KERUDUNG DUSTA
PART 1
Ubay terbaring di atas tempat tidurnya, sebuah kasur sederhana
yang sudah sedikit menurun di tengahnya, menandakan seringnya digunakan. Hari
ini, seperti kebanyakan hari libur lainnya, dia merasa malas untuk bangkit.
Matanya menatap langit-langit kamar yang hanya diterangi cahaya matahari yang
masuk melalui jendela kecil di sisi kanan kamar.
Kamar kos yang ditempati Ubay memang
minimalis, hanya ada sebuah meja kerja di sudut, lemari kecil, dan rak buku
yang penuh dengan dokumen kerja dan buku hukum yang baru ia beli. Tapi meskipun
ruangannya terbatas, kamar ini terasa nyaman dan memberi kesan tenang.
Di sudut lain, sebuah kursi plastik
hitam yang sederhana tergeletak, seolah menunggu untuk digunakan, namun hari
ini sepertinya hanya akan menjadi penUbayt dari hari libur yang malas ini.
Pakaian kerja yang baru saja dikenakan tadi pagi terlipat rapi di atas meja,
menunggu untuk dipakai lagi esok. Di sisi jendela, sebuah tanaman hias kecil
menambah kesan hidup di dalam kamar, memberi sentuhan hijau yang menenangkan.
Ubay menghela napas panjang,
merasakan kelembutan bantal yang mendukung kepalanya. Kamar ini setiap sudutnya
memberi rasa nyaman yang membuatnya merasa lebih tenang setelah seminggu penuh
dengan rutinitas baru di kantor hukum yang menuntut banyak energi dan
perhatian. Hari ini, di tengah kemalasan, ia memutuskan untuk menikmati sedikit
waktu untuk diri sendiri.
Ubay, seorang fresh graduate
yang bekerja di sebuah Law Firm di daerah Kuningan. Ada rasa syukur di
hati Ubay ketika bekerja di tempat elit, megah, dan mewah. Tapi pekerjaan yang
ia lakoni menguras emosi dan tenaga yang begitu besar. Bayangkan saja, dia harus
masuk kantor jam 9 pagi dan pulang paling cepat pukul 22.30 malam. Tapi Ubay
menyugesti dirinya untuk tetap kuat dan bertahan, daripada nganggur, pikirnya.
Ubay sendiri baru berstatus sebagai OJT atau Trainee selama tiga bulan,
jika kinerjanya baik dia akan mendapat titel sebagai Junior Associate.
Beban pekerjaan Ubay makin terasa
berat karena tekanan berlebih dari supervisornya. Adalah Hanna Oktavia
Kusumawardhani, Mbak Hanna begitu Ubay memanggilnya, merupakan seorang Senior
Associate yang menjadi supervisor dari Ubay di kantor. Di balik wajah ayu
dan jilbab yang dikenakannya, harus diakui bahwa Hanna adalah salah satu orang
yang intimidatif di tempat kerja. Meskipun dulu mereka satu almamater saat
masih berstatus sebagai mahasiswa ternyata tidak membuat hubungan keduanya
menjadi cair layaknya kakak adik.
Lamunan Ubay tentang sosok Mbak Hanna
yang hampir setiap harinya “meneror” ketenangannya dalam bekerja tiba-tiba
buyar. Keheningan kamar terganggu lewat bunyi panggilan telpon ponsel. Tertera
tulisan di layar ponsel Ubay sebuah nama yang sedari tadi mengganggu
pikirannya.
"Mbak Hanna Office"
“Hmmm, panjang umur juga ni Mak
Lampir.” Batin Ubay
sebelum memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Halo mbak, ada apa?" Ubay
mengawali percakapan.
"Bay, draft kontrak pembangunan
Pelabuhan Tenayang yang Gue tugasin udah sampai mana?" tanya Hanna.
"Duh maaf mbak belum kepegang,
kan beberapa hari lalu saya ditugasi bikin gugatan perdata sama Pak Indra."
jawab Ubay dengan nada memelas. Pak Indra merupakan bos dari law firm tempat
Ubay dan Hanna bekerja.
"Ah, banyak alesan Lo! Gue kan
udah ngasih deadline kalau hari ini udah harus selesai!! Lagipula Gue ngasih
tugas ke Lo dari dua minggu yang lalu kan?" hardik Mbak Hanna.
"Maaf mbak, aku segera kerjain
deh habis ini." cuma itu kalimat yang keluar dari mulut Ubay.
Trainee tak ubahnya bagai spesies yang berada
pada urutan terbawah dalam rantai makanan di tengah rimba dunia kerja. Daripada
nasib tidak selamat lebih baik meminta maaf dan mendengar ocehan dari senior,
begitu pikir Ubay meskipun dalam hatinya meruntuk kesal.
"Ah nggak percaya Gue, palingan
juga Lo lagi rebahan di kosan sekarang kan?" tebak Mbak Hanna.
"Udah deh, mendingan Lo kerjain
di apartemen Gue. Jangan lupa bawa lampiran-lampiran kontraknya!" perintah Mbak Hanna.
