KERUDUNG DUSTA

 

GENRE : HIJAB EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 206 HALAMAN
HARGA: Rp 30.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY



PART 1

 

Ubay terbaring  di atas tempat tidurnya, sebuah kasur sederhana yang sudah sedikit menurun di tengahnya, menandakan seringnya digunakan. Hari ini, seperti kebanyakan hari libur lainnya, dia merasa malas untuk bangkit. Matanya menatap langit-langit kamar yang hanya diterangi cahaya matahari yang masuk melalui jendela kecil di sisi kanan kamar.

Kamar kos yang ditempati Ubay memang minimalis, hanya ada sebuah meja kerja di sudut, lemari kecil, dan rak buku yang penuh dengan dokumen kerja dan buku hukum yang baru ia beli. Tapi meskipun ruangannya terbatas, kamar ini terasa nyaman dan memberi kesan tenang.

Di sudut lain, sebuah kursi plastik hitam yang sederhana tergeletak, seolah menunggu untuk digunakan, namun hari ini sepertinya hanya akan menjadi penUbayt dari hari libur yang malas ini. Pakaian kerja yang baru saja dikenakan tadi pagi terlipat rapi di atas meja, menunggu untuk dipakai lagi esok. Di sisi jendela, sebuah tanaman hias kecil menambah kesan hidup di dalam kamar, memberi sentuhan hijau yang menenangkan.

Ubay menghela napas panjang, merasakan kelembutan bantal yang mendukung kepalanya. Kamar ini setiap sudutnya memberi rasa nyaman yang membuatnya merasa lebih tenang setelah seminggu penuh dengan rutinitas baru di kantor hukum yang menuntut banyak energi dan perhatian. Hari ini, di tengah kemalasan, ia memutuskan untuk menikmati sedikit waktu untuk diri sendiri.

Ubay, seorang fresh graduate yang bekerja di sebuah Law Firm di daerah Kuningan. Ada rasa syukur di hati Ubay ketika bekerja di tempat elit, megah, dan mewah. Tapi pekerjaan yang ia lakoni menguras emosi dan tenaga yang begitu besar. Bayangkan saja, dia harus masuk kantor jam 9 pagi dan pulang paling cepat pukul 22.30 malam. Tapi Ubay menyugesti dirinya untuk tetap kuat dan bertahan, daripada nganggur, pikirnya. Ubay sendiri baru berstatus sebagai OJT atau Trainee selama tiga bulan, jika kinerjanya baik dia akan mendapat titel sebagai Junior Associate.

Beban pekerjaan Ubay makin terasa berat karena tekanan berlebih dari supervisornya. Adalah Hanna Oktavia Kusumawardhani, Mbak Hanna begitu Ubay memanggilnya, merupakan seorang Senior Associate yang menjadi supervisor dari Ubay di kantor. Di balik wajah ayu dan jilbab yang dikenakannya, harus diakui bahwa Hanna adalah salah satu orang yang intimidatif di tempat kerja. Meskipun dulu mereka satu almamater saat masih berstatus sebagai mahasiswa ternyata tidak membuat hubungan keduanya menjadi cair layaknya kakak adik.

Lamunan Ubay tentang sosok Mbak Hanna yang hampir setiap harinya “meneror” ketenangannya dalam bekerja tiba-tiba buyar. Keheningan kamar terganggu lewat bunyi panggilan telpon ponsel. Tertera tulisan di layar ponsel Ubay sebuah nama yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

"Mbak Hanna Office"

“Hmmm, panjang umur juga ni Mak Lampir.” Batin Ubay sebelum memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo mbak, ada apa?" Ubay mengawali percakapan.

"Bay, draft kontrak pembangunan Pelabuhan Tenayang yang Gue tugasin udah sampai mana?" tanya Hanna.

"Duh maaf mbak belum kepegang, kan beberapa hari lalu saya ditugasi bikin gugatan perdata sama Pak Indra." jawab Ubay dengan nada memelas. Pak Indra merupakan bos dari law firm tempat Ubay dan Hanna bekerja.

"Ah, banyak alesan Lo! Gue kan udah ngasih deadline kalau hari ini udah harus selesai!! Lagipula Gue ngasih tugas ke Lo dari dua minggu yang lalu kan?" hardik Mbak Hanna.

"Maaf mbak, aku segera kerjain deh habis ini." cuma itu kalimat yang keluar dari mulut Ubay.

Trainee tak ubahnya bagai spesies yang berada pada urutan terbawah dalam rantai makanan di tengah rimba dunia kerja. Daripada nasib tidak selamat lebih baik meminta maaf dan mendengar ocehan dari senior, begitu pikir Ubay meskipun dalam hatinya meruntuk kesal.

"Ah nggak percaya Gue, palingan juga Lo lagi rebahan di kosan sekarang kan?" tebak Mbak Hanna.

"Udah deh, mendingan Lo kerjain di apartemen Gue. Jangan lupa bawa lampiran-lampiran kontraknya!" perintah Mbak Hanna.

