AKU DAN PARA BETINA
PART 1
Di dalam ruangan gym yang luas dan
terang, udara dipenuhi dengan suara besi yang bergetar, napas yang
terengah-engah, dan musik motivasi yang mengalun dari speaker. Lampu neon di
langit-langit memantulkan cahaya kuat, membuat setiap tetes keringat di beberapa
orang nampak terlihat jelas. Cermin panjang memperlihatkan refleksi dari banyak
orang, beberapa dengan otot yang menonjol, yang lain dengan postur yang tegap,
dan ada juga yang masih dalam perjalanan mencapai impian mereka.
Di sudut weightlifting,
seorang pria berotot dengan kaus ketat sedang mengangkat besi yang berat. Dia
adalah Jaka, salah satu temanku, kebetulan hari ini dia memiliki jadwal latihan
yang sama denganku. Keringat mengalir deras di wajahnya, otot-otot bisepsnya
menegang setiap kali ia mengangkat beban.
Di sebelahnya, seorang wanita muda
dengan celana training dan Crop Top sedang melakukan bench press. Matanya
tajam dan fokus, nafasnya berhembus teratur. Setiap kali beban mengenai
landasan, suara lenguhan keras mengiringinya. Aku mengingat namanya dengan
sebutan Angel, atau entah siapa. Satu hal yang paling membekas dalam kepalaku
adalah bagaimana Angel beberapa malam lalu membuat penisku memuntahkan sperma
begitu banyak di dalam kamar mandi gym.
Di area cardio, beberapa orang
berlari di treadmill. Seorang pria setengah baya dengan jaket hoodie
sedang berlari kencang, sementara seorang wanita muda di sebelahnya melakukan
joging ringan sambil mendengarkan musik dari earphonenya. Sesekali wanita muda
yang baru bergabung di gym satu minggu terakhir itu melirik genit ke arahku.
Aku hanya tersenyum ramah, pandangan mata serta tingkah genit seperti itu sudah
sering kudapatkan.
Di area stretching, seorang
wanita paruh baya dengan pakaian yoga ketat memperhatikan nafasnya saat
melakukan pose downward dog. Tante Sarah adalah salah satu primadona di
gym ini, janda semok terkenal karena sering menikmati batang penis pria kekar
di sini. Tentu saja salah satunya adalah penisku. Kalian pasti bertanya kenapa
setiap wanita di gym ini pernah bersetubuh denganku, apakah aku ganteng? Atau
setidaknya kaya raya dengan pekerjaan mentereng?
Jawabannya adalah TIDAK!
Sebagai pria keturunan asli Papua
wajahku tak bisa dikatakan menarik jika disamakan dengan stereotipe standar
ketampananan masyarakat pada umumnya terutama di pulau Jawa. Dengan garis
rahang tegas, kulit hitam legam dan bentuk wajah gahar tentu aku sama sekali
tak bisa masuk dalam kategori ganteng. Satu-satunya yang bisa kutonjolkan
hanyalah bentuk tubuhku yang tinggi besar dan kekar berotot.
Lima tahun lalu aku merantau ke Jawa
hanya bermodalkan sebuah ijazah SMA dan keberanian. Semua jenis pekerjaan kasar
aku lakukan hanya untuk bertahan hidup. Aku bukan terlahir dari keluarga kaya,
apa yang ingin kumakan setiap harinya harus kuperjuangkan dengan tetesan
keringat. Satu-satunya yang kupegang sebagai prinsip hidup selama di perantauan
adalah pesan Ibu untuk tak menyakiti orang lain.
Takdir seolah sedang berpihak padaku
tiga tahun lalu saat dipertemukan dengan Allea, wanita cantik asli bumi
Pasundan yang kini telah menjadi istriku. Allea adalah puteri semata wayang
bosku waktu itu, pertemuan kami nyatanya meninggalkan kesan mendalam. Bukan
hanya untukku tapi juga bagi Allea. Perjalanan cinta kami menemui banyak
rintangan, bukan hanya karena perbedaan suku tapi juga karena jurang strata
sosial kami yang begitu jauh. Allea adalah puteri seorang konglomerat,
sementara aku hanyalah seorang petugas keamanan di salah satu rumah mewahnya.
Tapi itu semua hanyalah penghalang
sementara, cinta kami berdua akhirnya bisa meyakinkan kedua orang tua Allea
untuk menerimaku sebagai menantunya. Dan sekarang aku berada di posisi ini,
sebuah posisi yang sama sekali tak pernah kubayangkan sebelumnya. Menjadi suami
dari seorang wanita kaya raya, menikmati semua kemewahan yang tak kuhasilkan
dengan bersusah payah.
Allea memutuskan untuk membuka sebuah
gym di pusat kota. Aku tau ini hanyalah alasan istriku agar aku terlihat
memiliki pekerjaan yang layak dan tak dipandang sebelah mata oleh keluarganya.
Maka di sinilah aku sekarang, seorang pria Papua beruntung yang “memiliki”
sebuah gym besar dengan banyak member.