"Oke mbak, aku siap-siap dulu ya."
kata Ubay kemudian telpon ditutup oleh Mbak Hanna tanpa salam sekalipun.
“Anjiirr! Hari libur pun Gue harus
tetep kerja? Dasar Mak Lampir gila!” Umpat Ubay seraya melemparkan ponselnya ke
atas tempat tidur.
***
Setelah selesai mandi, berpakaian,
dan menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan, Ubay menyalakan mobilnya menuju
apartemen Mbak Hanna di daerah Kalibata. Jalanan cukup lengang, Pasar Kramat
Jati, daerah Cililitan yang biasanya macet parah kini tidak begitu ramai. Pukul
10.45 Ubay telah tiba di apartemen Hanna. Ubay menekan tombol bel disertai
perasaan cemas takut dimarahi lagi.
"Pagi Mbak Hanna." sapa
Ubay ketika Mbak Hanna membukakan pintu.
"Lama amat Lu. Ayo sini masuk!"
jawab Mbak Hanna tanpa memperdulikan sapaan Ubay.
Jujur Ubay tertegun melihat
penampilan Mbak Hanna yang mengenakan daster tanpa lengan pagi ini. Rambut
panjangnya tergerai indah, baru pertama kali Ubay melihatnya. Pandangan matanya
turun ke bawah, payudara yang menggantung di tubuh Hanna pun terlihat indah,
meskipun masih tertutup oleh kain daster. Nampak cukup besar untuk ukuran
wanita Indonesia. Bokongnya yang semok dan pahanya yang putih terlihat lebih
jelas, berbeda dengan di kantor ketika Hanna mengenakan celana panjang dan
pakaian tertutup lengkap dengan hijab yang selalu menutupi kepala.
Ubay melangkah masuk mengekor di
belakang Hanna. Cahaya pagi merembes lembut melalui tirai kaca transparan,
membelai permukaan putih gading dinding apartemen. Ruang utama terbentang luas,
seolah bernafas dengan kemewahan kesederhanaan. Lantai marmer putih pucat
memantulkan bayangan ringan, menciptakan ilusi ruang tak terbatas.
Sofa tunggal berwarna abu-abu lembut
berdiri tegak di atas karpet wool tipis, mendefinisikan area keluarga dengan
anggun. Sebuah meja kaca tempered berbingkai titanium mengambang ringan di
depannya, tidak menyentuh lantai seolah melayang dalam ruang. Di atasnya,
sebuah vas tunggal berisi satu tangkai anggrek putih, simbol kesederhanaan yang
membelah kesunyian berpadu dnegan sebuah laptop yang telah menyala terang.
Jendela panel lantai hingga
langit-langit membuka pemandangan kota dari ketinggian, membuat batas antara
interior dan eksterior nyaris tidak terlihat. Bayangan jalanan yang jauh
bergerak samar di balik kaca, menciptakan lukisan hidup yang terus berubah. Dapur
minimalis tersembunyi di sudut ruangan, dengan kabinet putih mengkilat yang
nyaris tidak kelihatan, menyatu sempurna dengan dinding. Sebuah kompor induksi
hitam mengintip samar, teknologi tersembunyi di balik kesederhanaan. Seuntai
cahaya LED putih lembut menandai garis kabinet, memberikan sentuhan futuristik
yang halus.
Sudut ruangan didominasi rak buku
minimalis dari kayu Oak yang dipoles halus, dengan buku-buku tersusun rapi
seperti karya seni. Setiap buku tampak dipilih dengan teliti, mencerminkan
selera personal pemilik yang sophisticated. Dalam keheningan apartemen ini,
setiap elemen berbicara dengan bahasa
yang elegan. Tidak ada yang berlebihan, tidak ada yang kurang sebuah
komposisi sempurna antara fungsi dan estetika, antara ruang dan kehidupan.
Begitu kontras dengan keadaan kamar kos Ubay yang lebih terkesan seadanya.
Hanna duduk di depan laptop, melirik sekilas ke arah Ubay yang masih takjub
dengan suasana di dalam apartemen.
“Lah malah bengong Lu? Ayo sini
kerjain draftnya.” Ujar Hanna menegur Ubay.
“I-Iya Mbak, maaf.”
Tanpa membuang waktu Ubay segera mengeluarkan
laptop dan berkas-berkas yang dibawa. Ia ikut duduk di sofa dan segera
mengerjakan draft kontrak. Keduanya duduk berdampingan lalu mulai hanyut dalam
lautan pekerjaan. Ubay dan Hanna nyaris tak melakukan interaksi berlebih, Hanna
begitu konsentrasi terhadap draft kontrak membuat Ubay takut untuk
mengganggunya dan memilih segera menyelesaikan pekerjaannya seorang diri.
"Mbak, draftnya udah selesai
nih. Minta dikoreksi dong." kata Ubay setelah hampir memeras otak selama hampir
dua jam.
"Oke." jawab Hanna singkat
kemudian pindah menuju laptop Ubay dan mengoreksi pekerjaannya.
Dengan teliti Hanna memeriksa seluruh
draft kontrak yang dikerjakan Ubay. Ia mengerutkan dahi, seolah banyak
kesalahan dalam draft yang dibuat pria berambut ikal tersebut. Jarinya mengetik
masukan-masukan yang nantinya harus diperhatikan Ubay untuk diperbaiki.