"Oke mbak, aku siap-siap dulu ya." kata Ubay kemudian telpon ditutup oleh Mbak Hanna tanpa salam sekalipun.

“Anjiirr! Hari libur pun Gue harus tetep kerja? Dasar Mak Lampir gila!” Umpat Ubay seraya melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur.

 

***

 

Setelah selesai mandi, berpakaian, dan menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan, Ubay menyalakan mobilnya menuju apartemen Mbak Hanna di daerah Kalibata. Jalanan cukup lengang, Pasar Kramat Jati, daerah Cililitan yang biasanya macet parah kini tidak begitu ramai. Pukul 10.45 Ubay telah tiba di apartemen Hanna. Ubay menekan tombol bel disertai perasaan cemas takut dimarahi lagi.

"Pagi Mbak Hanna." sapa Ubay ketika Mbak Hanna membukakan pintu.

"Lama amat Lu. Ayo sini masuk!" jawab Mbak Hanna tanpa memperdulikan sapaan Ubay.

Jujur Ubay tertegun melihat penampilan Mbak Hanna yang mengenakan daster tanpa lengan pagi ini. Rambut panjangnya tergerai indah, baru pertama kali Ubay melihatnya. Pandangan matanya turun ke bawah, payudara yang menggantung di tubuh Hanna pun terlihat indah, meskipun masih tertutup oleh kain daster. Nampak cukup besar untuk ukuran wanita Indonesia. Bokongnya yang semok dan pahanya yang putih terlihat lebih jelas, berbeda dengan di kantor ketika Hanna mengenakan celana panjang dan pakaian tertutup lengkap dengan hijab yang selalu menutupi kepala.

Ubay melangkah masuk mengekor di belakang Hanna. Cahaya pagi merembes lembut melalui tirai kaca transparan, membelai permukaan putih gading dinding apartemen. Ruang utama terbentang luas, seolah bernafas dengan kemewahan kesederhanaan. Lantai marmer putih pucat memantulkan bayangan ringan, menciptakan ilusi ruang tak terbatas.

Sofa tunggal berwarna abu-abu lembut berdiri tegak di atas karpet wool tipis, mendefinisikan area keluarga dengan anggun. Sebuah meja kaca tempered berbingkai titanium mengambang ringan di depannya, tidak menyentuh lantai seolah melayang dalam ruang. Di atasnya, sebuah vas tunggal berisi satu tangkai anggrek putih, simbol kesederhanaan yang membelah kesunyian berpadu dnegan sebuah laptop yang telah menyala terang.

Jendela panel lantai hingga langit-langit membuka pemandangan kota dari ketinggian, membuat batas antara interior dan eksterior nyaris tidak terlihat. Bayangan jalanan yang jauh bergerak samar di balik kaca, menciptakan lukisan hidup yang terus berubah. Dapur minimalis tersembunyi di sudut ruangan, dengan kabinet putih mengkilat yang nyaris tidak kelihatan, menyatu sempurna dengan dinding. Sebuah kompor induksi hitam mengintip samar, teknologi tersembunyi di balik kesederhanaan. Seuntai cahaya LED putih lembut menandai garis kabinet, memberikan sentuhan futuristik yang halus.

Sudut ruangan didominasi rak buku minimalis dari kayu Oak yang dipoles halus, dengan buku-buku tersusun rapi seperti karya seni. Setiap buku tampak dipilih dengan teliti, mencerminkan selera personal pemilik yang sophisticated. Dalam keheningan apartemen ini, setiap elemen berbicara dengan bahasa  yang elegan. Tidak ada yang berlebihan, tidak ada yang kurang sebuah komposisi sempurna antara fungsi dan estetika, antara ruang dan kehidupan. Begitu kontras dengan keadaan kamar kos Ubay yang lebih terkesan seadanya. Hanna duduk di depan laptop, melirik sekilas ke arah Ubay yang masih takjub dengan suasana di dalam apartemen.

“Lah malah bengong Lu? Ayo sini kerjain draftnya.” Ujar Hanna menegur Ubay.

“I-Iya Mbak, maaf.”

 Tanpa membuang waktu Ubay segera mengeluarkan laptop dan berkas-berkas yang dibawa. Ia ikut duduk di sofa dan segera mengerjakan draft kontrak. Keduanya duduk berdampingan lalu mulai hanyut dalam lautan pekerjaan. Ubay dan Hanna nyaris tak melakukan interaksi berlebih, Hanna begitu konsentrasi terhadap draft kontrak membuat Ubay takut untuk mengganggunya dan memilih segera menyelesaikan pekerjaannya seorang diri.

"Mbak, draftnya udah selesai nih. Minta dikoreksi dong." kata Ubay setelah hampir memeras otak selama hampir dua jam.

"Oke." jawab Hanna singkat kemudian pindah menuju laptop Ubay dan mengoreksi pekerjaannya.

