THE ANCHOR

 

GENRE : HIJAB EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 135 HALAMAN
HARGA: Rp 20.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY


PART 1

 

Sinar bulan yang kejam dan dingin menembus malu mendesak sela korden yang malas ditutup di sebuah ruang besar yang berantakan. Kertas bertebaran di meja dan kursi, notebook terbaru yang berharga mahal dibiarkan teronggok menyala di atas meja, layar tipisnya masih membuka halaman situs dewasa. Gambar wanita cantik setengah telanjang terpampang di kalender besar yang mencuri perhatian di dinding.

Guci raksasa yang menggambarkan gadis oriental yang sedang mandi di pinggir sungai teronggok di sudut ruangan tanpa tersentuh, bunga yang terbuat dari kerajinan yang dipasang di dalamnya sudah lama sekali tidak pernah dibersihkan sehingga menjadi sarang laba-laba.

Televisi flat 41 inch menyala dengan suara stereo yang berbingar di sudut lain. Seorang pria bertubuh gempal berkepala gundul tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk ke layar televisi yang sangat lebar. Perutnya yang menggelambir bergoyang-goyang tak terhenti ketika ia tertawa terpingkal-pingkal. Kepala gundulnya mengingatkan orang pada om-om genit yang sering berburu ABG di mall-mall. Kursi yang ia duduki berukuran kecil sehingga hampir tak mampu memuat ukuran pantatnya yang lebih besar dari rata-rata.

“Bwahahahaha! Lihat itu! Hahahahaha! Lucu sekali! Hei, itu lucu kan??” tanya pria gemuk gundul itu kepada dua orang yang berdiri di belakangnya.

Dari posisi berdiri mereka yang kaku dan tanpa ekspresi bisa dikenali kalau kedua orang tersebut adalah dua orang bodyguard atau pengawal si pria gundul. Mereka saling berpandangan ketika sang bos bertanya pada mereka.

“I-iya bos, lucu. Hehehehe…” jawab bodyguard di sebelah kiri.

“Lucu sekali bos, betul.” jawab bodyguard di sebelah kanan.

Kedua bodyguard itu mengeluarkan suara tawa penuh paksaan yang tidak enak didengar, tentunya hanya untuk membuat sang bos senang. Sang bos mendengus dengan kesal melihat kedua bawahannya berekspresi terpaksa. Dengan keluhan panjang sang bos duduk di kursinya yang sempit untuk kembali menyaksikan acara yang sedang berlangsung di layar TV.

Sekali lagi ia tertawa terbahak-bahak, kedua bodyguard di belakangnya saling bertatapan dan hanya bisa menggelengkan kepala satu sama lain karena tidak tahu apa sebenarnya yang sedang ditertawakan oleh sang bos.

Bos itu bernama Viktor Giyono atau lebih akrab disapa Bos Gion. Salah satu dari jajaran konglomerat tersukses di Asia dan tentunya merupakan salah satu nama yang cukup disegani di Indonesia. Bos Gion sudah delapan tahun terakhir menduduki peringkat prestisius orang-orang terkaya di Asia versi majalah terkemuka dari Amerika. Bisnisnya berderet mulai dari yang legal seperti ekspor impor barang tambang hingga ilegal seperti judi dan prostitusi, tentu saja pendapatan terbesar justru didapatkannya dari bisnis ilegalnya.

Walaupun sudah beberapa kali berurusan dengan polisi karena bisnis ilegal yang ia jalankan, Bos Gion selalu bisa meloloskan diri dari jeratan hukum dengan hebatnya. Ia tak pernah sekalipun ditahan, kemampuannya mengucurkan negosiasi yang bisa disetujui pihak berwajib membuatnya melenggang santai di bawah hidung aparat. Bos Gion memiliki dua pengawal yang setia, mereka adalah dua tangan kanan yang sangat dipercayainya.

Nama mereka Jack dan Jim, tapi jangan bayangkan mereka sebagai orang bule berkulit putih bermata biru. Jack bernama asli Rojak dan Jim sebenarnya dilahirkan dengan nama Kosim. Keduanya berperawakan tegap dan kekar dengan wajah keras yang mencerminkan pekerjaan mereka sebagai tukang pukul. Penampilan keduanya begitu menyeramkan sehingga orang akan berpikir ratusan kali sebelum memulai masalah dengan mereka, mendekati keduanya saja pasti akan segan. Hanya karena menganggap nama keduanya terlalu kampungan, Bos Gion merubah nama mereka menjadi Jack dan Jim.