"Nih, banyak typo draft Lo.
Perbaiki lagi ya." kata Hanna sambil menggeser laptop.
"Eh, Lo mau makan apa? Makan
siang aja sekalian di sini." kata Hanna.
"Mmmm.... nggak usah deh mbak.
Saya bisa beli makan sendiri nanti pas pulang." jawab Ubay disertai rasa
sungkan.
"Ah elah, Lo belum sarapan juga
kan? Emang Gue nggak bisa denger suara perut Lo apa daritadi." Sindir
Hanna yang sedari tadi mendengar suara kemerucuk dari perut Ubay.
"Ya terserah Lo juga sih, tapi
itu tandanya kalau Lo nggak punya kerjasama tim yang bagus." Mendengar
ancaman itu Ubay langsung jiper. Bagaimanapun segala macam bentuk penilaian
Hanna dalam pekerjaan akan mempengaruhi jenjang kariernya ke depan.
"Terserah Mbak Hanna aja deh
kalo gitu. Saya ngikut aja.” Ubay akhirnya menuruti Hanna untuk sarapan.
"Makasih mbak." kata Ubay
ketika Hanna sibuk mengorder makanan lewat ponselnya. Setengah jam kemudian,
makanan tiba diantar ojek online di apartemen
Hanna. Kemudian Ubay menyusul Hanna duduk di meja makan dan menikmati fast
food ala Jepang yang dipesan.
“Mbak Hanna tinggal sendirian di
sini?” Tanya Ubay memecah keheningan.
“Iya, Gue udah setengah tahun tinggal
sendirian di sini. Dulu ada temen, tapi sekarang udah pindah karena dia nikah.”
Jawab Hanna.
“Ouh gitu, bagus Mbak tempatnya. Saya
kalo udah punya uang banyak nanti juga pengen tinggal di apartemen kayak gini.
Hehehehe.” Ucap Ubay membayangkan suatu saat nanti dia bisa memiliki apartemen
seperti yang dimiliki oleh Hanna.
“Makanya kerja yang bener, jangan
males-malesan. Jenjang karier Lu tu masih panjang, masih banyak waktu buat
berkembang.”
“Siaappp komandaann! Hehehehehe.”
Ujar Ubay seraya tersenyum.
"Bay, Lo punya pacar nggak?"
Ubay mengrenyitkan dahinya, tak percaya jika Hanna akan menanyakan sesuatu yang
sangat privasi.
"Sekarang belum mbak, masih belum ada
yang sreg. Lagipula saya masih ingin konsen ke kerjaan dulu, pacaran bikin
ribet Mbak. Hehehehehe.”
"Lo jangan lama-lama dan jangan
ketinggian ngasih standar. Jangan kayak Gue." kata Hanna menasehati.
Sebetulnya Ubay cukup heran dengan
tingkah Hanna yang tidak seperti biasanya menanyakan urusan pribadi. Umur wanita cantik itu sudah menginjak 29
Tahun, angka yang cukup tua buat seorang perempuan dalam keadaan melajang bagi
warga +62. Walaupun bagi Ubay nggak ada masalah sampai kapan perempuan harus
melajang, toh menikah itu soal kesiapan bukan masalah umur. Jaman sekarang
banyak wanita matang secara usia yang memilih untuk hidup melajang demi
tuntutan karier, bukan sebuah hal tabu lagi sepertinya.
"Menurut Lo, Gue kayak gimana Bay?"
"Maksud Gue, anak-anak kantor
mandang Gue kayak gimana?" cecar Hanna bagai seorang penyidik di depan
seorang tersangka.
"Hmmm gimana ya mbak."
jawab Ubay tertahan oleh rasa canggung.
"Udah Lo jujur aja jawabnya, Gue
nggak akan marah kok." kata Hanna seolah ingin mengetahui jawaban Ubay.
"Jujur sih mbak, saya ngerasa
Mbak Hanna agak kaku gitu. Mungkin juga karena saya juga masih baru di kantor. Saya
juga nggak tau sih anak-anak kantor nilai kayak gimana, saya jarang bergaul
sama mereka.”
“Gue minta maaf ya kalo selama ini
terkesan keras sama Lu. Tapi Gue kayak gitu karena pengen Lu bisa kerja bener.”
“Nggak apa-apa kok Mbak. Saya justru
mau bilang terima kasih karena selalu sabar sama saya meskipun masih sering
nglakuin kesalahan.”
Sejenak ada jeda diantara mereka
berdua. Keduanya menikmati beberapa suap makanan tanpa banyak berbicara. Selang
beberepa waktu Hanna bangkit dari duduknya dan membereskan sisa makanan mereka
berdua. Ubay yang sungkan berusaha untuk membantu namun dicegah oleh Hanna dan
memerintahkannya untuk duduk saja. Wanita cantik itu kembali ke sofa sembari
membawa sebuah asbak.
"Lu ngrokok kan?”
“Iya Mbak, emang boleh ngrokok di
sini?”