Dengan teliti Hanna memeriksa seluruh draft kontrak yang dikerjakan Ubay. Ia mengerutkan dahi, seolah banyak kesalahan dalam draft yang dibuat pria berambut ikal tersebut. Jarinya mengetik masukan-masukan yang nantinya harus diperhatikan Ubay untuk diperbaiki.

"Nih, banyak typo draft Lo. Perbaiki lagi ya." kata Hanna sambil menggeser laptop.

"Eh, Lo mau makan apa? Makan siang aja sekalian di sini." kata Hanna.

"Mmmm.... nggak usah deh mbak. Saya bisa beli makan sendiri nanti pas pulang." jawab Ubay disertai rasa sungkan.

"Ah elah, Lo belum sarapan juga kan? Emang Gue nggak bisa denger suara perut Lo apa daritadi." Sindir Hanna yang sedari tadi mendengar suara kemerucuk dari perut Ubay.

"Ya terserah Lo juga sih, tapi itu tandanya kalau Lo nggak punya kerjasama tim yang bagus." Mendengar ancaman itu Ubay langsung jiper. Bagaimanapun segala macam bentuk penilaian Hanna dalam pekerjaan akan mempengaruhi jenjang kariernya ke depan.

"Terserah Mbak Hanna aja deh kalo gitu. Saya ngikut aja.” Ubay akhirnya menuruti Hanna untuk sarapan.

"Makasih mbak." kata Ubay ketika Hanna sibuk mengorder makanan lewat ponselnya. Setengah jam kemudian, makanan tiba diantar ojek online di apartemen  Hanna. Kemudian Ubay menyusul Hanna duduk di meja makan dan menikmati fast food ala Jepang yang dipesan.

“Mbak Hanna tinggal sendirian di sini?” Tanya Ubay memecah keheningan.

“Iya, Gue udah setengah tahun tinggal sendirian di sini. Dulu ada temen, tapi sekarang udah pindah karena dia nikah.” Jawab Hanna.

“Ouh gitu, bagus Mbak tempatnya. Saya kalo udah punya uang banyak nanti juga pengen tinggal di apartemen kayak gini. Hehehehe.” Ucap Ubay membayangkan suatu saat nanti dia bisa memiliki apartemen seperti yang dimiliki oleh Hanna.

“Makanya kerja yang bener, jangan males-malesan. Jenjang karier Lu tu masih panjang, masih banyak waktu buat berkembang.”

“Siaappp komandaann! Hehehehehe.” Ujar Ubay seraya tersenyum.

"Bay, Lo punya pacar nggak?" Ubay mengrenyitkan dahinya, tak percaya jika Hanna akan menanyakan sesuatu yang sangat privasi.

 "Sekarang belum mbak, masih belum ada yang sreg. Lagipula saya masih ingin konsen ke kerjaan dulu, pacaran bikin ribet Mbak. Hehehehehe.”

"Lo jangan lama-lama dan jangan ketinggian ngasih standar. Jangan kayak Gue." kata Hanna menasehati.

Sebetulnya Ubay cukup heran dengan tingkah Hanna yang tidak seperti biasanya menanyakan urusan pribadi.  Umur wanita cantik itu sudah menginjak 29 Tahun, angka yang cukup tua buat seorang perempuan dalam keadaan melajang bagi warga +62. Walaupun bagi Ubay nggak ada masalah sampai kapan perempuan harus melajang, toh menikah itu soal kesiapan bukan masalah umur. Jaman sekarang banyak wanita matang secara usia yang memilih untuk hidup melajang demi tuntutan karier, bukan sebuah hal tabu lagi sepertinya.

"Menurut Lo, Gue kayak gimana Bay?"

"Maksud Gue, anak-anak kantor mandang Gue kayak gimana?" cecar Hanna bagai seorang penyidik di depan seorang tersangka.

"Hmmm gimana ya mbak." jawab Ubay tertahan oleh rasa canggung.

"Udah Lo jujur aja jawabnya, Gue nggak akan marah kok." kata Hanna seolah ingin mengetahui jawaban Ubay.

"Jujur sih mbak, saya ngerasa Mbak Hanna agak kaku gitu. Mungkin juga karena saya juga masih baru di kantor. Saya juga nggak tau sih anak-anak kantor nilai kayak gimana, saya jarang bergaul sama mereka.”

“Gue minta maaf ya kalo selama ini terkesan keras sama Lu. Tapi Gue kayak gitu karena pengen Lu bisa kerja bener.”

“Nggak apa-apa kok Mbak. Saya justru mau bilang terima kasih karena selalu sabar sama saya meskipun masih sering nglakuin kesalahan.”

Sejenak ada jeda diantara mereka berdua. Keduanya menikmati beberapa suap makanan tanpa banyak berbicara. Selang beberepa waktu Hanna bangkit dari duduknya dan membereskan sisa makanan mereka berdua. Ubay yang sungkan berusaha untuk membantu namun dicegah oleh Hanna dan memerintahkannya untuk duduk saja. Wanita cantik itu kembali ke sofa sembari membawa sebuah asbak.

"Lu ngrokok kan?”

