsunami nafsu hewani yang diikuti, dituruti, dan dijadikan raja sehari. Tak
banyak kata terucap, karena bersatunya tubuh menjadi pemuas nikmat.
Clara melenguh
dan mendesah lirih, tubuhnya terguncang berulang, tiap kali sodokan kencang
datang. Dia ingin dikuasai, ditaklukkan, dijadikan mainan, ditusuk oleh batang
kejantanan, dan diberi kenikmatan. Si cantik itu memeluk dan menciumi sekujur
tubuh sang pejantan, pundak, leher, pipi, dan tentunya bibir. Clara tak tahan
lagi, nafsunya makin memuncak, kecepatan
Rio juga makin meningkat, napas keduanya memburu seperti ingin segera bersama
mencapai tujuan akhir. Genjotan Rio makin menggila.
Tiap sentakan
seperti lebih kencang dari sebelumnya. Tubuh Clara kelojotan dibuatnya, tak
tahan dengan semua kenikmatan yang diberikan. Sesak, ngilu, sedap, nikmat,
semua menyatu bagaikan bumbu-bumbu yang dipadukan untuk menjadi sajian akhir
yang akan sangat lezat. Clara memeluk tubuh kekar Rio saat puncak kenikmatan
hadir kembali dalam diri, menguasai, menaut, dan bertahta.
"Acchhhhh,
Akuuuu ngga kuaaaaaat!!!" Kencang Clara menjerit.
Cairan pelumas
vagina bercampur dengan cairan cinta yang secara bersamaan membasahi
dinding-dinding liang kewanitaan milik Clara. Rasanya? Sungguh luar biasa. Enak
tak terperi, terbang tak terbayang, melayang bagai layang-layang, bersahutan di
tepian awan. Badai kenikmatan menggelora membuat tubuh Clarala melejit
berulang. Sementara itu batang kejantanan Rio tak berhenti menusuk, menyodok,
dan menguasai liang cinta sang bidadari idaman. Inilah yang ia tunggu, inilah
yang ia cari selama ini. mendulang kenikmatan bersama wanita terindah yang
pernah ia temui. Apalagi ketika dinding liang kewanitaan Clara ibarat memijat
dan memijit ruas batang penis, membuat Rio merem melek merasakan vagina
tersempit yang pernah ia masuki.
"Aaaaaghhhh...
Aku mau keluar sayaaaaang." Rio akhirnya melenguh.
Kepala pria
itu turun ke bawah, bagai elang yang menyambar, menyusuri leher, dagu dan
akhirnya bibir Clara. Mereka saling
memagut, saling melilitkan lidah, saling menghisap menikmati aroma buah
terlarang hingga ke titik penghabisan. Sodokan terakhir. Pemuncak. Napas Rio
makin tersengal-sengal, ia dan Clara masih berpagutan dengan kencang, dengan
batang kejantanan ia tanam teramat jauh hingga ke ujung dinding terdalam.
Tubuhnya menegang, matanya terpejam. Batang kejantanan Rio berdenyut berulang,
hingga akhirnya ujung gundulnya menyemburkan cairan cinta hangat yang membasahi
dinding-dinding gua cinta sang dewi jelita. Cairan kepuasan pun membanjir di
dalam vagina Clara. Keduanya berpelukan dalam pelepasan kepuasan.
Lalu tiba-tiba
sebuah kenyataan tak terhindarkan, pintu rumah terbuka lebar menghadirkan wajah
geram bercampur amarah dari Akmal yang pulang lebih cepat dibanding yang
diperkirakan oleh Clara. Suami sah Clara itu langsung menerjang tubuh Rio yang
masih tergolek lemas setelah meneguk birahi.
"BAJINGAAAAANNNN!!!!"
***
CLARA POV
Kejadian
beberapa hari lalu saat Akmal, suamiku, memergokiku sedang bercinta dengan Rio
membuat situasi rumah tangga kami berdua menjadi begitu dingin. Akmal jadi
begitu hemat berbicara denganku, jika Aku yang tak bertanya maka Akmal tak akan
mengeluarkan kata dari mulutnya. Tak hanya mendiamkanku, Akmal juga tak mau lagi
menyentuhku, bahkan menatap wajahku lebih dari 10 detik pun tidak. Saat malam
datang, Akmal memilih untuk tidur di ruang tv meninggalkanku sendirian di dalam
kamar.