“Sebat lah, santai aja. Gue dulu juga
ngrokok kok.”
“Hah? Serius Mbak? Mbak Hanna
merokok?” Pekik Ubay tak percaya.
“Iya, tapi dulu. Sekarang udah
berhenti. Nggak sehat Bay.”
“Hehehehe, tapi ngrokok bisa
ngilangin stress Mbak.” Seloroh Ubay seraya mengeluarkan sebungkus rokok dari
dalam tasnya dan menyalakannya.
Hanna kemudian menguncir rambut
panjangnya, otomatis membuat ketiak putih mulusnya terlihat oleh Ubay dengan
jelas. Momen itu seakan membuat dunia terhenti bagi Ubay. Benar kata
orang-orang kalau perempuan lagi nguncir rambut bakal menambah level kecantikannya.
Setelah beberapa saat mereka ngobrol ngalor ngidul, keduanya kembali menghadap
laptop masing-masing.
"Bay, Gue rebahan bentar ya.
Capek banget badan Gue." kata Mbak Hanna sembari meletakkan kedua kakinya
di pangkuan Ubay.
"Ya mbak, silahkan." jawab
Ubay tetap fokus menatap laptopnya sembari memperbaiki draft kontrak yang tadi
telah dikoreksi oleh Hanna.
“Ntar bangunin aja kalo Lu udah
selesai.”
“Siap Mbak.”
Sekitar satu jam kemudian Ubay
menyelesaikan pekerjaannya, sementara Hanna ketiduran. Paha putih wanita cantik
itu terlihat jelas di mata Ubay, pun dengan belahan dadanya yang tak disadari Hanna
dilihat dua pasang mata yang berada di dekatnya. Melihat pemandangan seperti
itu lelaki mana yang tahan?
Dengan perlahan Ubay mengangkat kaki Hanna
dari pangkuannya, dan terlihat underwear warna hitam yang dikenakannya. Ubay
benar-benar terangsang, untuk kali pertama dalam hidupnya dia bisa melihat
kemolekan tubuh Hanna yang biasanya sangat tertutup dari dekat. Hasrat
kejantanannya memuncak. Ubay tak tahan lagi, penisnya memberontak bukan main.
Tanpa membuang waktu, Ubay bergegas
menuju kamar mandi untuk menyalurkan hasratnya. Setelah melepas celana panjang
yang ia kenakan, penis yang sudah berdiri tenggak ia kocok sambil membayangkan
bersetubuh dengan Hanna. Ia berusaha untuk konsentrasi agar spermanya segera
keluar.
"Mmmhhh....Mbak Hanna..."
gumam Ubay menghayati masturbasinya.
Di saat Ubay berusaha menuntaskan
hajat birahinya tiba-tiba pintu kamar mandi terketuk dari luar disertai suara
teriakan Hanna. Ubay panik, tangan kanannya masih memegangi batang penisnya
yang menegang luar biasa.
“Bay! Lu di dalem?!”
“I-Iya Mbak! Se-Sebentar!” Ubay
berusaha meraih celananya, namun belum sempat itu terjadi Hanna lebih dulu
membuka pintu kamar mandi yang lupa terkunci.
CKLEKKK
"Lu lagi ngapain sih Bay?"
tanya Hanna sembari membuka pintu ketika Ubay sibuk memasukkan pensinya ke
dalam celana.
"EHHHH NGAPAIN LO???" Hanna
tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat penis besar Ubay terhampar
jelas di depan mata.
“I-Itu Mbak..A-Anu..I-Itu..”
Kegep sedang masturbasi tentu bukan
dari rencana Ubay, pun begitu pula dengan Hanna yang langsung menutup pintu
kamar mandi sesaat setelah melihat batang kemaluan salah satu anak buahnya di
kantor itu. Ubay panik, dalam hati dia mengutuki dirinya sendiri, dan sekarang
bingung harus melakukan apa. Sepertitak punya pilihan lain, Ubay bergegas
merapikan pakaian serta celananya sebelum kemudian melangkah keluar dari dalam
kamar mandi.
Di ruang tamu, Hanna terlihat kembali
membuka laptopnya. Ubay melangkah ragu mendekati wanita berparas cantik itu,
kepala Ubay dipenuhi barisan kata-kata untuk mencari alasan tepat kejadian
beberapa saat lalu. Namun tak ada satupun yang mungkin terdengar masuk akal.
“Udah Bay?” Hanna melirik ke arah
Ubay, raut wajahnya datar seolah tak terjadi apa-apa.
“Maafin saya Mbak…I-Itu tadi..”
“Santai aja kali Bay, Gue tau cowok
kalo lagi sange pasti ngocok kayak Lu tadi.” Ubay masih berdiri, sama sekali
tak menyangka jika Hanna akan berucap sevulgar dan seterbuka barusan.
“Gue cuma bingung yang bikin Lu sange
apaan? Kan daritadi Lu fokus ngerjain draft kontrak? Hmmm, jangan-jangan
"Jangan-jangan Lu sange
gara-gara liat Gue tidur ya? Hayo ngaku Lu!” Cerca Hanna. Ubay bak diberondong
fakta yang tak bisa dia elakkan lagi.