“Iya Mbak, emang boleh ngrokok di sini?”

“Sebat lah, santai aja. Gue dulu juga ngrokok kok.”

“Hah? Serius Mbak? Mbak Hanna merokok?” Pekik Ubay tak percaya.

“Iya, tapi dulu. Sekarang udah berhenti. Nggak sehat Bay.”

“Hehehehe, tapi ngrokok bisa ngilangin stress Mbak.” Seloroh Ubay seraya mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam tasnya dan menyalakannya.

Hanna kemudian menguncir rambut panjangnya, otomatis membuat ketiak putih mulusnya terlihat oleh Ubay dengan jelas. Momen itu seakan membuat dunia terhenti bagi Ubay. Benar kata orang-orang kalau perempuan lagi nguncir rambut bakal menambah level kecantikannya. Setelah beberapa saat mereka ngobrol ngalor ngidul, keduanya kembali menghadap laptop masing-masing.

"Bay, Gue rebahan bentar ya. Capek banget badan Gue." kata Mbak Hanna sembari meletakkan kedua kakinya di pangkuan Ubay.

"Ya mbak, silahkan." jawab Ubay tetap fokus menatap laptopnya sembari memperbaiki draft kontrak yang tadi telah dikoreksi oleh Hanna.

“Ntar bangunin aja kalo Lu udah selesai.”

“Siap Mbak.”

Sekitar satu jam kemudian Ubay menyelesaikan pekerjaannya, sementara Hanna ketiduran. Paha putih wanita cantik itu terlihat jelas di mata Ubay, pun dengan belahan dadanya yang tak disadari Hanna dilihat dua pasang mata yang berada di dekatnya. Melihat pemandangan seperti itu lelaki mana yang tahan?

 Dengan perlahan Ubay mengangkat kaki Hanna dari pangkuannya, dan terlihat underwear warna hitam yang dikenakannya. Ubay benar-benar terangsang, untuk kali pertama dalam hidupnya dia bisa melihat kemolekan tubuh Hanna yang biasanya sangat tertutup dari dekat. Hasrat kejantanannya memuncak. Ubay tak tahan lagi, penisnya memberontak bukan main.

Tanpa membuang waktu, Ubay bergegas menuju kamar mandi untuk menyalurkan hasratnya. Setelah melepas celana panjang yang ia kenakan, penis yang sudah berdiri tenggak ia kocok sambil membayangkan bersetubuh dengan Hanna. Ia berusaha untuk konsentrasi agar spermanya segera keluar.

"Mmmhhh....Mbak Hanna..." gumam Ubay menghayati masturbasinya.

Di saat Ubay berusaha menuntaskan hajat birahinya tiba-tiba pintu kamar mandi terketuk dari luar disertai suara teriakan Hanna. Ubay panik, tangan kanannya masih memegangi batang penisnya yang menegang luar biasa.

“Bay! Lu di dalem?!”

“I-Iya Mbak! Se-Sebentar!” Ubay berusaha meraih celananya, namun belum sempat itu terjadi Hanna lebih dulu membuka pintu kamar mandi yang lupa terkunci.

CKLEKKK

"Lu lagi ngapain sih Bay?" tanya Hanna sembari membuka pintu ketika Ubay sibuk memasukkan pensinya ke dalam celana.

"EHHHH NGAPAIN LO???" Hanna tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat penis besar Ubay terhampar jelas di depan mata.

“I-Itu Mbak..A-Anu..I-Itu..”

Kegep sedang masturbasi tentu bukan dari rencana Ubay, pun begitu pula dengan Hanna yang langsung menutup pintu kamar mandi sesaat setelah melihat batang kemaluan salah satu anak buahnya di kantor itu. Ubay panik, dalam hati dia mengutuki dirinya sendiri, dan sekarang bingung harus melakukan apa. Sepertitak punya pilihan lain, Ubay bergegas merapikan pakaian serta celananya sebelum kemudian melangkah keluar dari dalam kamar mandi.

Di ruang tamu, Hanna terlihat kembali membuka laptopnya. Ubay melangkah ragu mendekati wanita berparas cantik itu, kepala Ubay dipenuhi barisan kata-kata untuk mencari alasan tepat kejadian beberapa saat lalu. Namun tak ada satupun yang mungkin terdengar masuk akal.

“Udah Bay?” Hanna melirik ke arah Ubay, raut wajahnya datar seolah tak terjadi apa-apa.

“Maafin saya Mbak…I-Itu tadi..”

“Santai aja kali Bay, Gue tau cowok kalo lagi sange pasti ngocok kayak Lu tadi.” Ubay masih berdiri, sama sekali tak menyangka jika Hanna akan berucap sevulgar dan seterbuka barusan.

“Gue cuma bingung yang bikin Lu sange apaan? Kan daritadi Lu fokus ngerjain draft kontrak? Hmmm, jangan-jangan

"Jangan-jangan Lu sange gara-gara liat Gue tidur ya? Hayo ngaku Lu!” Cerca Hanna. Ubay bak diberondong fakta yang tak bisa dia elakkan lagi.