Malam itu
setelah melihatku bugil dengan pria lain, Akmal meluapkan emosi dengan
menghajar Rio habis-habisan. Keributan di dalam rumah membuat para tetangga
kanan kiriku datang berduyun-duyun untuk melihat, alhasil skandal busuk yang
melibatkanku dengan Rio diketahui oleh orang banyak. Pak Bambang, RT di
lingkunganku, serta beberapa tetangga lain langsung mencoba menenangkan Akmal
yang sudah kalap. Jika saja mereka tak berhasil membuat tubuh Akmal sedikit
tenang dan berhenti menghajar Rio bisa dipastikan kejadian menjadi semakin
runyam.
Pak RT,
menyarankan agar masalah ini diselesaikan lewat jalur hukum, karena apa yang telah Aku lakukan dengan Rio bukan hanya menyinggung norma kesusilaan,
tapi juga melanggar norma hukum. Namun Akmal memiliki pemikiran berbeda,
setelah sedikit tenang, Akmal memutuskan agar masalah ini tuntas tanpa perlu
melibatkan Polisi. Akmal memilih untuk membiarkan Rio pergi tanpa menerima
konsekuensi hukum, meskipun wajahnya babak belur setelah menerima bogem mentah
dari suamiku itu.
Lalu bagaimana
denganku? Malam itu, rasanya ingin sekali Aku loncat dari gedung yang tinggi.
Aku lebih memilih untuk segera mati
daripada harus menghadapi pandangan mata para tetanggaku yang seolah
telah memvonisku sebagai wanita murahan, istri pengkhianat, gundik, wanita
gatel dan semua sebutan buruk lain yang pantas ditujukan kepadaku. Aku memang
pantas menerimanya, apa yang telah Aku lakukan bukan hanya mengkhianati
kepercayaan Akmal tapi juga telah mengotori kenyamanan di lingkungan sekitarku.
Kalian pasti
bertanya kenapa Aku bisa sebodoh dan seliar ini? Memasukkan pria lain, dan
bercinta dengannya di rumahku sendiri? Jika ini boleh dikatakan khilaf, maka
ini adalah kekhilafan yang paling khilaf. Akal warasku telah tertutup nafsu dan
kalian boleh menyalahkanku karena ini.
Semua dimulai
dari masa SMP saat guru olah ragaku bernama Pak Roby mencabuli serta memanfaatkan kepolosanku yang
serba ingin tahu. Ya, kegadisanku telah direnggut oleh guru bertubuh atletis
itu ketika Aku baru kelas 2 SMP. Keluguan masa mudaku bisa begitu cermat
dimanfaatkan oleh Pak Roby yang berhasil memperdaya sekaligus mengambil
mahkotaku sebagai seorang wanita. Buaian kata-kata manis dipadu pesonanya yang
gagah rupawan membuatku mabuk kepayang bak dibawa terbang ke ujung nirwana. Tak
hanya sekali dua kali Pak Roby menjamah tubuhku, meniduriku, melesakkan batang
penis kekarnya ke liang senggamaku. Pak Roby melakukannya berkali-kali,
mengubahku dari gadis polos yang tak tau apa-apa soal sex, menjadi gadis yang
begitu exited saat berhubungan dengan sex.
Semenjak
kegadisanku direnggut oleh Pak Roby kala itu, aku jadi gila dan ketagihan seks.
Maka, jika di SMU atau lingkungan kampus tempat kuliahku selanjutnya aku
dikenal sebagai cewek nakal, cewek over open minded atau cewek mesum yang bisa
dipake, kalian tahu siapa Iblis penjerumus kesucianku. Mind that. Aku tidak
jadi binal seperti ini begitu saja. Dengan tubuh terawat serta paras cantik tak
sulit bagiku untuk membuat banyak pria bertekuk lutut di hadapanku hanya untuk
urusan sex.
Liar, party,
party, dan party, itulah corak warna warni kehidupanku dari remaja hingga
dewasa muda umur dua puluhan. Aku sering dikelilingi laki-laki, dan tentu saja
niat mereka mendekatiku tidak hanya sekedar berteman. Ya, aku tahu mereka
menginginkan tubuhku. Aku pun begitu, senang untuk bertualang serta mencicipi
tiap rasa sentuhan dan pelukan pria-pria tampan yang beruntung kupilih untuk
diajak tidur. Hidupku terus berlangsung seperti itu, hingga aku merasa agak
monoton dan menginginkan suasana baru. Aku ingin berhenti dan bertobat. Aku
ingin mencoba untuk hidup serius dan normal seperti wanita-wanita bahagia
lainnya, yang menikah dan mempunyai anak.
