UKHTY - HIJAB ADVENTURE
PART 1
Mulutku terkunci saat kedua mataku
menyaksikan layar ponsel adik iparku. Adegan
dalam video ini sungguh sangat membuatku shock. Aku merasa seperti orang dungu
yang ditendang tepat di selangkangan. Apa yang terpampang dalam layar ponsel
adalah video istriku yang sedang bersetubuh dengan adik iparnya sendiri. Ya,
mereka bersetubuh. Aku tak bisa mempercayainya! Bukan hanya kenyataan bahwa istriku
telah menghianatiku, tapi dia melakukannya dengan Ahmad, suami dari adiknya
sendiri!
Amira, adik iparku berdiri di
sebelahku mengamati reaksiku saat menyaksikan rekaman video mesum tersebut.
Tampak jelas dia terluka dan marah. Amira menemukan rekaman video ini beberapa
jam yang lalu dan langsung mempertontonkannya padaku, seolah ingin mencari
sekutu atas perasaan sakit hatinya.
Adegan mesum di ponsel terus berlangsung,
aku lalu kembali menyerahkan ponsel pada Amira, kemudian berjalan menuju dapur
di ruang sebelah dan menuangkan air mineral ke dalam dua buah gelas. Aku
kembali ke ruang tamu, memberikan segelas air pada adik iparku. Amira
menerimanya tanpa sepatah katapun terucap dari bibirnya. Kami berdua meneruskan
melihat rekaman video tersebut dalam diam.
Istriku, Zahra, dia adalah wanita
anggun dan alim bahkan setiap harinya memakai hijab lebar ternyata bisa sebinal
serta seliar ini. Dadaku memang bergemuruh, tapi ada sesuatu yang lain, sesuatu
yang menggelitik sanubariku sebagai lelaki normal. Apakah ini aneh? Merasa
bergairah saat menyaksikan istriku sendiri sedang bersetubuh dengan pria lain?
Ya ini aneh karena sensasi seperti ini baru pertama kali aku rasakan.
Ahmad mungkin berpostur lebih kekar
dibanding dengan badanku. Wajar karena Ahmad memang rutin mengunjungi gym tiap
akhir pekan. Tapi aku merasa senang karena betapapun hasil latihannya telah
membuat otot tubuhnya menjadi besar dan kekar tapi itu tak membuat batang
penisnya jadi lebih besar dibanding kepunyaanku. Setidaknya aku masih lebih
hebat di bagian itu. Tentu saja, Zahra tak begitu menikmati persetubuhan itu
karena ukuran batang penis Ahmad sama sekali tak bisa memuaskannya. Erangan
serta desahan manjanya dalam video tersebut hanyalah kamuflase semata, aku
sangat mengerti istriku.
Istriku sendiri mempunyai bentuk
tubuh yang sempurna. Meskipun sudah melahirkan dua anak dari pernikahan kami,
tapi lekuk tubuhnya terawat, sama sekali tak ada lemak yang terlihat
berlebihan. Buah dadanya masih bulat dan kencang, dipadu pinggang ramping serta
bongkahan padat di pantatnya mustahil jika tak ada pria di luar sana yang tak
menelan ludah saat menatap tubuh istriku meskipun Zahra selalu berpenampilan
tertutup.
Aku ingat bagaimana Ustadz Hilman
sering bercanda dengan menyebut istriku memiliki daya tarik kuat sebagai
seorang wanita. Mata dan bibir Zahra seolah selalu menggoda untuk membuat
pikiran kaum Adam menjelajah terlampau jauh. Tentu candaan itu hanya diucapkan
Ustadz Hilman saat kami hanya berdua saja setelah acara kajian.
“Hati-hati menjaga istrimu Zam, dia
punya daya tarik lebih. Jangan sampai aku tergoda untuk menjadikannya istri
keempatku. Hahahaha!” Begitu ucap Ustadz Hilman beberapa hari lalu.
Apa yang diucapkan Ustadz Hilman
memang benar adanya dan sekarang terbukti seutuhnya. Amira tiba-tiba datang
mengetuk pintu rumahku dan langsung menunjukkan bukti perzinahan antara Zahra
dan Ahmad secara gamblang, begitu jelas tanpa bisa disangkal lagi. Aku
terguncang, tapi ada sisi lain yang membuatku sedikit bergairah.