Sejak mengelola gym, kemampuanku
berkomunikasi dengan orang mulai berubah. Aku jadi lebih mudah akrab dengan
orang-orang baru, alhasil relasiku pun makin bertambah. Berbagai macam orang
dengan latar belakang berbeda kutemui di sini, membuatku jadi pribadi yang
lebih ramah dan komunikatif. Maka jangan heran, meskipun wajahku tak seganteng
aktor drakor tapi banyak wanita yang tertarik padaku, mereka menyukaiku karena
aku selalu bisa menemukan bahan obrolan menarik. Belum lagi penampilan fisikku
yang tinggi besar dendan otot-otot nan kekar.
“Jo, Lu hari ini ada acara?” Tanya
Jaka sesaat setelah aku menyelesaikan target angkat bebanku.
“Hmmm, hari ini aku harus nemenin
Allea nyiapin wedding sahabatnya. Ada apa emangnya?”
“Wah sayang banget, habis ini kami
mau ada party kecil-kecilan di hotel deket sini.” Angel yang baru saja
menyelesaikan sesinya juga terlihat mendekat dan berdiri mesra di dekat Jaka.
“Oh ya? Aku kayaknya nggak bisa
gabung dulu. Bisa dihajar Allea nanti kalo aku nggak nemenin dia. Hahahahha.”
Selorohku sambil mengelap keringat di leher.
“Sayang banget Bang Joshua nggak bisa
ikut. Padahal aku masih pengen ngrasain kontol dari Timur.” Ujar Angel tanpa
malu-malu yang langsung disambut gelak tawa Jaka.
“Hahahahaha! Sementara kamu ngrasain
kontol mas-mas Jawa dulu.” Godaku tak kalah vulgar.
“Ya udah Jo, kami pamit dulu. Tapi
nanti kalo Lu berubah pikiran WA aja ya. Gue sharelok, pintu selalu terbuka
untuk Lu.” Ujar Jaka seraya mengamit mesra lengan Valen.
“Siaaap komandan!” Balasku sembari
memberi hormat ala militer.
Jaka dan Angel berlalu meninggalkan
gym, kupandangi bagian belakang tubuh Angel yang menggoda, entah sudah berapa
kali aku sempat mencicipi kemolekan wanita cantik itu. Setelah mandi dan
membereskan beberapa barang ke dalam tas olahraga, aku bergegas menuju sebuah
hotel bintang lima di pusat kota. Istriku sejak semalam sudah menginap di sana
untuk mempersiapkan pernikahan Valen, sahabatnya. Kebetulan acara itu akan
dihelat di hotel tersebut.
Ingatanku kembali pada saat beberapa
bulan lalu untuk pertama kalinya aku bertemu Valen di Bali. Kami bertemu karena
Allea mengajakku menghadiri acara resepsi pernikahan salah satu temannya yang
lain bernama Ocha. Hari itu juga untuk pertama kalinya Allea mengenalkanku pada
salah satu “ritual” yang dilakukannya bersama beberapa sahabat dekatnya saat
salah satu dari mereka mengakhiri masa lajang yang diberi nama “Night Party”. Salah
satu aturan main di “Night Party” adalah, siapa yang mau menikah, malam sebelumnya
mempunyai hak untuk memerintah dan berbuat sesuka hatinya. Nanti kita akan bahas tentang “ritual” ini
lebih jauh lagi.
Tak butuh waktu lama saat mobil yang
kukendarai sudah berhenti di pelataran parkir hotel. Aku kemudian bergegas
menuju lobby dan naik ke lantai delapan tempat dimana kamar Allea berada.
Setiap kali selesai melatih otot di gym, libidoku meningkat drastis. Aku sudah
membayangkan jika Allea membuka pintu kamar nanti, aku akan langsunng menerkamnya,
menyetubuhinya tanpa ampun. Pintu lift terbuka, aku melangkah ke arah kanan
sembari memperhatikan nomor-nomor di bagian pintu. Selang beberapa menit aku
sudah berada di depan kamar bernomor 873, kuketuk perlahan.
“Hai sayang…”
Allea membuka pintu dan langsung
kusambut dengan pelukan dan ciuman hangat yang mendarat di bibirnya. Tanganku
cekatan bergerak ke bagian pantatnya, kuremas-remas karena dorongan birahiku
yang sudah meninggi sedari tadi. Allea sama sekali tak punya kesempatan karena
tubuhnya kalah besar dan kuat dibanding tubuhku. Tangan kiriku bergerilya masuk
ke dalam piyama dan BH, sambil sedikit bergerak mendorong Allea ke arah tempat
tidur.
“Sayang…Ssshhhh…”
Semua terjadi sangat cepat tanpa bisa
dicegah oleh Allea, kini tanganku sudah membuka kancing piyama dan BH yang
dipakainya. Celana legging halus yang dikenakan juga tidak lolos dari serangan
cepatku. Kami masih berciuman, kuhisap lidahnya hingga barisan kata yang berada
di sana tak sampai terucap. Perlahan
kudorong Allea menuju tempat tidur dengan bagian atas yang sudah
telanjang, bagian bawah menyisahkan celana dalam dan legging yang menggantung
di lutut.