Malam itu Jack dan Jim sedang menemani Bos Gion bersantai di ruang keluarga, layaknya seorang konglomerat, Jack dan Jim bukan satu-satunya sekuritas di rumah Bos Gion karena rumah ini dipenuhi barang mewah dan antik yang harganya bisa lebih mahal dari satu unit rumah sederhana. Bos Gion masih terus asyik menyaksikan acara TV yang ia tonton sambil sesekali tertawa. Anehnya, acara yang ia tonton sebenarnya bukanlah pertunjukan lawak ataupun film komedi, malah sebenarnya Bos Gion tengah menyaksikan acara talkshow serius.

Ia sedang menyaksikan acara Bincang Hukum yang tengah ditayangkan oleh salah satu televisi nasional. Acara Bincang Hukum memang menarik untuk disimak, bukan hanya dari topiknya, tapi banyak juga orang yang menyaksikan acara ini hanya untuk melihat sang host Tina Hanisa.

Tidak hanya cantik, Tina juga dikenal sebagai host yang cerdas. Pertanyaan yang ia lemparkan pada para narasumber acaranya seringkali tajam dan terkadang menjebak sehingga membuat si tamu kehabisan kata-kata. Bahkan Mantan Gubernur DKI  Sutrisno yang dikenal jago diplomasi sekalipun tak mampu berbuat banyak saat berhadapan dengan Tina.

 Korban Tina kali ini adalah pakar telematika Roy Sukro. Dicecar banyak pertanyaan tajam terutama soal analisa multimedianya yang terkadang tak pada tempatnya membuat pria berkumis itu gugup, padahal di awal acara ia terlihat sangat percaya diri, sok pintar dan jumawa seakan ia tahu hal-hal teknis yang tidak semua orang tahu. Namun harga diri Roy Sukro pun semakin berantakan ketika saat ditanya soal analisa video syur salah satu selebritis yang ternyata salah dan analisa tentang hasil forensik yang sebenarnya tak terlalu penting untuk dipublikasikan.

Malam itu, Tina Hanisa dengan sukses berhasil mempermalukan Roy Sukro, pria yang mengaku dirinya pakar telematika itu terlihat bodoh di depan TV nasional yang disiarkan secara langsung pula! Hal itulah yang membuat Bos Gion tertawa terbahak-bahak.

“Baik, Bung Roy, tahan dulu jawaban anda karena kita harus jeda dulu. Pemirsa jangan kemana manaBincang Hukum akan segera kembali sesaat lagi.” kata Tina menutup sesi perbicangan dengan Roy Sukro.

Merah muka Roy Sukro, hatinya pun panas karena pertanyaan-pertanyaan dari Tina yang menyudutkan dan mempertanyakan intelegensianya. Jeda iklan menyelamatkan mukanya untuk beberapa menit. Ketika iklan pertama muncul, telepon genggam Bos Gion bergoyang dan berdering di atas meja. Laki-laki gempal itu mengambil telepon genggamnya, memeriksa ID dan mendengus geli sebelum memencet tombol jawab.

“Halo, Bung Roy! Hahahaha! Gimana kabar situ? What this is? You rock! Hahahaha! Ya, tentu saja I nonton! Ayolah, you are so entertaining, lebih menghibur dari lenong Betawi! Hahahahaha! Makanya, jauh-jauh hari I kan sudah peringatin you sebelum tampil, hati-hati sama cewek satu itu. Tina Hanisa itu bukan host sembarangan. Hmm? Apa?!” mimik wajah Bos Gion berubah seketika, yang tadinya becanda menjadi serius.

“Ah! Yang benar aja! I sedang tidak mood untuk… ah, you bercanda nih. Hmm? You serius? Hmm… ya… ya, I dengerin…” Bos Gion makin tenggelam dalam keseriusan.

“Ok, I understand. Hmm… you yakin nggak nih? I nggak mau kalau rencana ini dijalankan cuma gara-gara you kesal sama Tina. Apa?! Bukan, bukan begitu, masalahnya target kita kan biasanya selebritis, kita belum pernah… Hei!!! Jaga omongan you!!!” nada bicara Bos Gion mendadak meninggi, emosinya mulai naik.

