MENGINAP SEMALAM

 


GENRE : DRAMA EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 114 HALAMAN
HARGA: Rp 20.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY



PART 1

 

Wanita itu mengambil cangkirnya dan menyeruput sisa chocolate panas yang sudah mulai dingin. Ia duduk bersama seorang pria bule. Mata wanita itu menatap tajam si pria tampan sambil menyeruput minumannya. Tampak pelayan mengambil piring-piring sisa dinner dari meja mereka. Vania nama wanita itu dan pria yang duduk di seberangnya adalah Adrian. Mereka memang sedang meeting sedari sore di café di daerah Kemang setelah membicarakan perjanjian bisnis.

“So, kita sepakat menganggarkan budget 100 miliar untuk tahun ini?” Kata Adrian.

Adrian adalah pria tampan keturunan Belanda. Wajahnya terlihat kaku seperti kebanyakan orang Eropa, berambut cepak dan klimis tidak berkumis atau berjanggut, maklum sebagai eksekutif ia harus menjaga penampilan wajahnya agar selalu bersinar. Usia Adrian 45 tahun namun karena penampilannya mengikuti trend jaman now maka ia tidak terlihat tua.

Adrian tidak terlalu tinggi namun proposional dengan badannya yang cukup kekar karena rajin berolah raga. Adrian adalah salah satu eksekutif di perusahaan advertising ternama yang biasa menangani klien produk dari perusahaan besar.

“Ya mau gimana lagi.” Balas Vania sambil mengambil handphone yang tergeletak di meja.

Vania bertubuh tinggi semampai dengan rambut panjang lurus sepunggung. Tubuhnya langsing dan kulitnya kencang. Ia berasal dari keluarga keturunan Manado, Jerman dan China. Sebagai eksekutif di perusahaan keluarganya tentu saja ia menjaga sekali penampilannya dengan menyempatkan diri untuk melakukan perawatan tubuh. Usianya baru 32 tahun, namun kecerdasan dan kematangannya dalam mengelola perusahaan cukup mumpuni karena ajaran dari ayahnya.

Adrian melihat jendela café. Terlihat bias-bias basah lampu jalan. Tampak hujan kecil yang sedari pagi menyiram Jakarta yang belum menunjukkan tanda untuk berhenti walau jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Seakan hujan di bulan Januari sedang berpuas-puas menyirami tanah setelah kemarau panjang kemarin. Adrian kembali menengok klien nya yang sedang sibuk dengan  ponsel. Vania tersenyum kecil.

“Susah cari grabcar kalo hujan begini.” Kata Vania.

“Dari tadi nggak dapet-dapet.” Lanjut wanita cantik itu seraya mendengus pelan.

“Sudah coba yang lain? Uber? Atau mungkin bluebird?” Timpal Adrian.

“Yeah, aku cuma pakai aplikasi grab doang.” Kata Vania. Adrian tertawa kecil.

 “Kenapa nggak bawa mobil sendiri aja tadi?”

“Dengan lalu lintas segila ini? Ah tidak, terima kasih. Aku bisa gila kalau sampai terjebak macet berjam-jam.” Balas Vania, pandangan matanya masih terfokus pada layar ponsel.

“Oh ya, seingatku kamu dulu sempat punya sopir pribadi kan?” Tanya Adrian sekali lagi.

“Yup, tapi sudah satu bulan terakhir aku pindahin dia ke kantor.” Jawab Vania.

“Kenapa?”

“Aku tidak ingin dia jadi gila karena omelanku di dalam mobil. Hahahahaha!” Vania tertawa.

Adrian tertawa kecil. Ia mengambil cangkir kopinya sambil memperhatikan Vania yang sedang melihat layar handphone. Wajah Vania cukup cantik dengan hidungnya yang mancung dan make up tipis. Hubungan bisnis mereka sudah berjalan hampir 5 tahun, sejak Vania memegang kendali perusahaan ayahnya. Adrian ingat saat pertama kali ia melakukan pitching di perusahaan milik wanita cantik itu, Adrian sama sekali tidak menyangka kalau idenya diterima dengan antusias.

Bahkan kalau Vania membutuhkan konsep baru untuk iklan produk consumer goods terbarunya ia sering berkonsultasi dengan Adrian, kadang juga Vania sering curhat meminta saran sedikit mengenai masalah keluarga, maklum Adrian sudah pernah berkeluarga. Walaupun sering bertemu, hubungan mereka selama ini hanya sebatas rekan bisnis, tidak lebih, bahkan sejak Vania belum menikah.