Namun aku kaget bukan main ternyata
ada orang lain selain kami berdua di dalam kamar. Di sofa sedang duduk Valen
dan calon suaminya yang terpaksa melihat apa yang kami lakukan. Segera aku
melepas pelukan dan ciumanku lalu buru-buru menarik kembali legging Allea yang
belum sepenuhnya lepas.
Aku yakin saat itu pasti calon suami Valen
sudah melihat kemolekan tubuh istriku, apalagi saat itu payudara Allea terbuka
bebas. Pria berkacamata minus itu nampak salah tingkah saat aku menatap matanya
sementara Valen hanya cengengesan menertawai apa yang baru saja dilihatnya.
“Eh maaf, nggak tahu kalau ada orang!”
Ucapku sedikit panik.
“Sayang nih tiba-tiba main nyosor
aja, malu tahu diihat orang!” Balas Allea sambil mengambil BH dan bajunya yang
jatuh di lantai lalu mengenakannya kembali.
“Wah ada yang horny berat nih.
Lanjutin lah, Gue pengen nonton liveshow. Hahahahaha!” Goda Valen.
“Ngaco Lu!” Balas Allea.
“Ka-Kami permisi dulu Bang. Maaf tadi
kami nggak sengaja liat.” Ujar calon suami Valen yang sampai detik ini tak
kuketahui namanya.
“Hahahaha, enjoy ya. Gue juga mau
maen kuda-kudaan di kamar sebelah.” Valen mengikuti langkah calon suaminya dan
beranjak meninggalkan kamar.
“Wooii! Belum muhrim kalian.” Ledek
Allea yang masih sibuk membenahi piyamanya setelah tadi sempat aku acak-acak.
Valen hanya nyengir kuda dan menjulurkan lidahnya pada kami berdua.
“Sori ya beb, aku tadi lagi horny
banget.” Kataku saat Valen dan calon suaminya sudah pergi dari kamar.
“Iiihhh, sayang mesti gitu. Nggak tau
tempat kalo lagi pengen.” Rajuk Allea dengan mimik wajah menggemaskan.
“So? Bisa kita lanjutin sekarang?”
Tanyaku bersiap untuk kembali mencumbunya.
“Mandi dulu dong sayang, biar wangi.”
“Aku udah mandi kok di gym tadi.”
Jawabku tak sabar.
“Mandi lagi dong, kan sayang habis
naik mobil, bau asep. Pokoknya setelah mandi, aku janji bakal puasin sayang.
Okey?” Allea mengecup lembut bibirku sebelum melangkah menuju sisi ranjang.
“Ya udah deh, aku mandi dulu kalo
gitu.”
Meskipun sudah tak bisa lagi menahan
birahi namun aku tetap menuruti permintaan istriku. Setelah meletakkan tas di
dalam lemari dan melepas pakaian, kakiku melangkah ke dalam kamar mandi. Ukuran
kamar mandi cukup luas dengan sebuah bathup besar di sana, tak heran karena ini
termasuk fasilitas dari hotel kelas bintang lima. Setelah mengguyur tubuhku
dengan air hangat dari shower, aku putuskan untuk berendam di dalam bathup.
Setelah hampir seharian berada di
gym, berendam air hangat cukup membuatku rileks, dan bahkan sampai aku
tertidur. Entah berapa lama aku berendam hingga khirnya kembali terbangun
karena merasakan penisku mengeras. Kupandangi penis hitam legamku yang berukuran
jumbo, sepertinya inilah saatnya untuk menyetubuhi Alle dan melanjutkan apa
yang sudah kumulai tadi. Aku mengambil handuk, mengeringkan tubuhku, lalu
melangkah keluar dengan keadaan telanjang bulat.
“Loh? Kok Lu ada di sini lagi???”
Betapa kagetnya aku saat di atas
ranjang bukan hanya ada Allea seorang, namun juga ada Valen. Kali ini sahabat
istriku itu sendirian, tanpa didampingi suaminya. Dalam kondisi tubuhku yang
telanjang dan penis yang menegang maksimal, Allea dan Valen hanya terdiam
memandangi penisku menampilkan keperkasaannya. Tampak jelas juga mata Valen
tertuju pada vitalku. Refleks aku menutup daerah selangkangan dengan kedua
tangan, meskipun tidak bisa menutup dengan sempurna.
“Malam ini Valen mau tidur bareng
kita sayang, karena calon suaminya lagi ada kerjaan. Nggak apa-apa kan?” Ujar
Allea seraya merayap di atas ranjang, mendekatiku dengan tatapan binal.
“Eh…?” Aku masih berdiri mematung di
dekat ranjang. Sesaat aku memandangi wajah Valen yang tersenyum penuh arti.
Seakan tidak menghiraukan keberadaan
Valen, Allea berdiri dan menarik tanganku untuk duduk di antara mereka berdua. Kami
saling berciuman panas sambil saling meraba tubuh masing-masing. Tangan Allea
sangat nyaman mengocok pelan penisku yang sedari tadi keras seperti kayu.
Sementara tanganku merabai payudaranya yang masih terbungkus lingerie berbahan
satin.