“I tidak pernah takut sama siapapun! I justru nggak mau you bertindak bodoh! Sudah sering you bikin repot, I gak mau kita gegabah dan menggagalkan operasi yang sudah kita… ok ok… I tahu, makanya… ok ok… kalau gitu I tunggu perkembangan selanjutnya. Just don’t do something stupid that we will both regret, ok?”

Bos Gion menutup pembicaraannya. Ia meletakkan handphone di meja kecil di samping dan menghenyakkan tubuh pada sandaran sofa yang empuk. Matanya menerawang jauh dan pikirannya melayang memikirkan rencana yang disampaikan Roy tadi. Ketika sedang berpikir keras seperti ini, Bos Gion biasanya membutuhkan minuman untuk stimulant.

“Afifa!!! Mana minumanku? Cepat bawa kemari!!!” teriak Bos Gion dengan galak.

“I-iya, Oom. Sebentar Afifa siapkan.” terdengar jawaban samar dari arah ruangan kecil mirip bar yang tidak jauh sofa dan TV.

Tak seberapa lama kemudian, seorang wanita muda yang cantik muncul membawa baki berisi sebotol Scotch dan satu gelas es batu yang juga sudah dituangi minuman tersebut. Jika ada orang yang mengenal wanita itu pastinya akan mengerutkan kening keheranan. Gadis belia itu adalah Afifa Shahira, seorang artis muda yang sedang naik daun dan laris manis bermain sinetron dan sering menghiasi layar kaca.

Karena itu sungguh aneh jika saat ini, Afifa mendadak menjadi pelayan di rumah mewah milik Bos Gion. Afifa berjalan dengan gugup dan risih, wajahnya memperlihatkan kegalauan luar biasa. Ia tak bisa berjalan dengan nyaman dan lepas karena sejak masuk ruangan terus menerus diamati oleh tiga orang pria lain yang seakan-akan ingin menelan tubuhnya bulat-bulat. Busana Afifa malam itu memang tergolong seksi dan jauh di luar kebiasaannya dalam berpakaian.

Afifa memakai kostum maid warna pink dengan rumbai-rumbai seksi. Bagian bawahnya terlalu tinggi di atas lutut, sementara bagian atasnya membuka memperlihatkan kemulusan kedua bahunya serta memberi sedikit intipan di bagian dada. Dalam keadaan normal, Afifa pastinya tak akan mau melakukan hal seperti ini, apalagi harus memakai pakaian seksi sevulgar yang ia kenakan saat ini. Sayangnya ia dijebak dalam sebuah konspirasi busuk yang membuatnya rela menjadi ‘mainan’ Bos Gion.

“I-ini Oom, minumannya.” Afifa membungkuk di depan meja untuk meletakkan baki yang ia bawa.

Dengan posisi seperti itu, Afifa sadar jika tubuhnya menjadi tontonan. Buah dadanya akan terlihat oleh Bos Gion yang berada di hadapannya, sementara pantatnya menjadi tontonan gratis bagi Jack dan Jim yang berdiri tepat di belakangnya. Hal ini membuat hati gadis muda itu seperti teriris namun tak berdaya untuk menahan malunya. Bos Gion mengambil gelas dan menyeruput sedikit minumannya. Matanya tiba-tiba mendelik dan menatap Afifa dengan pandangan yang sangat galak.

“Apa-apaan ini??” tanya Bos Gion sambil memuntahkan minumannya.

“Eh… mmm, itu Scotch, Oom…” jawab Afifa cemas.

“Goblok!!!” maki Bos Gion.

PLAK!

Tangan besar pria gemuk itu mendarat di pipi mulus Afifa. Gadis belia itu langsung menjerit kesakitan.

“Aawww!!!” tubuhnya terjengkang dan jatuh ke lantai, ia pun mulai menangis sambil mengusap pipinya yang terasa sakit dan panas.

“Dasar goblok!!!” teriak Bos Gion sambil menumpahkan scotch dalam gelas di atas kepala Afifa.