“Eng-Enggak Mbak, tadi saya tiba-tiba pengen aja.” Elak Ubay, jika Hanna tau dirinya tergoda untuk melakukan onani setelah melihat kemolekan tubuh wanita cantik itu niscaya kariernya akan berada di ujung tanduk.

“Hahahaha! Lu lucu kalo lagi panik kayak gitu. Sini, Gue pengen ngliatin sesuatu ke Elu.”

Inilah kali pertama Ubay bisa melihat Hanna tertawa lepas. Kesan angkuh, jutek serta judes yang selama ini ditunjukkan oleh Hanna seketika luruh begitu saja. Ubay bisa bernafas lega, pria itu kemudian mendekati sisi sofa dan duduk di samping Hanna. Ubay terkesiap beberapa saat ketika di layar laptop sudah terpampang foto Hanna yang hanya mengenakan seutas hijab di kepalanya, sementara bagian tubuhnya yang lain terbuka tanpa oenutup sama sekali. Hanna berpose layaknya seorang model panas, dengan kedua paha terbuka lebar dan mimik wajah menggairahkan.

“Kalo liat ini Lu sange nggak?” Tanya Hanna seraya melirik Ubay yang salah tingkah. Hanna meraih crusor dan mengarahkan pada foto yang lebih panas lagi.

“I-Itu siapa?” Suara Ubay tercekat.

Di layar laptop kini terpampang foto Hanna sedang bersimpuh di bawah tubuh seorang lelaki berkulit hitam. Mulut Hanna penuh oleh batang penis pria tersebut. Ubay seperti kehilangan kata-kata, terlebih saat Hanna kemudian mengalihkan crusor dan mengganti foto tadi dengan sebuah video porno. Bukan video porno biasa, karena pemeran wanita dalam video tersebut adalah Hanna sendiri.

“Itu cowok yang dulu jadi roomate Gue. Dua bulan lalu dia balik pulang ke Ambon karena mau menikah.” Kata Hanna santai.

“Mbak Hanna nggak apa-apa nunjukin ini sama saya?” Ubay masih tak percaya Hanna akan seterbuka ini dengan dirinya.

“Nggak apa-apa lah, Lu kenapa sih tegang banget?”

“Sa-Saya nggak nyangka aja Mbak Hanna akan sevulgar ini.” Jawab Ubay dengan jujur.

“Lu belum jawab pertanyaan Gue Bay.”

“Pertanyaan yang mana Mbak?” Ubay mengalihkan pandangannya, kini dia menatap langsung wajah Hanna yang berjarak sekian senti dari dirinya.

“Lu sange nggak liat foto dan video bokep Gue?” Tangan Hanna terjulur dan hinggap pada paha Ubay.

“Sang-Sange kok Mbak…”

“Bener sange?” Tangan Hanna makin berani, kini malah bergerak menuju selangkangan Ubay, mengekusnya secara perlahan hingga membuat batang penis pria itu melakukan pemberontakan untuk kedua kalinya.

“Be-Beneran Mbak…” Suara Ubay terdengar parau, lidahnya kelu.

 Hanna tersenyum seraya mendekatkan kepalanya. Ubay tau, inilah momen yang tak boleh disia-siakan begitu saja. Tanpa pikir panjang Ubay langsung mengecup bibir tipis nan sensual milik Hanna. Keduanya saling berkuas lidah, saling memagut mesra bak sepasang kekasih yang dihujani rindu berkali purnama.

"Sshh…Ahhhh…" desah pendek Hanna, kedua tangan Ubay meraba bagian pinggangnya.

Tak ada penolakan dari Hanna yang rambutnya terkucir. Kecupan demi kecupan Ubay lancarkan di daerah yang sangat sensitif turun hingga ke leher jenjangnya. Dengan perlahan, Ubay memutar tubuh Hanna, mereka saling pandang untuk beberapa saat. Bibir mereka saling bersentuhan. Ciuman sangat lembut dan intim. Hanna memeluk kencang tubuh Ubay.

Lidah mereka saling menari, saling bersahutan dan nafas mereka semakin kencang. Hanna merasakan tubuhnya semakin geli dan vaginanya seperti mulai mengeluarkan cairan. Penis Ubay semakin berontak. Ubay meraba tubuh Hanna termasuk meremas payudaranya. Mereka melepas kecupannya, dan lagi-lagi saling pandang. Seolah hati teman sekantor sekaligus senior-junior mulai berbicara.

"Di kamar aja yuk." Ajak Hanna sambil berbisik lalu menarik tangan Ubay menuju ke kamarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PART 2

 

Dua insan yang sedang dimabuk hawa nafsu memasuki kamar dengan hasrat seksual yang menggebu-gebu, layaknya seekor banteng di arena matador. Memang benar apa kata orang jika ada dua manusia berlainan jenis berada dalam satu ruangan, maka yang ketiga adalah setan. Mereka telah terbius kenikmatan, tak lagi mengingat larangan aUbay maupun norma kesusilaan.