“Ouucchhhh..Sayang..”
Birahi sudah menuntun kami berdua,
keberadaan Valen di atas ranjang sama sekali tak membuat Aku dan Allea berhenti
saling mencumbu. Bahkan kini aku makin beringas, kutelanjangi tubuh istriku,
kubalik tubuhnya hingga kepalanya berada tepat di antara selangkanganku, pun
begitu pula dengan mulutku yang langsung berhadapan langsung dengan vaginanya.
“Ouucchh! Fuck!”
Allea mendesih lirih saat lidahku
yang tebal menyapu seluruh permukaan vaginannyta. Istriku membalasnya dengan
sebuah kuluman hangat pada kepala penisku. Dari posisiku saat ini, pandangan
mataku bisa melihat Valen yang ternyata terus memperhatikan aktifitas cabul kami.
Aku yakin jika pramugari cantik itu akan terangsang pada akhirnya. Aku bahkan
berharap dia berani untuk ikut dalam permainan, kapan lagi bisa merasakan
sensasi threesome bersama salah satu sahabat dekat istriku itu?
Sedikit berbeda dari biasanya, kali
ini sejak jilatan pertama di vagina Allea, lidahku sudah merasakan cairannya
yang masif dan becek. Kuarahkan ujung lidahku menyapu pelan di bagian klitoris dengan gerakan memutar searah jarum jam sambil
tanganku mengusap area paha belakang hingga ke selangkangan. Allea menggelinjang,
mulutnya makin intens menghisap penisku yang makin mengeras. Aku bisa merasakan
jika mulut mungil Allea susah payah untuk memasukkan seluruh batang penisku.
“Ouucchh! Isepin itilku sayang…..”
Desis Allea ditengah hisapan mulutnya pada batang penisku yang berwarna hitam
legam.
Menuruti permintaan istriku, kuhisap
bagian klitorisnya sembari satu ruas jariku yang berukuran besar kusisipkan
pada celah surgawi, kukocok dan kukobel bagian dalam vagina. Tubuh Allea makin
menggelinjang diiringi desahan-desahan panjang nan erotis. Beberapa saat aku
sempat melupakan keberadaan Valen hingga akhirnya kurasakan sentuhan jemarinya
pada lenganku yang kekar. Aku melirik ke arahnya, Valen termangu dengan tatapan
binal. Sepertinya wanita cantik itu mulai ikut
terangsang melhat percumbuanku dengan Allea.
Inilah saatnya, aku tak akan
melewatkan momen langka seperti ini. Perlahan kucoba menggerakkan tanganku
mendekat ke paha Valen. Sahabat istriku itu hanya terdiam, sama sekali tak
menolak sedikitpun. Membaca situasi yang semakin kondisuf, aku makin berani
menggerakkan tanganku pada permukaan pahanya yang terbuka, bergerak makin ke
atas guna mencari selangkangan. Tak butuh waktu lama bagiku untukku mendapatkan
apa yang kuinginkan, karena beberapa saat kemudian jemariku sudah bisa
merasakan permukaan celana dalam satin yang dikenakan oleh Valen.
Kugerakkan jariku naik turun
mengikuti kontur vaginanya. Semakin lama celana dalam tipis milik Valen sudah
basah dan licin. Bisa kurasakan jelas dengan jariku lendir yang membasahi
selangkangannya. Beberapa detik kuhentikan jilatan lidahku di Vagina Allea dan
mengangkat kepala memberanikan diri menatap mata Valen. Wanita cantik itu sudah
mengangkang tepat di samping tubuhku, kepalanya mendongak sembari menggigit
bibrinya sendiri. Berbeda dengan istriku yang tanpa malu-malu mengeluaran suara
desahan, Valen sekuat tenaga menahan desahan keluar dari bibirnya yang tipis.
“Terus sayang, jangan berhenti!” Ucap
Allea setelah menyadari lidahku tidak lagi menjilati vaginanya.
Kulanjutkan permainan oralku di vagina
Allea. Sebagai suami aku sangat paham benar kapan Allea akan orgasme. Hal ini
bisa kuketahui dari rasa yang muncul melalui lendir cairan vaginanya. Saat itu vagina
Allea semakin berdenyut dan menghasilkan perpaduan rasa yang semakin khas,
tanda sebentar lagi istriku mencapai puncak. Diwaktu bersamaan, vagina Valen
yang masih ditutupi celana dalam juga semakin becek dan licin.
Aku sengaja menunggu apa reaksi Valen
selanjutnya. Tidak mungkin dia bisa bertahan lebih lama lagi melawan
rangsanganku yang semakin dashyat di vaginanya. Benar saja, tiba-tiba Valen
menyibakkan celana dalamnya ke samping dan memegang jariku lalu mengarahkan ke vaginanya
yang kini sudah terbuka lebar.
Jari tengahku begitu leluasa menjamah
vagina Valen yang berlendir dan semakin licin. Klitorisnya menjadi sasaranku.