“Sudah sering aku bilang! Kalo yang namanya scotch itu Jangan pake es! JANGAN PAKE ES!! HARUS DIULANGI BERAPA KALI LAGI SUPAYA KAMU NGERTI?!!”

“Aaahhhh!!! Ahhhh!!! Ja-jangan Oom! Aauuuughhh! Ampuuun….”

“Tidak ada ampun! Kamu harus dihukum!!!”

 Bos Gion menarik tangan Afifa dengan kasar dan menelungkupkan tubuh gadis jelita itu di atas pangkuannya. Afifa memberontak tapi tak berdaya. Wajahnya yang ketakutan justru menjadi hiburan bagi lelaki gemuk yang kini menguasai tubuhnya.

“Oom!! Jangan Oom! jangan… ampuun… jangan Oom… jangan…!!”

“Sudah bodoh banyak bacot pula! Shut the hell up!!”

Bos Gion menahan tubuh Afifa dengan tangan kirinya sehingga gadis muda yang cantik itu tak bisa banyak bergerak sementara tangan kanannya dengan sigap menyingkap bawahan rok Afifa dan dilanjutkan menurunkan celana dalamnya.

“Hehehe, anak nakal harus dihukum.” kata Bos Gion sambil mengusap-usap pantat mulus Afifa. Wajah mesumnya makin kentara saat pantat mulus Afifa terbuka lebar.

“Ngggghhh!!! Nggak mau Oom… jangaaaan! Saya mohon… sakit Oom… sakit… jangan… jang… aaaawwwww…!!!”

Kalimat Afifa yang bergetar berubah menjadi jeritan saat Bos Gion mulai menampari bulatan indah pantat Afifa. Tak ada yang bisa dilakukan gadis muda yang cantik itu selain menjerit dan menangis. Pantatnya yang mulus putih bersih mulai memerah setelah ditampar berkali-kali.

Entah berapa lama Bos Gion memukuli pantat Afifa, namun bagi gadis itu rasanya lama sekali. Afifa akhirnya bisa bernafas lega saat pada akhirnya tubuhnya dihempaskan Bos Gion di atas sofa panjang yang empuk. Dalam hatinya, Afifa tahu kalau mimpi buruknya belumlah berakhir. Perasaan Afifa ada benarnya, tak lama setelah melempar tubuh Afifa ke atas sofa, Bos Gion melambaikan tangan supaya Jack dan Jim mendekat. Bos Gion menyeringai sadis.

“Nah, anak nakal. Sebagai hukumannya, kamu harus melayani kedua anak buahku sampai puas!!” kata pria gemuk itu sambil menepuk pundak kedua tukang pukulnya yang langsung tersenyum girang karena mendapat jatah selebritis muda yang aduhai.

“A-apa?!” Afifa melotot dan menggelengkan kepala, air matanya menetes makin deras. Ia langsung bangkit dan mencoba berdiri.

“Tidak Oom, saya nggak mau… jangan… jangan mereka Oom… saya mohon… Oom… jangan…”

Selama menjadi budak Bos Gion, Afifa memang belum pernah melayani Jack dan Jim namun ia pernah melihat bagaimana kasarnya permainan seks mereka berdua ketika sedang menggumuli wanita-wanita malang yang juga jadi korban kelicikan Bos Gion, tidak sedikit wanita bahkan pingsan setelah diperkosa dan disiksa Jack dan Jim semalam suntuk.

“Oom, jangan mereka Oom… saya layani Oom saja… apa yang Oom mau saya kerjakan, tapi jangan serahkan saya pada mereka, Oom… saya mohon…”

Afifa merengek agar tidak diberikan pada kedua bodyguard Bos Gion, tapi pria gemuk itu tidak bicara apa-apa lagi, sekali lagi ia mengayunkan tangan pada Jack dan Jim agar membawa Afifa pergi. Dua pria yang sudah tidak tahan lagi pada nafsu mereka itu segera menangkap lengan sang gadis muda yang molek dan menyeretnya ke lantai atas.

“Ooom!!! Saya mohon Oom!! Oom!!! Jangaaaan!!! Saya tidak mauuuu!! Jangaaaan!!! Aawwww!!!”