“Eng-Enggak Mbak, tadi saya tiba-tiba
pengen aja.” Elak Ubay, jika Hanna tau dirinya tergoda untuk melakukan onani
setelah melihat kemolekan tubuh wanita cantik itu niscaya kariernya akan berada
di ujung tanduk.
“Hahahaha! Lu lucu kalo lagi panik
kayak gitu. Sini, Gue pengen ngliatin sesuatu ke Elu.”
Inilah kali pertama Ubay bisa melihat
Hanna tertawa lepas. Kesan angkuh, jutek serta judes yang selama ini
ditunjukkan oleh Hanna seketika luruh begitu saja. Ubay bisa bernafas lega,
pria itu kemudian mendekati sisi sofa dan duduk di samping Hanna. Ubay
terkesiap beberapa saat ketika di layar laptop sudah terpampang foto Hanna yang
hanya mengenakan seutas hijab di kepalanya, sementara bagian tubuhnya yang lain
terbuka tanpa oenutup sama sekali. Hanna berpose layaknya seorang model panas,
dengan kedua paha terbuka lebar dan mimik wajah menggairahkan.
“Kalo liat ini Lu sange nggak?” Tanya
Hanna seraya melirik Ubay yang salah tingkah. Hanna meraih crusor dan
mengarahkan pada foto yang lebih panas lagi.
“I-Itu siapa?” Suara Ubay tercekat.
Di layar laptop kini terpampang foto
Hanna sedang bersimpuh di bawah tubuh seorang lelaki berkulit hitam. Mulut
Hanna penuh oleh batang penis pria tersebut. Ubay seperti kehilangan kata-kata,
terlebih saat Hanna kemudian mengalihkan crusor dan mengganti foto tadi dengan
sebuah video porno. Bukan video porno biasa, karena pemeran wanita dalam video
tersebut adalah Hanna sendiri.
“Itu cowok yang dulu jadi roomate
Gue. Dua bulan lalu dia balik pulang ke Ambon karena mau menikah.” Kata Hanna
santai.
“Mbak Hanna nggak apa-apa nunjukin
ini sama saya?” Ubay masih tak percaya Hanna akan seterbuka ini dengan dirinya.
“Nggak apa-apa lah, Lu kenapa sih
tegang banget?”
“Sa-Saya nggak nyangka aja Mbak Hanna
akan sevulgar ini.” Jawab Ubay dengan jujur.
“Lu belum jawab pertanyaan Gue Bay.”
“Pertanyaan yang mana Mbak?” Ubay
mengalihkan pandangannya, kini dia menatap langsung wajah Hanna yang berjarak
sekian senti dari dirinya.
“Lu sange nggak liat foto dan video
bokep Gue?” Tangan Hanna terjulur dan hinggap pada paha Ubay.
“Sang-Sange kok Mbak…”
“Bener sange?” Tangan Hanna makin
berani, kini malah bergerak menuju selangkangan Ubay, mengekusnya secara
perlahan hingga membuat batang penis pria itu melakukan pemberontakan untuk
kedua kalinya.
“Be-Beneran Mbak…” Suara Ubay
terdengar parau, lidahnya kelu.
Hanna tersenyum seraya mendekatkan kepalanya.
Ubay tau, inilah momen yang tak boleh disia-siakan begitu saja. Tanpa pikir
panjang Ubay langsung mengecup bibir tipis nan sensual milik Hanna. Keduanya
saling berkuas lidah, saling memagut mesra bak sepasang kekasih yang dihujani
rindu berkali purnama.
"Sshh…Ahhhh…" desah pendek
Hanna, kedua tangan Ubay meraba bagian pinggangnya.
Tak ada penolakan dari Hanna yang
rambutnya terkucir. Kecupan demi kecupan Ubay lancarkan di daerah yang sangat
sensitif turun hingga ke leher jenjangnya. Dengan perlahan, Ubay memutar tubuh Hanna,
mereka saling pandang untuk beberapa saat. Bibir mereka saling bersentuhan.
Ciuman sangat lembut dan intim. Hanna memeluk kencang tubuh Ubay.
Lidah mereka saling menari, saling
bersahutan dan nafas mereka semakin kencang. Hanna merasakan tubuhnya semakin
geli dan vaginanya seperti mulai mengeluarkan cairan. Penis Ubay semakin berontak.
Ubay meraba tubuh Hanna termasuk meremas payudaranya. Mereka melepas
kecupannya, dan lagi-lagi saling pandang. Seolah hati teman sekantor sekaligus
senior-junior mulai berbicara.
"Di kamar aja yuk." Ajak Hanna
sambil berbisik lalu menarik tangan Ubay menuju ke kamarnya.
PART 2
Dua insan yang sedang dimabuk hawa
nafsu memasuki kamar dengan hasrat seksual yang menggebu-gebu, layaknya seekor
banteng di arena matador. Memang benar apa kata orang jika ada dua manusia
berlainan jenis berada dalam satu ruangan, maka yang ketiga adalah setan. Mereka
telah terbius kenikmatan, tak lagi mengingat larangan aUbay maupun norma
kesusilaan.