***
Amira melangkah pergi ke dapur untuk
mengambil minuman di dapur setelah isi gelasnya kembali kosong, kupandangi dia
dari belakang. Amira berumur 5 tahun lebih muda dari istriku dan memiliki
bentuk tubuh yang lebih montok dibandingkan kakaknya. Payudaranya juga lebih
besar. Amira adalah duplikat Zahra dalam versi yang lebih muda, hanya saja tak
seperti kakaknya yang senantiasa mengenakan hijab model lebar, Amira lebih
sering memadukan hijabnya dengan pakaian yang sedikit ketat dan dipadu celana
jins yang tak kalah ketat pula. Maka tak heran kebahenolan tubuhnya bisa secara
jelas aku amati.
Amira dan Ahmad menikah dua tahun
yang lalu. Zahra dan aku menikah jauh sebelumnya dan sekarang kami sudah
memiliki 2 orang anak. Kami hidup bertetangga, hanya dipisahkan satu rumah,
yang tak lain itu adalah rumah mertuaku sendiri. Mungkin saja karena kedekatan
inilah yang membuat Zahra dan Ahmad pada akhirnya menjalin hubungan terlarang
di belakangku.
“Kamu sudah tau sejak kapan kalo
mereka berdua selingkuh?” Tanyaku begitu video tersebut berakhir. Amira
menghela nafas panjang seraya menggerakkan kepalanya menatapku.
“Mungkin sudah hampir setahun
belakangan.” Ujarnya ketus. Aku gelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang
baru saja aku dengar.
“Jadi ini sebabnya kenapa sikap Zahra
akhir-akhir ini berubah. Kakakmu jadi lebih dingin, tak sehangat dulu padaku. ”
Kataku.
Zahra sejak sebulan terakhir memang
berubah. Ada saja hal bisa dia jadikan alat untuk memicu pertengkaran diantara
kami. Tak hanya itu, setiap kali aku mengajaknya berhubungan badan, Zahra
selalu punya seribu satu macam alasan untuk menolaknya. Terakhir kali kami
berhubungan suami istri mungkin satu atau dua minggu yang lalu, itupun tak
sehangat seperti biasanya. Zahra menjadi begitu dingin dan tak bersemangat
tanpa aku ketahui penyebabnya.
“Kakak kandungku ternyata seorang
pelacur!” Kata Amira dengan geram. Aku mengangkat bahu. Aku benar-benar tak
bisa berkata apapun untuk membuat kenyataan ini menjadi lebih baik.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
Tanyanya kemudian, tampak jelas nada kemarahan di dalam suaranya.
“Aku belum tahu Mir….” Aku menghela
nafas panjang. Aku masih sangat terguncang dan tak bisa berpikir jernih
“Abang belum tahu?” Tanyanya tak
percaya. Aku hanya mengangkat bahu kembali.
“Aku tidak mungkin mengambil
keputusan drastis Mir. Lagipula kakakmu sedang pergi sekarang, aku perlu
berpikir lebih jernih lagi untuk menemukan solusi atas permasalahan ini.”
Ujarku.
“Well, aku sudah tahu apa yang akan
kulakukan!” Potong Amira. Kupegang kedua bahunya dengan tanganku untuk
meredakan emosinya.
“Bukankah Ahmad sedang di luar kota
sekarang?”
“Ya.” Jawabnya, dengan menambahkan nada
marah sebelum aku mampu melanjutkan ucapanku.
“Mungkin sekarang ini dia sedang
meniduri wanita lain lagi!”
“Aku rasa tidak.” Kataku sambil
menggelengkan kepala.
“Ishh! Semuanya sudah jelas Bang!”
“Dengar, aku cukup mengenal Ahmad
dengan baik dan dia bukan tipe lelaki yang suka main perempuan.” Kataku,
meskipun sadar betapa menggelikannya penjelasanku ini.
“Hah? Apa aku nggak salah dengar
Bang? Kamu sedang bercanda kan ini?” Tukas Amira. Aku hanya mengangkat bahu.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi,
tapi aku tak percaya kalau Zahra dan Ahmad sengaja melakukan ini.”
“Lalu apa yang kita lihat dari tadi
Bang?! Abang pikir video mesum tadi palsu semua??” Ujar Amira, kali ini nada suaranya makin meninggi.
“Apa ada kelakuan Ahmad yang aneh
akhir-akhir ini? Aku tahu kalau sekarang Zahra sedang mengalami puber kedua.