Tanpa perlu aba-aba Ubay melepaskan kaos polo yang ia kenakan, sementara  Hanna berusaha melepaskan celana jeans yang dikenakan oleh lawan mainnya ini. Celana dalam yang dikenakan Ubay juga tak luput dari tangan nakal Hanna yang menginginkan kenikmatan lebih. Penis berukuran cukup besar untuk standar pria Indonesia yang berada di hadapannya kini sudah tak berpenghalang.

"Gede juga ya kontol Lo." ujar  Hanna sambil mencengkramnya dengan sangat yakin.

Ubay membalasnya dengan memasukkan tangannya ke dalam daster yang dikenakan wanita cantik itu. Payudara yang masih terbungkus bra, tanpa strap yang melingkar di bahu, terasa penuh di tangan Ubay. Bibir mereka kembali beradu dengan tangan masing-masing berada di bagian tubuh yang vital dari lawan mainnya. Hanna melepaskan bibirnya dari ciuman panas dengan Ubay lalu berbisik,

"Sabar, sekarang giliranku buat muasin Lu."

Kemudian tubuh telanjang Ubay didorongnya hingga jatuh di atas kasur. Ubay duduk di ujung kasur dan melihat live show yang dipertontonkan Hanna. Bak penari striptease di klub malam, Hanna bergoyang sembari melepaskan daster, bra, dan celana dalam yang ia kenakan. Dalam keadaan polos tanpa busana, wanita cantik itu menuju ke tempat Ubay duduk melongo melihat keseksiannya. Dilihat dari ekspresi wajah, Ubay tak bisa menyembunyikan ketakjubannya pada kemolekan tubuh sang betina binal.

Hanna naik ke atas kasur dan berpindah posisi berada di antara kaki Ubay lalu tanpa aba-aba memasukkan penis pria itu ke dalam mulutnya. Ubay berbaring dan menikmati sepongan rekan kantornya itu, sambil sesekali melihat apa yang sedang Hanna lakukan. Sensasi hangat bercampur basah seketika menyerang sekujur batang pusakanya. Tak ada yang bisa dilakukan oleh Ubay selain mendesah.

“Ouucchh! Enah banget Mbak….”

Bibir tipis Hanna mengecup lembut penis Ubay lalu menuruni hingga pangkal batang. Suaranya terdengar cukup kencang, mirip dengan orang yang sedang menjilati es krim. Ubay merapikan rambut panjang wanita cantik itu sambil menyaksikan kecantikan sang betina yang sedang berada di antara kakinya.

"Awwhh…Hhmm enak banget…" desah Ubay sekali lagi yang dijawab dengan lirikan genit Hanna.

Ubay terdiam karena keahlian atasannya itu dalam memainkan penisnya. Ukuran penis Ubay yang cukup besar  bisa Hanna masukkan hingga pangkal, artinya penis Ubay masuk hingga dalam kerongkongan. Saat Hanna mengeluarkan penis Ubay dari mulutnya, batang itu pun sudah berlumur liur. Terlihat sangat menggairahkan. Hanna kemudian menggunakan tangannya untuk mengocok batang penis itu sembari menjilati bagian lubang kencing.

"Ouucchhh...Mmmhh… Stop Mbak! Stop!"

Diperlakukan seperti itu membuat tubuh Ubay menggelinjang. Gerakan tangan simultan dipadu jilatan nakal pada lubang kencingnya nyaris membuatnya memuntahkan sperma sebelum menu utama persetubuhan disajikan. Menuruti permintaan Ubay, Hanna menghentikan aksinya. Seolah tak sabar, Ubay merebahkan tubuh wanita itu di kasur. Saat kedua paha Hanna terbuka lebar, Ubay menUbayti vagina Hanna yang bersih nyaris tanpa bulu. Pria itu begitu takjub dan tak sabar mencicipinya.

"Gantian aku yang bikin Mbak Hanna enak ya." Ubay meminta izin.

"Lu mau ngapain?" tanya Hanna dengan lembut.

“Mau gantian jilatin memek Mbak Hanna.”

“Yakin Lu mau?”

“Mau banget Mbak! Aku suka banget kalo jilmek.” Tukas Ubay antusias.

Ubay lantas mendaratkan ujung lidahnya pada klitoris Hanna yang membuat wanita itu mendesah keenakan.  Gerakan lidah naik dan turun sesekali melakukan serangan menelusup ke dalam liang vagina yang tak terduga menjadi variasi untuk membuat Hanna segera mendapatkan orgasme pertamanya.

"Awhh…Eeehmm…Aaaachh…" desah Hanna sambil mengigit bibirnya, dua tangannya juga sibuk meremasi payudaranya sendiri.

Hanna merasakan vaginanya menjadi sangat basah, Ubay kini ikut memainkan jarinya. Dua ruas jarinya menelusup masuk ke dalam liang senggama sang betina, mengocokya dengan begitu cepat sementara lidahnya makin sibuk menjilati klitoris Hanna. Tubuh Hanna melenting berkali-kali diiringi teriakan parau dari bibirnya.