Tanpa perlu aba-aba Ubay melepaskan
kaos polo yang ia kenakan, sementara Hanna berusaha melepaskan celana jeans yang
dikenakan oleh lawan mainnya ini. Celana dalam yang dikenakan Ubay juga tak
luput dari tangan nakal Hanna yang menginginkan kenikmatan lebih. Penis
berukuran cukup besar untuk standar pria Indonesia yang berada di hadapannya
kini sudah tak berpenghalang.
"Gede juga ya kontol Lo."
ujar Hanna sambil mencengkramnya dengan
sangat yakin.
Ubay membalasnya dengan memasukkan
tangannya ke dalam daster yang dikenakan wanita cantik itu. Payudara yang masih
terbungkus bra, tanpa strap yang melingkar di bahu, terasa penuh di tangan
Ubay. Bibir mereka kembali beradu dengan tangan masing-masing berada di bagian
tubuh yang vital dari lawan mainnya. Hanna melepaskan bibirnya dari ciuman
panas dengan Ubay lalu berbisik,
"Sabar, sekarang giliranku buat
muasin Lu."
Kemudian tubuh telanjang Ubay
didorongnya hingga jatuh di atas kasur. Ubay duduk di ujung kasur dan melihat
live show yang dipertontonkan Hanna. Bak penari striptease di klub malam, Hanna
bergoyang sembari melepaskan daster, bra, dan celana dalam yang ia kenakan.
Dalam keadaan polos tanpa busana, wanita cantik itu menuju ke tempat Ubay duduk
melongo melihat keseksiannya. Dilihat dari ekspresi wajah, Ubay tak bisa
menyembunyikan ketakjubannya pada kemolekan tubuh sang betina binal.
Hanna naik ke atas kasur dan
berpindah posisi berada di antara kaki Ubay lalu tanpa aba-aba memasukkan penis
pria itu ke dalam mulutnya. Ubay berbaring dan menikmati sepongan rekan
kantornya itu, sambil sesekali melihat apa yang sedang Hanna lakukan. Sensasi
hangat bercampur basah seketika menyerang sekujur batang pusakanya. Tak ada
yang bisa dilakukan oleh Ubay selain mendesah.
“Ouucchh! Enah banget Mbak….”
Bibir tipis Hanna mengecup lembut
penis Ubay lalu menuruni hingga pangkal batang. Suaranya terdengar cukup
kencang, mirip dengan orang yang sedang menjilati es krim. Ubay merapikan
rambut panjang wanita cantik itu sambil menyaksikan kecantikan sang betina yang
sedang berada di antara kakinya.
"Awwhh…Hhmm enak banget…"
desah Ubay sekali lagi yang dijawab dengan lirikan genit Hanna.
Ubay terdiam karena keahlian
atasannya itu dalam memainkan penisnya. Ukuran penis Ubay yang cukup besar bisa Hanna masukkan hingga pangkal, artinya
penis Ubay masuk hingga dalam kerongkongan. Saat Hanna mengeluarkan penis Ubay
dari mulutnya, batang itu pun sudah berlumur liur. Terlihat sangat
menggairahkan. Hanna kemudian menggunakan tangannya untuk mengocok batang penis
itu sembari menjilati bagian lubang kencing.
"Ouucchhh...Mmmhh… Stop Mbak!
Stop!"
Diperlakukan seperti itu membuat
tubuh Ubay menggelinjang. Gerakan tangan simultan dipadu jilatan nakal pada
lubang kencingnya nyaris membuatnya memuntahkan sperma sebelum menu utama
persetubuhan disajikan. Menuruti permintaan Ubay, Hanna menghentikan aksinya.
Seolah tak sabar, Ubay merebahkan tubuh wanita itu di kasur. Saat kedua paha
Hanna terbuka lebar, Ubay menUbayti vagina Hanna yang bersih nyaris tanpa bulu.
Pria itu begitu takjub dan tak sabar mencicipinya.
"Gantian aku yang bikin Mbak
Hanna enak ya." Ubay meminta izin.
"Lu mau ngapain?" tanya
Hanna dengan lembut.
“Mau gantian jilatin memek Mbak
Hanna.”
“Yakin Lu mau?”
“Mau banget Mbak! Aku suka banget
kalo jilmek.” Tukas Ubay antusias.
Ubay lantas mendaratkan ujung
lidahnya pada klitoris Hanna yang membuat wanita itu mendesah keenakan. Gerakan lidah naik dan turun sesekali
melakukan serangan menelusup ke dalam liang vagina yang tak terduga menjadi
variasi untuk membuat Hanna segera mendapatkan orgasme pertamanya.
"Awhh…Eeehmm…Aaaachh…"
desah Hanna sambil mengigit bibirnya, dua tangannya juga sibuk meremasi
payudaranya sendiri.
Hanna merasakan vaginanya menjadi
sangat basah, Ubay kini ikut memainkan jarinya. Dua ruas jarinya menelusup
masuk ke dalam liang senggama sang betina, mengocokya dengan begitu cepat
sementara lidahnya makin sibuk menjilati klitoris Hanna. Tubuh Hanna melenting
berkali-kali diiringi teriakan parau dari bibirnya.