Ketiga orang itu akhirnya meninggalkan ruangan tempat Bos Gion masih duduk menikmati acara Bincang Hukum di televisi. Mereka naik ke tangga dan tak terlihat lagi saat mencapai lantai atas. Meskipun demikian, jeritan Afifa yang minta ampun masih sangat jelas terdengar, seolah-olah gadis itu menghabiskan seluruh energinya untuk menjerit sekeras-kerasnya, sejadi-jadinya.

Bos Gion memejamkan mata. Ia menikmati setiap detik rengekan dan jeritan memilukan dari lantai atas tempat kedua tukang pukulnya menikmati tubuh Afifa. Tak ada suara yang lebih indah bagi telinga pria gemuk yang sadis itu, selain suara jeritan penuh penderitaan dari seorang wanita yang sedang diperkosa.

Beberapa saat kemudian Bos Gion membuka mata, ia mengambil remote TV dan mengeraskan volumenya. Suara TV beradu keras dengan jeritan melolong dari lantai atas. Tak ada masalah bagi Bos Gion untuk memusatkan perhatian. Ia membuka kotak di meja yang ada di samping, mengambil sebatang cerutu panjang, menyalakannya dan menghisapnya dengan penuh kenikmatan. Ia kembali berkonsentrasi ke layar kaca.

Talkshow masih berlangsung, namun bintang tamunya sudah berganti, bukan lagi Roy Sukro yang dibuat malu malam ini. Mata pria gemuk itu nyaris tak berkedip terus memandangi sang pembawa acara yang molek.

“Hmm… Tina Hanisa.” Mata Bos Gion mengerjap sesaat dan mulutnya yang bercerutu menyunggingkan senyum penuh misteri.

 

PART 2

 

Divisi pemberitaan TV Oke, layaknya sebuah kantor redaksi berita pada umumnya, selalu terlihat sibuk dan dinamis. Aktivitasnya nyaris tak pernah sepi apalagi berhenti. Berita baru selalu muncul hampir di setiap detik dan bagaikan makanan berita akan menjadi basi, jika terlambat disajikan. Di salah satu cubicle, Tina Hanisa tengah sibuk di depan komputer, menyusun materi berita untuk tayangan siang.

Malam ini dia tidak akan menjadi host acara Bincang Hukum karena berganti giliran dengan rekannya, Rahma Indriana. Meski begitu, bukan berarti Tina bisa bersantai karena dia juga menjabat sebagai produser beberapa acara berita dan harus terus mengirim supply bahan yang up to date.

“Tin, ini update terbaru dari kasus Noordin.”

“Oya, makasih, Don.” Tina menerima beberapa file dan dua rekaman video dari rekannya.

“Gimana kabar dari Kapolri? Ada perkembangan?”

“Hm, katanya sih besok ada press conference, tapi masih harus diconfirm ulang. Belum ada kepastian sih.”

“Oke deh kalo gitu, thanks filenya, ya.”

Tina memeriksa sekilas file yang baru saja diterimanya lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, telepon genggam Tina berbunyi. Karena sedang asyik dengan pekerjaannya, ia membiarkan sejenak telepon genggamnya bergetar sebelum akhirnya ia jawab juga.

“Halo?” sapa Tina sambil mengetuk-ngetuk pena di atas meja.

“Oya. Mas Andi, apa kabar? Ya… ya… memang sih… jadi gimana…? Oh ya? Beneran lho… ya confirm kalo gitu… oke, jam tujuh pagi hari kamis. Oke… terima kasih banyak Mas Andi. Iya… sama-sama…”

Wanita cantik itu menutup telepon genggamnya lalu berdiri. Matanya menjelajah ruangan, mencari  rekannya, Indy Hermawati.

“Indy… Indy…!” Tina memanggilnya sambil bertepuk tangan. Yang dipanggil mendengar teriakan Tina dan menoleh.

“Apa, Tin?”

Confirm kamis jam tujuh pagi. Wawancara eksklusif Presiden di instana negara.”

Indy tersenyum sambil mengacungkan dua jempol. Tina membalasnya dengan isyarat OK. Tina duduk kembali di kursinya, ia sedang berusaha mencoba mengingat kembali rangkaian berita yang sudah ia ketik ketika ia dikagetkan oleh seseorang yang masuk cubiclenya.

“Selamat pagi, Bu. Ibu mau minum kopi?” seorang OB bernama Maman tiba-tiba sudah berada di samping Tina.