Maka takdir
mempertemukanku dengan Akmal, seorang pria dari keluarga pengusaha, mapan dan
bertanggung jawab. Akmal seperti sebuah antitesa dari semua pria yang pernah
hadir dalam setiap petualangan liarku. Akmal melihatku bukan karena paras
cantikku, atau karena bentuk tubuhku yang indah. Akmal melihatku sebagai
seorang wanita yang dia anggap bisa melengkapi kekurangannya sebagai seorang
pria.
Ketika Aku
jujur telah tidur dengan banyak pria sebelum mengenalnya, Akmal sama sekali tak
terkejut atau marah sekalipun. Baginya, masa laluku sesuatu yang tak
menghalangi niatnya sedikitpun untuk menjalin hubungan serius denganku. Aku
sempat ragu, dan merasa Akmal adalah jalan Tuhan untuk sekedar menghukumku atas
semua kebinalan yang selama ini Aku lakukan. Tapi Akmal, tak menyerah, pria itu
terus meyakinkanku bahwa niatnya adalah sebuah ketulusan dan tak perlu
diragukan.
Menikah? Yeah,
itulah keputusan besar yang kuambil tepat di usia 24 tahuntak lama setelah aku
diterima bekerja di kantor EO. Aku
bersedia karena Aku juga mencintai Akmal dan menginginkannya sepenuh hati.
Keteguhannya dalam memperjuangkanku membuat hatiku luruh dan menerima
pinangannya.
Memasuki
jenjang pernikahan, tentu aku berusaha menjadi istri yang baik, wanita yang
baik. Party, dugem, bersenang-senang bersama teman, semua mampu aku hentikan.
Namun entah mengapa, ada satu yang amat sulit kutanggulangi. Yaitu, libido
seksual tinggi serta hasrat kebetinaan liarku. Inilah awal dari bencana.
Hingga
beberapa bulan lalu Rio kembali datang. Pria yang dulu semasa jaman kuliah
pernah dekat denganku, dan tentu saja pernah menikmati tubuhku, tiba-tiba
muncul dan menawarkan sesuatu yang baru dalam hidupku. Ya, satu tahun membina
rumah tangga dengan Akmal ternyata sama sekali tak membuat batinku bahagia.
Secara personal Akmal pria yang baik, bahkan sangat baik menurutku. Tapi Akmal
tak cukup baik untuk menaklukan keliaranku di atas ranjang. Saat
Kami bercinta,
Akmal bermain begitu lembut sementara tubuhku menginginkan lebih. Akmal
memperlakukanku layaknya seorang putri yang tak boleh tergores sementara Aku
menginginkan persetubuhan kasar dan melibatkan banyak nafsu, hasrat, dan
birahi. Rio, bisa memberikan kekosongan yang tak bisa dipenuhi oleh suamiku
sendiri.
Maka,
kehadiran Rio serta merta membuat sisi liarku yang sudah terkubur cukup dalam
setelah menikah dengan Akmal, lambat laun kembali berkobar. Kami berdua
mengahabiskan banyak waktu saat jam makan siang kantor, atau selepas jam pulang
kerja. Tentu Aku semakin lihai pula untuk membuat alasan pada suamiku agar bisa
meneguk birahi bersama pejantan lain. Lembur sampai dengan tugas luar kota
seringkali Aku lontarkan pada suamiku agar dia tak curiga terhadapku. Semuanya
berjalan lancar hingga beberapa malam lalu semuanya terbongkar. Memang benar
kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga.
Aku sekarang bukan hanya jatuh, tapi juga tak berdaya atas rasa bersalah.
***
Minggu pagi,
saat Aku menyapu halaman rumah sebuah city car yang begitu Aku kenali berhenti
tepat di depan pagar rumahku. Seorang wanita paruh baya mengenakan kaftan hitam
turun dari dalam mobil, menyusul berikutnya seorang wanita muda mengenakan
hijab panjang warna putih ikut turun dari kursi penumpang. Sempat tertegun
beberapa saat, Aku bergegas membukakan pintu pagar.
"Kok
tumben mampir pagi-pagi banget Mah?" Sapaku pada Mama mertuaku sambil
membuka pagar rumah. Mertuaku hanya memandangku dengan datar tanpa ekspresi,
sementara wanita muda di belakangnya mengangguk sopan ke arahku.