"Aaacchh! Anjing Lu Bay!! Aaachh! Terusin! Kocokin memek Gue bangsaatt!!”

Ubay terus memberikan jilatan yang tepat sasaran pada titik lemah dari bibir vagina Hanna. Pun begitu pula dengan gerakan tanggannya yang menyesaki dinding-dinding bagian dalam vagina sang betina. Hanya bertahan sepersekian menit sejak Ubay memulai, Hanna sudah mulai menunjukkan gejala segera orgasme. Pahanya semakin kencang meremas kepala Ubay, desahannya terdengar semakin nyaring memenuhi kamar.

"Ahh! Gila Lu Bay! Gila Lu! Aaaahhh!" Beberapa saat kemudian tubuh Hanna menegang. Kedua matanya terpejam seiring lenguhan panjang dari bibirnya.

"Aaacchhh! Gue keluaaarrrr Baaayy!!!"

Dibarengi dengan tubuhnya bergetar hebat, Hanna akhirnya mendapatkan serangan orgasmenya yang pertama. Ubay menghentikan aksi nakalnya pada vagina wanita cantik itu, seolah sedang memberi jeda pada Hanna untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah melanda.

"Gilaaa ah Lu Bay…Belajar darimana Lu fingering bisa seenak gitu?" Tanya Hanna dengan nafas tersenggal. Ubay hanya tersenyum.

“Dari film bokep Mbak, hehehehe.” Ujar Ubay.

Ubay mendekat ke arah tubuh Hanna yang masih terlentang di atas ranjang. Tanpa perasaan canggung sedikitpun pria itu kemudian mengecup lembut bibir tipis Hannaa yang mennggoda. Sang betina bukannya tanpa perlawanan, lidahnya terjulur menyambut baluran kuas liur yang diberikan Ubay. Keduanya terlibat ciuman panas bercampur birahi.

"Buruan entotin Gue Bay…" Ucap Hanna ditengah cumbuan mereka.

"Kamu yakin Mbak?”

“Jangan belagak bego deh Bay. Kontol Lu daritadi udah ngaceng masa iya kita nggak ngewe sih?” Gerutu Hanna menyikapi tingkah sok polos yang ditunjukkan oleh Ubay sedari tadi.

"Hehehehe, by the way ada kondom nggak?" tanya Ubay kemudian.

"Udah nggak usah kondom segala, Gue lebih suka skin to skin. Lebih greget.” Ujar Hanna penuh keyakinan.

Tak mau kena omel lagi, Ubay bergegas memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Hanna. Wanita cantik itu membuka lebar-lebar kedua pahanya, memberi jalan bebas hambatan pada penis sang pejantan yang akan menjajahi liang senggamanya.

"Pelan-pelan Bay. Kontol Lu gede banget soalnya.” Ucap Hanna memberi instruksi.

“Siap komandan!”

 Penis Ubay sudah siap di bibir vagina, perlahan ia berusaha memasukkan penisnya ke dalam liang surgawi. Kedua tangan  Hanna berada di pinggang Ubay untuk menahan laju gerakan  kalau dirasa terlalu keras. Mulailah terbuka bibir vaginanya, desahan Hanna terdengar lirih. Ubay mendorong tubuhnya secara perlahan, hingga akhirnya kepala penisnya bisa masuk.

"Auuuww! Auuuw! Stop dulu Bay! Stop!"

“Kenapa Mbak?” Tanya Ubay sembari menahan gerakan pinggulnya. Di bawah, baru sebagian batang penisnya yang tertanam di dalam vagina Hanna.

“Sesak banget rasanya Bay! Kontol Lu kegedean anjirr!”

“Bukannya kalo gede makin enak ya Mbak?”

“Iya enak, tapi Gue perlu adaptasi dulu bego. Gue udah lama nggak…..Aaaacchh! Aaanjiingg Lu Baayy!!!”

Belum sempat Hanna menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Ubay menghentakkan pinggulnya dengan keras dari atas. Alhasil seluruh bagian batang penisnya menelusup masuk menyesaki liang vagina sang betina. Tak mau mengambil jeda lebih lama lagi, Ubay mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, penisnya yang berukuran besar bergerak keluar masuk di dalam liang senggama Hanna.

“Aaaacchh! Aaaachh! Anjing Lu Bay!! Aaachh!”

Racauan Hanna sama sekali tak dihiraukan oleh Ubay. Pria itu terus menyetubuhi tubuh Hanna dengan kecepatan tinggi. Penisnya bergerak cepat dan keras bak piston mesin bertenaga turbo. Tubuh Hanna tergelepar tak berdaya menghadapi serangan brutal dari Ubay. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh Ubay dengan menghisapi puting Hanna yang begitu menggoda.

"Ohh enak banget memekmu Mbak!" Ubay mendesah seraya merasakan sensasi pijatan perlahan di bawah sana. Cengkraman vagina Hanna membuat Ubay sesekali terpejam menikmati surga dunia.