“Eh, iya…” Tina sedikit kaget. OB yang satu ini memang agak aneh dan sering muncul tiba-tiba tanpa suara, lama-lama kok jadi mirip hantu saja.

“Kopi susu ya, jangan terlalu manis.”

“Baik, Bu. Permisi.” Maman pun berlalu dan Tina kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Ketika sedang sibuk dengan pekerjaannya, muncul sebuah pesan di layar komputernya.

‘YOU’VE GOT MAIL.’

“Aduh siapa lagi sih ini?” batin Tina yang terpaksa menghentikan pekerjaannya untuk yang kesekian kali dan membuka email. Ia berharap ini benar-benar satu email yang sangat penting sehingga ia tidak rugi meninggalkan pekerjaannya sebentar.

Kening wanita cantik itu langsung berkerut heran saat melihat email yang baru saja masuk. Nama pengirim dan subjeknya aneh sekali. Pengirimnya adalah,

d4rk – s1m0ne

subjek: Tina Hanisa, buka segera email ini atau anda akan menyesal.

Tina menjadi ragu untuk membuka email tersebut, ia bukan takut pada subjek email yang bernada mengancam, ia bukan wanita yang selemah itu. Ia hanya khawatir seandainya email ini berisi spam atau virus yang akan berkembang ketika ia membuka email. Di sisi lain, ia juga penasaran dengan isi email tersebut.

Alamat email yang ia pakai adalah email pribadi, bukan email yang ia buka untuk khalayak umum, jadi tidak setiap orang tahu. Setelah berpikir agak lama, Tina memutuskan untuk mencoba saja membuka email yang aneh itu. Ia terlebih dulu membackup beberapa file penting agar aman dari serangan virus. Usai memindah data, akhirnya Tina membuka email dan keheranannya semakin bertambah.

Isi email hanyalah sebuah link download tanpa pesan ataupun keterangan apapun. Link tersebut berekstensi AVI yang artinya berisi rekaman video. Video apakah gerangan? Tina Hanisa mendesah kecewa dan mengetuk meja dengan kesal, daripada terus dirundung rasa penasaran, akhirnya Tina mendownload video tersebut.

Ia berharap semoga video ini adalah rekaman eksklusif dari sebuah peristiwa, entah apapun itu. Tina melanjutkan pekerjaannya sementara video ia download. Kurang dari sepuluh menit, video itu telah terdownload utuh. Dengan rasa penasaran yang sangat besar, Tina memutarnya.

“Well, it better be good.” Gumam Tina.

Gambar pertama yang muncul di video tersebut langsung meruntuhkan harapan Tina jika ini adalah sebuah rekaman eksklusif. Dari kualitas gambar jelas sekali jika video ini bukanlah rekaman CCTV, hidden cam ataupun kamera amatir. Gambarnya sangat jelas dan jernih, mirip sebuah film.

Scene pertama memperlihatkan sebuah bangunan yang besar dan indah, sepertinya sebuah villa dengan nuansa alam sekitar yang asri dan hijau. Tina tak tahu pasti di mana lokasi villa tersebut, namun ia menduga sepertinya ada di sekitar Puncak atau Cipanas. Scene kemudian berganti dengan gambar interior villa atau lebih spesifiknya adalah sebuah kamar tidur.

Di atas ranjang, duduk bersandar dengan santai seorang pria bule bertampang lumayan. Ia hanya mengenakan celana dalam saja dan sedang membuka-buka majalah Populer. Perlahan-lahan, kekecewaan mulai tumbuh di hati Tina. Rekaman video ini sepertinya hanya sebuah film porno biasa yang dikirimkan kepadanya secara iseng oleh entah siapa dan bukanlah sebuah rekaman eksklusif seperti yang ia harapkan.

Entah siapa d4rk s1m0ne yang dengan kurang ajar mengirimkan video porno seperti ini dan entah apa tujuannya. Waktunya sudah terbuang percuma, ia kesal sekali. Walaupun begitu, Tina tetap merasa ada sesuatu yang berbeda dari video ini. Batinnya mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang menarik dan menghebohkan. Itu sebabnya ia tidak segera menutup video tersebut dan memutuskan untuk menontonnya sampai beberapa menit kemudian.