"Akmal
mana?" Tanya mertuaku.
"Mas
Akmal ada kok Mah, mungkin masih tidur. Biar Saya bangunkan." Ujarku.
"Nggak
usah, biar Aku sendiri yang bangunin." Ucap mertuaku dengan ketus seraya
melangkahkan kaki menuju ke dalam rumah.
"Permisi
Mbak.." Ucap wanita muda tadi sebelum mengikuti langkah mertuaku untuk
masuk ke dalam rumah. Aku hanya mengangguk sambil memaksakan senyum padanya.
Public
enemy, itulah Aku setelah kejadian beberapa malam lalu. Aibku menyebar
begitu cepat bak jerami yang tersulut api, meluluhlantakkan kepercayaan semua
orang kepadaku. Khususnya Mama mertuaku yang memang sejak awal tak menyetujui
pernikahanku dengan Akmal. Maka saat aibku terbongkar, bukan hanya kemarahannya
saja yang Aku terima tapi juga sikap dingin bin ketus melebihi apa yang
diberikan Akmal kepadaku. Dan sepagi ini Aku harus menghadapinya seorang diri.
Aku bergegas
menuju dapur untuk menyiapkan minuman, Sesaat Aku melihat wanita muda yang
datang bersama mertuaku sudah duduk anggun di atas sofa sementara mama mertuaku
sudah berada di dalam kamar pribadiku di lantai dua untuk membangunkan Akmal.
Kembali dia mengangguk sopan ke arahku, senyumnya tipis tapi sudah cukup
menggambarkan kecantikan seorang muslimah yang tertutup hijab.
Saat Aku
menyiapkan minuman dan beberapa cemilan untuk menyambut tamu terdengar langkah
kaki Mama mertuaku bersama Akmal. Terdengar pula perkataan mertuaku yang
mungkin sengaja dikeraskan agar jelas terdengar olehku. Sebuah perkataan yang
membuat hatiku begitu perih seperti digores sembilu.
"Hana itu
wanita baik-baik, nggak suka selingkuh apalagi doyang tidur dengan pria lain.
Mama sengaja ajak dia ke sini biar bisa ketemu Kamu." Ucap Mama mertuaku
sambil melangkah menuruni anak tangga, Aku yang ada di dapur cukup jelas
mendengar itu.
"Mah! Kan
Aku sudah bilang kalo.."
"Udah!
Sekarang nurut apa kata Mama! Ayo kita temui dulu Hana, dia udah nunggu di
ruang tamu." Kalimat Akmal dipotong langsung oleh mertuaku seraya memaksa
suamiku untuk menuruni anak tangga dan menemui wanita muda yang sedang duduk di
atas sofa ruang tamu rumahku.
Aku berdiri
terpaku, tiga buah cangkir yang sebelumnya Aku siapkan untuk menyeduh teh
hangat teronggok begitu saja di hadapanku. Tubuhku mendadak lemas saat
mendengar jelas bagaimana Mama mertuaku tengah mengupayakan perjodohan suamiku
dengan Akmal dikala Aku masih ada di sini. Aku tak kuat untuk menahan sedih,
bahkan sampai air mataku jatuh bClarang. Di ruang tamu Mama mertuaku terus
menceramahi Akmal tentang pentingnya memilih calon istri yang tepat.
Dosa-dosaku diumbar begitu saja tanpa filter, tanpa rasa sungkan sedikitpun.
"Mah,
bisa nggak kita bicarakan masalah ini lain waktu saja?" Ujar Akmal
beberapa saat kemudian.
"Lain
waktu kapan lagi? Kalau Kamu nggak dijodohin kayak gini, Kamu pasti akan terus
hidup serumah dengan sundal satu itu!"
"Mah?
Nggak perlu kayak gini." Ucap Akmal tegas namun dengan intonasi tak
melebihi lengkingan suara Mama mertuaku.
"Kamu
denger ya, demi Allah Mama nggak rela Kamu terus jadi suami Clara! Mama nggak
ikhlas liat Kamu dikhianati kayak kemaren! Mama sudah bilang dari dulu, kalau
cari istri itu cari yang bibit,bebet, bobotnya jelas jangan sembarangan! Kamu
nggak denger kata Mama dan apa hasilnya? Istrimu itu malah tidur dengan
laki-laki lain, dan dia melakukannya di rumahmu! Gila!"