Dia baru saja memasuki usianya yang ke tiga puluh sembilan, kakakmu itu akan
memasui fase keresahan.”
“Itu bukan alasan!”
“Aku tidak bilang ini suatu alasan,
tapi aku rasa itu bagian dari penyebabnya.” Jawabku. Amira menatapku dan
menggelengkan kepala, tapi kemudian dia menarik nafas dan kelihatan agak
sedikit mereda emosinya.
“Sudah satu tahun aku dan Mas Ahmad
mencoba untuk mendapatkan seorang bayi, tapi belum juga berhasil. Aku tahu itu
sangat mengganggunya.” Jelasnya sambil menggosok kedua lengannya, tapi kemudian
ketenangannya sirna sebelum kemudian matanya berkilat marah.
“Itu juga sangat menggangguku, tapi aku tidak
lari dan tidur dengan pria lain!”
“Kamu benar Mir….” Aku masih berusaha
menenangkan amarah adik iparku ini.
“Tapi aku masih merasa kalau kita
butuh waktu beberapa hari untuk berfikir sebelum membuat keputusan besar.”
Lanjutku.
“Baiklah! Mungkin Abang benar, tapi
aku merasa itu tak akan membantu sama sekali!” Rasa sakit dan marah terlalu
besar untuk ditahan Amira.
“Bagaimana kalo besok kita bicarakan
lagi masalah ini?” Tawarku.
“Sekali lagi kita butuh waktu untuk
berpikir jernih sebelum mengambil keputusan tanpa diracuni emosi yang tidak
perlu.
Amira terlihat tidak puas, tapi dia
mengangguk setuju. Dia mengambil ponselnya dari atas meja dan pergi tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Aku berharap dia tidak melakukan suatu tindakan
yang bodoh sampai dia merasa tenang.
Setelah Amira pergi, aku memutuskan
untuk mengguyur tubuhku yang lelah dengan air dingin. Ini adalah salah satu
cara untuk melepas segala kepenatan yang menderaku, guyuran air dingin bisa
dengan mudah membuatku sedikit rileks dan sesaat melupakan masalah barusan.
Selesai mandi, aku berusaha keras
untuk memejamkan mata. Tapi bayangan adegan mesum yang melibat Zahra dan Ahmad
benar-benar membuat pikiranku terjaga. Ya Allah, kenapa Kau berikan ujian
seberat ini pada rumah tangga kami? Kenapa Zahra harus melakukan kegilaan macam
ini? Apa kata orang kalau sampai skandal memalukan seperti ini bocor? Mau
ditaruh mana mukaku?
Berbagai macam pikiran buruk semakin
membuatku kesulitan tertidur. Hingga aku putuskan untuk menghubungi Ustadz
Hilman. Aku butuh teman sharing setidaknya agar sedikit meringankan bebanku,
dan Ustadz Hilman adalah orang yang tepat. Nada berdering beberapa kali terdengar
sebelum beberapa saat kemudian suara Ustadz Hilman terdengar menyapa dari
sambungan telepon.
"Assalamualaikum ya akhi, tumben
nih jam segini telepon?" Sapanya ramah.
"Waalaikumsalam ustadz, maaf
kalo mengganggu malam-malam." Aku merasa tak enak karena baru menyadari
jika waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
"Ah, nggak apa-apa. Gimana? Ada
apa ini?"
Tanyanya sekali lagi, sayup terdengar lantunan ayat-ayat suci Al Quran, aku
menduga itu berasal dari para santri Ustadz Hilman yang memiliki pondok
pesantren kecil di pinggiran kota.
"Saya butuh ngobrol dengan
ustadz. Ada masalah yang tidak bisa saya selesaikan sendiri." Kataku
langsung berterus terang.
"Masalah? Biasanya kalo sampai
mendadak seperti ini pasti nggak jauh-jauh dari masalh rumah tangga.
Hehehehehe."
Tebakan Ustadz Hilman seperti menampar mukaku sendiri. Terbersit dalam hati
untuk mengurungkan niatku.
"Begitulah ustadz."
"Insyaallah kalo ana bisa bantu,
pasti ana bantu. Mau datang ke sini?"
"Kalo tidak merepotkan Ustadz
Hilman saya mau ke pondok sekarang."
"Ah, boleh-boleh. Ana tunggu
ya."
"Baik ustadz, terima kasih
sebelumnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."

Posting Komentar
0 Komentar