Titik yang seperti kacang itu kupilin dengan sentuhan lembut, memutar hingga
semakin banyak lagi cairan kenikmatan yang keluar. Sesekali juga usapan jariku
menyisir lipatan vagina sempitnya hingga ke anus. Licin tanpa bulu kemaluan
sedikitpun. Valen sendiri sesekali mengangkat pinggulnya, memberi kemudahan
pada jariku untuk terus bertindak cabul.
“Emcchh…” Satu tangan Valen menutup
mulutnya sendiri, memyembunyikan suara agar tak terdengar oleh istriku.
Kurasakan dadaku bergemuruh makin
kencang, bagaimana tidak, inilah kali pertama aku melakukannya bersama dua
wanita sekaligus! Aku hanya tak bisa membayangkan bagaimana jika istriku tau
jika saat ini selain mulutku yang sedang menjilati vaginanya, jariku juga
sedang memuaskan vagina wanita lain, bahkan itu adalah vagina sahabatnya
sendiri. Kombinasi adrenalin sekaligus birahi jadi candu tersendiri bagiku.
“Ouuchhhh! Sayang, aku nggak tahan!
Masukin sekarang ya?” Buru-buru kutarik jemariku dari permukaan vagina Valen.
Beruntung istriku tak sampai melihatnya.
“Oke sayang.” Balasku sigap sembari
perlahan mengangkat pinggul istriku dari permukaan wajahku.
Aku kemudian membimbing Allea untuk
berdiri di samping ranjang untuk menyodoknya dari belakang dengan gaya doggystyle.
Allea menurut saja. Tubuhnya disandarkan ke tempat tidur sedangkan pantatnya
diangkat dengan selangkangan terbuka lebar. Valen yang awalnya berada di bagian
tengah ranjang kini memilih untuk sedikit mundur ke belakang dan bersender pada
bagian ujung ranjang. Kini wajah Allea dan Valen saling berhadapan meskipun
sedikit berjauhan.
“Sekarang Lu liat gimana cara Joshua
ngewein Gue tiap hari. Semoga suami Lu ntar lebih hebat ya.” Ledek Allea dengan
senyum menggoda.
“Bacot Lu! Buruan, Gue mau buru-buru
tidur nih.” Balas Valen dengan wajah memerah. Aku tau dia hanya pura-pura
menyembunyikan birahinya.
“Jangan tidur dulu dong beb, ini kan
mau sesi pertunjukan utama. Hehehehehe.”
“Ciiihhhh!” Dengus Valen sembari
pura-pura memalingkan wajahnya dari kami.
Tak mau membuang waktu lebih lama
lagi, segera kubasahi penisku dengan air liur. Kegesek-gesekkan sebentar bagian
ujungnya pada permukaan vagina Allea, dia sampai menoleh ke belakang, meringis
penuh kenikmatan. Sambil memandangi wajah Valen, perlahan kumasukkan penisku ke
dalam vagina. Untuk kedua kalinya kulihat ekspresi mesum di wajah cantiknya.
“Ouucchh! Fuck! Pelan sayang! Gede
banget kontolmu!” Lenguh Allea sembari mencengkram permukaan ranjang.
“Enak nggak kontolku sayang?”
Tanyaku.
“E-Enak banget sayang! Kontol Papua
paling enak!” Balas Allea.
Kucengkram pinggul rampingnya seraya
menghentakkan pinggulku ke depan dengan kekuatan penuh, membuat lesakan penisku
terasa begitu keras dan kasar. Vagina Allea yang sudah sangat becek sangat
memudahkan penisku untuk masuk dan menyodok langsung dengan RPM tinggi.
“Ahhh! Aaanjiing!!”
Allea sampai menggeleng-gelengkan
kepalanya, seolah ingin memberi tanda jika derai kenikmatan sudah memuncak
menguasai tubuhnya. Pandangan matanya sudah tak fokus lagi, sesekali dia
menunduk, sesekali dia mendongak tanpa arah. Kuhujamkan penisku yang berukuran
besar dengan kecepatan tinggi, tubuh Allea bak sasak hidup hujaman demi hujaman
eksprsei birahiku.
“Aah! Teruss! Cepetin sayang! Entotin memekku!
Aaacch!”
Di tengah sodokan penisku, kuraih
rambut Allea, kutarik ke belakang, kujambak keras hingga membuat kepalanya mendongak.
Dengan sangat rakut kucumbui bibirnya sambil terus menggerakkan pinggulku maju
mundur. Lidahnya mengular di dalam mulutku, kami saling bertukar liur. Di saat
itu masih sempat aku melirik ke arah Valen yang makin gelisah.
“Aku mau pipis sayang! Aaachh!!”
“Pipis aja!” Balasku sambil terus
menyodok vaginanya dari belakang.
Suara bunyi tumbukan kelamin kami
nyaring terdengar memenuhi seisi kamar berbaur dengan erangan serta racauan
mesum. Valen yang menonton dari atas ranjang pun makin gelisah, sesekali
jemarinya terlihat meremas permukaan sprei seolah tak tahan ingin ikut bergabung
namun rasa canggung seolah jadi tembok penghalang birahinya. Maka satu-satunya
yang bisa dilakukannya hanyalah terus melihat persetubuhan kami dan bergelut
bersama berOcha fantasi liar di otaknya.