"Aaacchh! Kkontol Lu juga enak banget Bay!” Balas Hanna yang mulai bisa menikmati keperkasaan sang pejantan muda.

Dengan posisi man on top bertumpu pada kedua tangannya memberikan keleluasaan Ubay menarik hingga ujung penis, lalu memberi sodokan yang kencang kembali masuk. Ranjang yang mereka gunakan untuk bersetubuh berderit hebat, kaki-kakinya bergesekan langsung dengan permukaan lantai kamar.

Gerakan tubuh Ubay semakin cepat, bagaikan dirasuki oleh dewa cinta, gerakan pinggulnya menunjukkan kalau ia sudah berpengalaman berhubungan badan dengan banyak perempuan. Sex dengan Hanna dijadikannya sebagai ajang balas dendam karena sudah lama tak bencinta.

"Ouucchh! Bay! Mentokin kontol Lu Bay!! Aaacchh! Anjiing!" Ujar Hanna di tengah persetubuhan, tubuhnya semakin menegang karena otot-ototnya sedang merasakan sensasi nikmat tiada tara.

Selang beberapa saat tubuh Hanna kembali mengeang luar biasa, tanda jika orgasme kedua akan menyerang. Tau jika lawan mainnya akan menjemput kenikmatan, Ubay makin mempercepat goyangannya. Kedua tangannya mencengkram pinggul ramping Hanna sembari menyodokkan penisnya kuat-kuat hingga membuat tubuh Hanna terhentak secara kasar.

“AAAACHHH!! AAANJIINGG! GUE KELUAAAAARR!” Teriak Hanna.

Ubay merubah tempo sedikit pelan saat nafas Hanna tersenggal-senggal. Wajah cantik Hanna terlihat begitu lelah sekaligus puas setelah mendapatkan dua kali orgasmenya. Di bawah sana, Ubay merasakan penisnya terasa kembali dipijat-pijat oleh dinding vagina sang betina.

“Lu belum keluar juga Bay?” Tanya Hanna dengan nada suara lemah. Ubay hanya menggeleng sambil tersenyum.

“Gue nggak ngira Lu pinter banget ngewenya.” Puji Hanna kemudian.

“Mbak Hanna puas?” Tanya Ubay.

“Puas lah Bay, tapi lebih puas kalo Lu juga keluar.” Jawab Hanna.

Ubay kembali menaikkan tempo gerakan pinggulnya. Kali ini dia sambil memeluk tubuh Hanna, dengan posisi seperti ini penisnya makin masuk ke dalam, menyesaki liang surgawi sang betina. Desahan keduanya saling bersahutan menguar seisi kamar hingga beberapa saat kemudian Ubay merasakan kedutan hebat di batang penisnya.

"A-Aku mau keluar Mbak…" erang Ubay.

"Keluarin pejumu Bay! Tapi jangan di dalem ya, Gue lagi masa subur.” pinta  Hanna. Ubay kemudian mencabut penisnya, sesaat dia kocok batangnya dnegan tangan kanan sembari mengarahkan ujungnya pada tubuh Hanna yang berada di bawahnya.

 "AAARGGGHHTTTTTTT!”

Semburan demi semburan cairan kental berwarna putih keluar dari penis berukuran besar itu menerpa tanpa ampun sebagian perut, payudara dan wajah Hanna. Usai menuntaskan hajat birahinya, Ubay jatuh tepat di samping tubuh Hanna. Pikiran ubay melayang tak tentu arah, sama sekali tak menduga jika dia bisa meniduri wanita yang selama ini terkenal jutek dan judes di kantor.

"Gila banget Lu Bay! Maniak sex Lu Ya? Hahahahaha!” Cerocos Hanna dengan wajah bahagia.

"Maaf ya Mbak.” balas Ubay dengan rona berbunga-bunga.

"Dih kok maaf sih? Gue puas banget tau! Badan Gue jadi fresh banget sekarang.” Ujar Hanna sebelum mengecup lembut pipi Ubay.

Keduanya saling berpelukan, bercumbu untuk kesekian kalianya sebelum kemudian terlelap tidur di atas ranjang. Saat malam menjelang keduanya terbangun, Ubay hendak pulang ke kosnya namun Hanna merajuk dan meminta pria itu untuk tinggal lebih lama lagi. Rupanya keperkasaan Ubay membuat Hanna betah berduaan dengan pria muda itu.

Tentu saja sepanjang malam mereka berdua kembali bercinta. Ubay mempraktekan segala macam posisi yang dia hapal dari koleksi film porno favoritnya. Hampir seluruh area apartemen Hanna dijadikan set lokasi perzinahan mereka berdua. Entah berapa kali Hanna mendapatkan orgasme malam itu hingga tidur terlelap dalam pelukan Ubay. Saat pagi menjelang, Ubay terbangun mendapati dirinya seorang diri di atas ranjang.

Kemana Mbak Hanna?



Posting Komentar

0 Komentar