"Aaacchh! Anjing Lu Bay!!
Aaachh! Terusin! Kocokin memek Gue bangsaatt!!”
Ubay terus memberikan jilatan yang
tepat sasaran pada titik lemah dari bibir vagina Hanna. Pun begitu pula dengan
gerakan tanggannya yang menyesaki dinding-dinding bagian dalam vagina sang
betina. Hanya bertahan sepersekian menit sejak Ubay memulai, Hanna sudah mulai
menunjukkan gejala segera orgasme. Pahanya semakin kencang meremas kepala Ubay,
desahannya terdengar semakin nyaring memenuhi kamar.
"Ahh! Gila Lu Bay! Gila Lu!
Aaaahhh!" Beberapa saat kemudian tubuh Hanna menegang. Kedua matanya
terpejam seiring lenguhan panjang dari bibirnya.
"Aaacchhh! Gue keluaaarrrr
Baaayy!!!"
Dibarengi dengan tubuhnya bergetar
hebat, Hanna akhirnya mendapatkan serangan orgasmenya yang pertama. Ubay
menghentikan aksi nakalnya pada vagina wanita cantik itu, seolah sedang memberi
jeda pada Hanna untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah melanda.
"Gilaaa ah Lu Bay…Belajar
darimana Lu fingering bisa seenak gitu?" Tanya Hanna dengan nafas
tersenggal. Ubay hanya tersenyum.
“Dari film bokep Mbak, hehehehe.”
Ujar Ubay.
Ubay mendekat ke arah tubuh Hanna
yang masih terlentang di atas ranjang. Tanpa perasaan canggung sedikitpun pria
itu kemudian mengecup lembut bibir tipis Hannaa yang mennggoda. Sang betina
bukannya tanpa perlawanan, lidahnya terjulur menyambut baluran kuas liur yang
diberikan Ubay. Keduanya terlibat ciuman panas bercampur birahi.
"Buruan entotin Gue Bay…" Ucap
Hanna ditengah cumbuan mereka.
"Kamu yakin Mbak?”
“Jangan belagak bego deh Bay. Kontol
Lu daritadi udah ngaceng masa iya kita nggak ngewe sih?” Gerutu Hanna menyikapi
tingkah sok polos yang ditunjukkan oleh Ubay sedari tadi.
"Hehehehe, by the way ada kondom
nggak?" tanya Ubay kemudian.
"Udah nggak usah kondom segala,
Gue lebih suka skin to skin. Lebih greget.” Ujar Hanna penuh keyakinan.
Tak mau kena omel lagi, Ubay bergegas
memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Hanna. Wanita cantik itu membuka
lebar-lebar kedua pahanya, memberi jalan bebas hambatan pada penis sang
pejantan yang akan menjajahi liang senggamanya.
"Pelan-pelan Bay. Kontol Lu gede
banget soalnya.” Ucap Hanna memberi instruksi.
“Siap komandan!”
Penis Ubay sudah siap di bibir vagina,
perlahan ia berusaha memasukkan penisnya ke dalam liang surgawi. Kedua
tangan Hanna berada di pinggang Ubay
untuk menahan laju gerakan kalau dirasa
terlalu keras. Mulailah terbuka bibir vaginanya, desahan Hanna terdengar lirih.
Ubay mendorong tubuhnya secara perlahan, hingga akhirnya kepala penisnya bisa
masuk.
"Auuuww! Auuuw! Stop dulu Bay!
Stop!"
“Kenapa Mbak?” Tanya Ubay sembari
menahan gerakan pinggulnya. Di bawah, baru sebagian batang penisnya yang
tertanam di dalam vagina Hanna.
“Sesak banget rasanya Bay! Kontol Lu
kegedean anjirr!”
“Bukannya kalo gede makin enak ya
Mbak?”
“Iya enak, tapi Gue perlu adaptasi
dulu bego. Gue udah lama nggak…..Aaaacchh! Aaanjiingg Lu Baayy!!!”
Belum sempat Hanna menyelesaikan
kalimatnya, tiba-tiba Ubay menghentakkan pinggulnya dengan keras dari atas.
Alhasil seluruh bagian batang penisnya menelusup masuk menyesaki liang vagina
sang betina. Tak mau mengambil jeda lebih lama lagi, Ubay mulai menggerakkan
pinggulnya naik turun, penisnya yang berukuran besar bergerak keluar masuk di
dalam liang senggama Hanna.
“Aaaacchh! Aaaachh! Anjing Lu Bay!!
Aaachh!”
Racauan Hanna sama sekali tak
dihiraukan oleh Ubay. Pria itu terus menyetubuhi tubuh Hanna dengan kecepatan
tinggi. Penisnya bergerak cepat dan keras bak piston mesin bertenaga turbo.
Tubuh Hanna tergelepar tak berdaya menghadapi serangan brutal dari Ubay.
Kesempatan ini tak disia-siakan oleh Ubay dengan menghisapi puting Hanna yang
begitu menggoda.
"Ohh enak banget memekmu Mbak!"
Ubay mendesah seraya merasakan sensasi pijatan perlahan di bawah sana. Cengkraman
vagina Hanna membuat Ubay sesekali terpejam menikmati surga dunia.