Selang beberapa saat kemudian
kurasakan penisku mulai berdenyut-denyut, tanda jika ejakulasi segera
menyerang. Kutekan punggung istriku sedikit ke bawah, sementara satu kakiku
kuangkat dan berpijak di atas ranjang. Dengan posisi seperti ini lesakan penisku
makin terasa dalam.
“Aaachh! Sayang! Mentok bangettt!”
Lenguh Allea dengan pipinya yang menempel pada permukaan ranjang.
Kuhentakkan kembali pinggulku dengan
kecepatan tinggi. Penisku yang sudah basah kuyup akibat cairan vagina makin
leluasa mengobok-obok seluruh isi liang senggama istriku. Allea hanya bisa
mendesah dan melenguh merasakan tiap lesakan penisku yang makin cepat dan
keras, hingga beberapa saat kemudian kurasakan desakan kuat dari dalam penisku.
“AAARGGHHTTTTTT!”
Teriakanku terdengar parau bak
banteng yang terluka seiring semburan sperma memenuhi vagina Allea. Tubuhku
ambruk memeluk tubuh Allea yang tertelungkup di atas ranjang. Nafas kami
menderu, kubiarkan penisku masih terbenam di dalam surga dunia. Sesekali kurasakan
penisku seperti dipijat dari dalam, vagina Allea seolah ingin memerah seluruh
spermaku dan tak mau meninggalkannya barang setetespun.
PART 2
“Huft! Sekarang Gue bisa tidur dengan
tenang deh.” Dengus Valen seraya bangkit dari atas ranjang dan melangkah pergi.
“Loh, Lu nggak jadi tidur bareng
kita?” Tanya Allea.
“Gue tidur di kamar sendiri aja,
tempat tidur kalian udah tercemari banyak cairan. Hahahahaha!’ Balas Valen
dengan gelak tawa santai.
“Emang dia tadi ngapain ke sini sih?”
Tanyaku setelah Valen menutup pintu kamar.
“Lagi berantem dia sama calon
suaminya.”
“Lah? Mau nikah kok malah berantem
sih?” Tanyaku lagi. Kami masih saling berpelukan, kurasakan cairan sperma
mengalir keluar dari dalam vagina Allea, membasahi paha kami.
“Tau sendiri lah gimana Valen,
apalagi calon suaminya itu gila kerja. Masa, di saat lagi momen kayak gini dia
masih sibuk ngurusin proyek di luar pulau? Pantes lah kalo Valen ngamuk-ngamuk.”
Cerocos Allea menjelaskas situasi yang tengah melanda sahabatnya itu.
“No comment deh kalo udah
urusan rumah tangga orang. Hehehehehe.” Kataku mencoba untuk menghentikan sesi
ghibah tentang Valen.
“Mandi yuk yang? Lengket banget
badanku, pejumu banyak banget lagi.”
“Hahahahaha! Maaf sayang, efek sange
banget.”
“Huuuuu, dasar suami cabul.” Ledek
Allea sembari mencubit gemas pinggangku.
“By the way, kenapa tadi ngajak Valen
ke sini waktu kita ngewe sih yang? Kamu nggak risih?” Tanyaku.
“Hmmm, penasaran aja sih aku yang.
Kamu risih ya? Maaf ya sayang…” Rajuk Allea sembari memeluk tubuhku dan memberi
ekspresi manja.
“Nggak kok sayang, aku cuma heran aja
kenapa tiba-tiba kamu kayak gini.”
“Jangan-jangan tadi kamu sambil
ngliatin Valen ya waktu ngewein aku? Hayooo ngakuuuuu…”
“E…Eh…Enak aja! Nggak kok, aku tadi
fokus sama kamu doang sayang.” Elakku. Allea langsung tertawa keras melihat
ekspresi kegugupanku.
“Ya udah, yuk mandi. Habis itu kita
tidur, besok pasti bakal capek banget.”
“Siap tuan puteri! Mandi sambil ngewe
lagi boleh ngga sih?” Kataku.
“Duuhh sayang, memekku masih sakit
nih. Kontolmu tadi kenceng banget nyodoknya. Besok lagi aja nggak apa-apa kan?
Please…”
“Hehehehe, iya sayang. Becanda kok.
Yuk mandi dulu.”
***
Entah berapa lama aku terlelap sejak
semalam. Kesadaranku kembali ketika mendengar pintu kamar terketuk dari luar.
Kuamati sekeliling kamar hanya ada aku seorang diri. Di atas meja terlihat
sebuah catatan kecil yang ditinggalkan oleh Allea.
“Sayang, aku ke gym sama Valen. Love
You.”
Begitu pesan yang tertulis di
selembar kertas itu. Kesadaranku masih belum benar-benar penuh ketika pintu
kembali terketuk dari luar, kali ini jauh lebih keras dari sebelumnya. Setelah
memakai celana pendek kupAkukan kakiku melangkah mendekati pintu. Betapa
terkejutnya aku saat mengintip dari lubang pintu dan mendapati sosok Valen
berdiri di sana.