“Hey, baby. I miss you.” pria bule itu berkata pada seorang wanita bertubuh indah dan memakai lingerie merah menantang.

Tina tidak bisa melihat siapa wanita itu karena membelakangi kamera, namun ia penasaran karena rasanya ia mengenal sosok perempuan yang ada dalam video, sepertinya wanita lokal. Tak banyak bicara, si wanita dan pria bule lalu bercumbu dengan panasnya, si bule dengan sangat semangat meremas-remas buah dada kenyal sang wanita.

Jengah menyaksikan adegan yang muncul, Tina meraih mouse bermaksud hendak menutup video ketika scenenya mulai mengarah ke adegan yang tak pantas ditonton saat kerja. Tepat sesaat sebelum jarinya mengklik mouse, Tina Hanisa terkesiap dan tertegun. Tangannya gemetar, darahnya terasa membeku, tubuhnya merinding seperti baru tersiram air es. Wajah perempuan dalam video tersebut kini terlihat jelas sekali. Tina sangat mengenal sosok itu.

“Nggak mungkin… ini… tapi… nggak mungkin… ini nggak mungkin…” mulut Tina terbuka lebar karena heran, ia menggumam terperangah tak percaya. Tubuhnya bergetar karena takutnya. Ia benar-benar tidak mempercayai ini semua.

Bagaimana tidak, perempuan yang ada dalam video tersebut adalah,Tina Hanisa. Ia menyaksikan dirinya sendiri bergumul penuh birahi dengan pria bule yang tak ia kenal, jangankan mengenal ia bahkan belum pernah melihat pria itu seumur hidupnya. Dengan pandangan tak percaya, ia melihat bagaimana dirinya dalam video tersebut mengerang erotis saat buah dadanya terus diremas dan dimainkan, atau bagaimana pula dengan gayanya yang nakal, Tina mengulum dan menjilati batang penis bule tersebut tanpa rasa risih.

Tina tentu saja sangat terkejut karena ia memang tak pernah melakukan itu semua, apalagi sampai direkam segala. Si bule yang sedang menggumulinya di dalam video itu pun  baru dilihatnya hari ini. Lantas siapa sebenarnya perempuan yang ada di dalam video tersebut? Penjelasan sementara yang paling masuk akal adalah bahwa perempuan itu hanyalah orang yang mirip dengan dirinya. Tapi Tina tentunya hapal dengan tubuhnya sendiri, semakin diperhatikan semakin sulit disangkal jika perempuan yang ada dalam video tersebut memang benar-benar dirinya, gerakan, bagian tubuh, suara, bahkan hingga lokasi tahi lalat, semua sama. Tapi bagaimana mungkin.

“Kopi susunya, Bu.”

Dengan refleks Tina memencet mouse dan menutup video tersebut. Maman seperti biasa datang secara tiba-tiba tanpa suara, ia muncul di samping Tina sambil membawakan segelas kopi.

“Oh  iya taruh aja di meja, Man…” Tina agak gugup dan gelisah. Apakah Maman sempat menyaksikan video tadi? Wanita cantik itu berusaha membaca ekspresi wajah dan bahasa tubuh Maman, namun sikap OB itu sepertinya biasa-biasa saja, santai, lurus dan misterius. Tak ada tanda kalau Maman juga baru saja menyaksikan sesuatu yang menghebohkan.

“Ibu perlu sesuatu lagi mungkin?” tanya Maman.

“Oh… eng..enggak, Man. Ma-makasih kopinya.”

Maman mengangguk dan kembali ke dapur. Tina terus menatap Maman hingga pria tersebut menghilang di balik pintu. Sepertinya Maman memang tidak melihat video tadi, setidaknya Tina berharap demikian. Satu hal yang tidak diketahui Tina adalah sesaat ketika melangkah meninggalkan newsroom, senyum aneh tersungging di wajah sang OB.

Sepeninggal Maman, Tina terhenyak lesu di kursinya. Email aneh yang baru saja diterimanya menimbulkan banyak sekali pertanyaan di benaknya. Siapa sebenarnya ‘Tina Hanisa’ dalam video tersebut? Apa maksud semua ini? Siapa itu d4rk s1m0ne?

Pertanyaan-pertanyaan itu baru terjawab beberapa jam kemudian.


Posting Komentar

0 Komentar