"Aaacchh! Kkontol Lu juga enak
banget Bay!” Balas Hanna yang mulai bisa menikmati keperkasaan sang pejantan
muda.
Dengan posisi man on top bertumpu
pada kedua tangannya memberikan keleluasaan Ubay menarik hingga ujung penis,
lalu memberi sodokan yang kencang kembali masuk. Ranjang yang mereka gunakan
untuk bersetubuh berderit hebat, kaki-kakinya bergesekan langsung dengan
permukaan lantai kamar.
Gerakan tubuh Ubay semakin cepat,
bagaikan dirasuki oleh dewa cinta, gerakan pinggulnya menunjukkan kalau ia
sudah berpengalaman berhubungan badan dengan banyak perempuan. Sex dengan Hanna
dijadikannya sebagai ajang balas dendam karena sudah lama tak bencinta.
"Ouucchh! Bay! Mentokin kontol
Lu Bay!! Aaacchh! Anjiing!" Ujar Hanna di tengah persetubuhan, tubuhnya
semakin menegang karena otot-ototnya sedang merasakan sensasi nikmat tiada
tara.
Selang beberapa saat tubuh Hanna
kembali mengeang luar biasa, tanda jika orgasme kedua akan menyerang. Tau jika
lawan mainnya akan menjemput kenikmatan, Ubay makin mempercepat goyangannya.
Kedua tangannya mencengkram pinggul ramping Hanna sembari menyodokkan penisnya
kuat-kuat hingga membuat tubuh Hanna terhentak secara kasar.
“AAAACHHH!! AAANJIINGG! GUE
KELUAAAAARR!” Teriak Hanna.
Ubay merubah tempo sedikit pelan saat
nafas Hanna tersenggal-senggal. Wajah cantik Hanna terlihat begitu lelah
sekaligus puas setelah mendapatkan dua kali orgasmenya. Di bawah sana, Ubay
merasakan penisnya terasa kembali dipijat-pijat oleh dinding vagina sang
betina.
“Lu belum keluar juga Bay?” Tanya
Hanna dengan nada suara lemah. Ubay hanya menggeleng sambil tersenyum.
“Gue nggak ngira Lu pinter banget
ngewenya.” Puji Hanna kemudian.
“Mbak Hanna puas?” Tanya Ubay.
“Puas lah Bay, tapi lebih puas kalo
Lu juga keluar.” Jawab Hanna.
Ubay kembali menaikkan tempo gerakan
pinggulnya. Kali ini dia sambil memeluk tubuh Hanna, dengan posisi seperti ini
penisnya makin masuk ke dalam, menyesaki liang surgawi sang betina. Desahan
keduanya saling bersahutan menguar seisi kamar hingga beberapa saat kemudian
Ubay merasakan kedutan hebat di batang penisnya.
"A-Aku mau keluar Mbak…"
erang Ubay.
"Keluarin pejumu Bay! Tapi
jangan di dalem ya, Gue lagi masa subur.” pinta
Hanna. Ubay kemudian mencabut penisnya, sesaat dia kocok
batangnya dnegan tangan kanan sembari mengarahkan ujungnya pada tubuh Hanna
yang berada di bawahnya.
"AAARGGGHHTTTTTTT!”
Semburan demi semburan cairan kental
berwarna putih keluar dari penis berukuran besar itu menerpa tanpa ampun
sebagian perut, payudara dan wajah Hanna. Usai menuntaskan hajat birahinya,
Ubay jatuh tepat di samping tubuh Hanna. Pikiran ubay melayang tak tentu arah,
sama sekali tak menduga jika dia bisa meniduri wanita yang selama ini terkenal jutek
dan judes di kantor.
"Gila banget Lu Bay! Maniak sex
Lu Ya? Hahahahaha!” Cerocos Hanna dengan wajah bahagia.
"Maaf ya Mbak.” balas Ubay
dengan rona berbunga-bunga.
"Dih kok maaf sih? Gue puas
banget tau! Badan Gue jadi fresh banget sekarang.” Ujar Hanna sebelum mengecup
lembut pipi Ubay.
Keduanya saling berpelukan, bercumbu
untuk kesekian kalianya sebelum kemudian terlelap tidur di atas ranjang. Saat
malam menjelang keduanya terbangun, Ubay hendak pulang ke kosnya namun Hanna
merajuk dan meminta pria itu untuk tinggal lebih lama lagi. Rupanya keperkasaan
Ubay membuat Hanna betah berduaan dengan pria muda itu.
Tentu saja sepanjang malam mereka
berdua kembali bercinta. Ubay mempraktekan segala macam posisi yang dia hapal
dari koleksi film porno favoritnya. Hampir seluruh area apartemen Hanna
dijadikan set lokasi perzinahan mereka berdua. Entah berapa kali Hanna
mendapatkan orgasme malam itu hingga tidur terlelap dalam pelukan Ubay. Saat
pagi menjelang, Ubay terbangun mendapati dirinya seorang diri di atas ranjang.
Kemana Mbak Hanna?

Posting Komentar
0 Komentar