“Ada apa?” Tanyaku sesaat setelah
membuka pintu kamar hotel.
Bukannya menjawab Valen justru
mendorong tubuhku ke dalam kamar. Setelah menutup pintu kamar dan menguncinya
dari dalam, wanita bertubuh langsing nan semampai itu kemudian memelukku. Bukan
sebuah pelukan biasa, melainkan pelukan nafsu. Aku bisa merasakan nafasnya
menderu, bibirnya yang tipis seketika menyergap bibirku.
Wanita yang semalam menjadi saksi
persetubuhanku dengan Allea itu seolah sedang terbakar birahi begitu tinggi.
Mendapat ciuman tiba-tiba membuat tanganku secara reflek mencoba menjauhkan
tubuh Valen yang sudah menempel begitu erat pada dadaku, tapi wanita itu seolah
ingin sekali dipuaskan, tubuh rampingnya justru mendorong tubuhku jauh lebih
dalam.
"Emmmpphhh!!!Emmmpphh!!! Valen
cukup!!" Kataku setelah dengan sekuat tenaga berhasil melepaskan
ciumannya.
"Jo..."
"Apa-apaan kamu ini?! Kalo Allea
tau gimana?" Kataku masih dengan terkejut.
"Jo, please…Gue lagi pengen
banget sekarang." Valen kembali mendekatkan tubuhnya padaku, langkahnya
sedikit terhenti setelah tanganku mencegahnya maju lebih dekat.
Meskipun ini bukanlah kali pertama
kami bercumbu, tapi tetap saja melakukannya di dalam kamar hotel yang juga
ditempati oleh istriku adalah sebuah perjudian besar. Aku tak mau mahligai
rumah tanggaku hancur hanya karena kebodohan semacam ini. Aku bahkan tak tau
kapan istriku akan kembali ke kamar setelah dari gym hotel.
"Stop Valen! Aku nggak bisa kalo
kayak gini, lagipula hari ini kan Lu menikah! Ntar malem Lu bisa puas-puasin
sama suamimu!" Aku mencoba menyadarkan wanita ini yang entah karena apa
seperti sedang terangsang hebat.
"Please Jo, kali ini saja. I
need You. Suami Gue nggak punya kontol sebesar punya Lu." Tangan Valen
tiba-tiba sudah meremas selangkanganku, jujur saja remasannya bukan saja
mengagetkanku tapi juga langsung membangunkan si "junior" yang sedari
tadi tertidur pulas.
"Valen, please stop!"
Bukannya berhenti, Valen malah
semakin beringas meremas-remas selangkanganku, bibirnya juga sudah menempel di
leherku, kakinya sedikit menjinjit, mencoba meraih leherku dengan usapan-usapan
lidahnya. Aku seperti tak kuasa menahan gejolak yang dirasakan oleh Valen,
justru Aku mulai ikut larut dalam permainan wanita ini. Dua tanganku mulai ikut
meremas pantatnya yang semok, sementara tanpa Aku sadari tangan wanita ini
dengan cepat melepas celanaku, kemudian setelah leluasa, tanpa halangan berarti
tubuhku sudah telanjang bulat di hadapannya.
"Valen...."
Desisku saat merasakan jemari lentik
wanita ini sudah bersentuhan dengan kulit penisku, membuatnya perlahan namun
pasti mulai menegang. Valen semakin intens menjilati leherku, sementara tangan
kanannya sudah mulai mengocok pelan si "junior" yang sudah keluar
dari sangkarnya.
"I want You Joshua…." Desis Valen.
Aku sendiri mulai ikut terangsang,
tak menunggu rengekan dari Valen lagi, Aku mulai menciumi bibir tipis wanita
cantik itu. Detik berikutnya kami mulai terlibat ciuman panas, lidah kami
saling menjilat, memilin, memuaskan dahaga birahi. Perlahan Valen mulai
menurunkan badannya. Sesekali bibirnya mampir di kedua putingku, memberinya
sedikit ciuman dan jilatan. Jemari lentik Valen juga semakin intens memainkan
batang penisku, Aku sempat menahan nafas saat ujung jempolnya mengusap-usap
lubang kencingku, geli dan sedikit ngilu.
"Eeeeemmcchhhhh!" Desahku
saat bibir Valen mulai menciumi ujung kepala penisku.
"Aku paling suka kontol dari
Timur kayak gini. Besar, panjang dan tentu saja hitam…" Kata Valen sambil
tersenyum padaku dan mulai membenamkan seluruh batang penisku ke dalam
mulutnya.
“Ouucchhh! Fuck!”
Aku tak kuasa menahan desahanku kala
penisku sudah berada di dalam rongga mulutnya. Tak hanya mengulum dan menghisap
saja, lidahnya juga begitu lincah menjilati sekujur batangku. Harus kuakui jika
kemampuan Valen dalam hal memberikan blowjob jauh lebih handal jika
dibandingkan dengan istriku. Wanita yang berprofesi sebagai seorang pramugari
di sebuah maskapai penerbangan internasional itu begitu lihai menggunakan bibir
serta lidahnya untuk memuaskan kelamin lawan mainnya.