Rentetan
sumpah serapah dari mama mertuaku seperti dentuman bom yang meledak secara
simultan dalam dadaku. Mengoyak sekaligus membuat perih perasaanku namun Aku
tak punya satupun pembelaan karena apa yang dikatakannya adalah sebuah
kebenaran. Pengkhianatanku pada Akmal memang tak bisa dibenarkan, namun kenapa
harus menyiksa batinku pelan-pelan seperti ini.
PYAAARR!!!
Tanpa sadar
Aku menyenggol satu buah cangkir, membuatnya terjatuh dari atas meja dapur
menghantam lantai dan membuatnya pecah berkeping-keping. Buru-buru Aku mencoba
membersihkan pecahan cangkir itu, mungkin pagi ini adalah hari apesku karena
tergesa untuk membersihkan salah satu pecahan cangkir menggores ujung jariku
hingga membuatnya mengeluarkan darah.
"Istri
macam apa Kamu ini? Ngurus dapur aja nggak becus!" Hardik Mama mertuaku
yang sudah berdiri di dekat meja dapur. Aku kaget bukan main karena kali ini
mama mertuaku langsung mengomeliku ketika suamiku juga ada di dekatnya.
"Udah
Mah. Udah." Ujar Akmal mencoba menenangkan emosi Mamanya.
"Liat
dia, wanita kayak gitu yang Kamu pilih jadi istrimu? Udah Mama pulang dulu,
makin nggak betah lama-lama di sini kalo masih ada wanita iblis!"
Sungguh
untaian kata-kata kasar itu benar-benar melukaiku, tubuhku langsung lemas
seperti tanpa tulang hingga akhirnya hanya bisa membuatku bersimpuh di atas
lantai dapur sambil terisak tangis. Setelah Mama mertuaku dan Hana meninggalkan
rumah, Akmal berjalan kembali ke arah dapur. Pria itu sejenak tertegun
melihatku bersimpuh di atas lantai dengan air mata berderai, lalu dia
mendekatiku, melihat ujung jari kananku yang berdarah kemudian menghisapnya
menggunakan mulutnya.
Tangisku makin
deras, bukan karena sumpah serapah mama mertuaku tapi karena sikap Akmal yang
masih begitu lembut kepadaku, bahkan dia tak ingin melihatku terluka. Padahal
jika dia mau, Akmal bisa saja langsung mencampakkanku seperti yang diinginkan
oleh mama mertuaku setelah Aku keahuan tidur dengan pria lain. Tapi Akmal tetap
teguh mempertahankan pernikahan kami. Namun sikap inilah yang perlahan makin
menyiksaku, Akmal mungkin tak memvonisku tapi di sisi lain dia juga
mendiamkanku sepanjang waktu.
"Maafin
Mama ya, mungkin hari ini moodnya lagi nggak baik." Ujar Akmal setelah
memastikan ujung jariku berhenti mengeluarkan darah.
"Nggak
ada yang perlu dimaafin, apa yang dikatakan Mama semuanya benar. Aku udah nggak
bisa bertahan seorang diri seperti ini. Divonis sekaligus dihukum oleh banyak
orang tanpa bisa membela diri. Lebih baik kita sudahi saja, ceraikan Aku."
Ujarku dengan derai airmata masih bClarang. Akmal terhenyak, menatap wajahku
lebih dalam.
"Ta..Tapi
Aku.."
"Apalagi
yang Kamu pertahankan? Aku sudah tidur dengan laki-laki lain, dan Kamu
melihatnya sendiri! Apalagi Mal? Apa?! Cinta? Bullshit! Sekian lama Kamu
mendiamkanku seolah membunuhku pelan-pelan, membiarkanku dihina oleh semua
orang! Aku tidak butuh dibela, tapi jangan pula Aku disiksa seperti ini!"
Emosiku mendadak meninggi, sungguh Aku ingin meluapkannya sekarang juga pada
Akmal.
"Aku
tidak bermaksud begitu, Aku cuma butuh waktu untuk memaafkanmu. Aku nggak mau
rumah tangga kita gagal, harga diriku sebagai seorang pria dipertaruhkan."
"Kamu
tidak perlu mempertaruhkan apapun mulai sekarang, lepaskan Aku. Kita sudahi
pernikahan ini, Kamu pantas untuk bahagia." Ucapku sebelum berdiri dan
melangkah pergi.
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY

Posting Komentar
0 Komentar