Lidahnya mengular makin ke bawah,
kali ini giliran bola-bola testisku yang jadi sasarannya. Tanpa ampun mulutnya
mencaplok testisku, menghisapnya kuat hingga membuatku melenguh karena rasa
ngilu yang teramat sangat. Tangan kanannya pun tak berdiam diri, diraihnya
batangku yang sudah mengeras sempurna, mengocoknya dnegan sangat cepat.
“Ahhh! Pelan Valen! Anjing!” Umpatku
sembari sedikit menjambak rambutnya agar mengendorkan hisapan mulutnya pada
bola testisku.
Valen melirik ke atas, matanya genit
diiringi semburat senyum wajah binal, seolah ingin memberitahuku jika permainan
belum usai. Kuangkat kedua tanganya kemudian menekuknya ke belakang kepala,
kini satu-satunya akses penisku hanya bisa dilakukan oleh mulutnya yang mungil.
Raut wajah Valen seketika berubah saat pinggulku bergerak maju mundur, pun
begitu pula dengan batang penisku yang kekar di dalam mulutnya.
“Eeemmcchhh! Eeemmchh!!”
Hanya itu yang terdengar dari mulut
Valen, penisku benar-benar telaj menjajah seluruh rongga pengecapnya. Sesekali
kutekan kuat-kuat pinggulku ke depan, membuat penisku melesak terlalu dalam
nyaris menyentuh bagian tenggorokannya. Sontak kepala Valen menggeleng-geleng
putus asa, matanya nyaris mengeluarkan air karena tersedak dan kesulitan
bernafas.
“HAAAAH! HAAHHHH! Anjing Lu Jo!”
Umpatnya saat kulepaskan batang penisku dari dalam mulutnya. Air liur menetes
membasahi bibir serta lehernya, nafasnya masih tersenggal beberapa kali.
“Hehehehehe, salah sendiri gangguin
uler tidur.” Balasku seraya memamerkan batang penisku yang hitam legam dan
sekarang sudah basah kuyup karena liur Valen.
Kuangkat tubuh Valen hingga kami
sama-sama saling berdiri berhadapan. Untuk kedua kalinya kami saling memagut
mesra, lidah saling membelit, bertukar liur tanpa rasa jijik sedikitpun. Kuajak
Valen masuk ke dalam kamar mandi, di sana dia langsung kembali berjongkok di
bawah tubuhku, bersiap untuk kembali melakukan blowjob. Tapi aku punya kejutan
untuk sahabat dekat istriku itu.
“Wait…” Kataku seraya menahan
kepalanya agar tak maju terlebih dahulu. Valen menatapku heran.
Kuarahkan ujung penisku tepat di
hadapan wajahnya yang cantik. Beberapa detik kemudian tanpa ampun kusemprotkan
cairan kemihku berupa air kencing tepat ke wajahnya. Valen mendeli kaget namun
secara sukarela dia membuka lebar-lebar mulutnya guna menampung sebagian air
kencingku. Seketika wajahnya basah kuyup, pun begitu pula dengan bajunya. Aroma
pesing sama sekali tak membuat birahi kami menurun, namun sebaliknya.
“Pagi-pagi udah dapet golden
shower aja Gue.” Cibir Valen saat tetesan terakhir air kencingku tandas
menerpa wajahnya.
“Lu makin bikin nafsu kalo habis
dikencingin kayak gini.” Kataku seraya kembali mengangkat tubuhnya agar kembali
berdiri.
“Lu mau ngapain Jo?” Tanya Valen saat
mencoba mengarahkan tubuhnya agar membelakangiku.
“Ngewein Lu lah, mau ngapain lagi?”
Tanyaku balik.
“Don’t! Khusus buat hari ini jangan
dulu.” Valen kembali berbalik badan, kami saling bertatap mata.
“Maksudnya? Lu nggak pengen ngewein
kontol dari Papua ini?” Kataku seraya menempelkan ujung penisku pada bagian
perutnya. Valen menggeleng dengan sutas senyum berada di bibirnya.
“Gue ntar malam mau nikah Jo, kalo
sekarang Lu ewein meki Gue, ntar suami Gue bakalan curiga. Kontol Lu gede
banget, bikin memek jadi longgar tau.” Ujarnya.
“Yee…Gitu ngapain tadi maen sepong
aja sih? Nanggung banget kalo nggak ngewe.” Gerutuku dengan raut wajah kecewa.
“Maaf deh, Gue sange banget soalnya
sejak semalem gara-gara liat Lu ngewe sama Allea. Kalo hari ini Gue nggak nikah
pasti udah Gue ewein kontol Lu.”
“Terus sekarang gimana? Asli nggak
enak banget kalo kentang kayak gini.” Kataku.
“Tenang, kan mulut atas Gue masih
bisa Lu ewein.”
Valen kembali berjongkok di bawah
tubuhku. Mulutnya untuk kesekian kalinya tersumpal batangku yang menagih untuk
segera dipuaskan. Kami memaksimalkan waktu yang ada sebelum Allea kembali dari
tempat gym hotel.

Posting Komentar
0 Komentar