“Sial! HP Gue lowbatt!” Vania menggerutu kesal sembari meletakkan ponselnya di atas meja.

“Gimana kalo aku anterin aja?” Tawar Adrian memberi solusi. Vania memainkan alisnya, seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Rumah kita kan berbeda arah?” Kata Vania.

“Kamu pulang ke BSD kan?” Tanya Adrian.

“Nggak, aku pulang ke Pakubuwono. Rumah di BSD terlalu besar untukku, lagipula aku sering tinggal sendirian.” Kata Vania.

“Ah iya, aku baru ingat kalo suamimu masih melaut.” Adrian mencecap minumannya sekali lagi.

Suami Vania seorang pelaut. Tepatnya kapten kapal pesiar dari perusahaan kapal milik keluarga wanita cantik itu. Vania bertemu suaminya 3 tahun lalu saat sedang berlibur di Karibia. Dan entah kenapa ia sangat suka dengan laki-laki dari keluarga biasa-biasa saja, bahkan saat itu suaminya hanya bekerja sebagai crew kapal pesiar saja, namun daya tarik dan kebaikan pria itu membuat hati Vania runtuh.

Vania memang tidak menyukai pria dari keluarga yang selevel dengan dia, karena menurutnya mereka sombong dan angkuh, serta membosankan, maka tidak heran Vania hanya baru 2 kali pacaran secara resmi yaitu dengan mantannya waktu kuliah dan dengan pria yang jadi suaminya sekarang. Namun sampai saat ini mereka belum dikaruniai anak, selain Vania yang sibuk, suaminya juga jarang di rumah, hanya 6 bulan sekali kalau suaminya pulang mereka melakukan hubungan sex. Vania tampak berpikir menerima tawaran Adrian.

“Bener nggak apa-apa nih kalo Gue nebeng pulang?”

“Sure, no problem. Let’s go!” Kata Adrian dengan aksen barat yang kental.

 “Lagipula aku juga butuh berkendara untuk menyegarkan pikiranku.” Lanjut Adrian sembari tersenyum tipis.

Adrian sendiri adalah seorang duda. Istrinya meninggal 2 tahun lalu karena kanker. Sekarang ia tinggal bersama Nafa, anak tunggalnya, gadis cantik berusia 19 tahun, hasil perkawinannya dengan mendiang sang istri.

“Aku ke kamar mandi sebentar ya.” Kata Vania sembari mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

“Hei, biar aku yang bayar kali ini.” Ucap Adrian.

“No! Minggu lalu kamu udah melakukannya Adrian, sekarang giliranku.” Balas Vania.

“No problem, simpan saja untuk meeting minggu depan. Okey?” Adrian merogoh kantong belakang celananya untuk mengambil dompet.

“Okey deh, thanks ya.” Vania berdiri dari tempat duduknya.

“No problem.” Adrian segera memanggil pelayan restoran untuk membayar makan malam mereka

 

***

 

Adrian mengemudikan mobilnya di tengah kemacetan ibukota. Sedangkan Vania sedari tadi tampak sibuk menelepon untuk memastikan asistennya menyelesaikan tugas dengan benar. Mobil sedan hitam itu berhenti di tengah kemacetan. Hujan deras membasahi kaca depan. Seorang pria memakai ponco warna kuning mengetok-ngetok kaca di kursi kemudi, sambil berucap sesuatu namun tidak jelas terdengar karena tertutup suara hujan dan musik jazz di dalam mobil. Adrian membuka sedikit jendelanya.

“Di depan banjir Mister! Putar balik aja!” Kata laki-laki itu ketika menyadari kalau yang ada di balik kemudi adalah pria dengan wajah blasteran indo.

“Oh ok, thanks!” Sahut Adrian sebelum kembali menutup kaca jendela mobilnya.

“Jadi sekarang kita terjebak di sini?” Vania mengalihkan pandangannya ke kaca depan sembari menggerutu kesal, beberapa mobil terhenti lajunya. Macet bukan main.

“Ya sepertinya kita tidak akan bisa mencapai rumahmu.” Balas Adrian.

“Ya Tuhan!! Kenapa jadi sial gini sih hari ini!” Vania kesal wajahnya tampak stress.

“Bagaimana kalau malam ini kamu menginap di rumahku saja? Ada kamar kosong kok.” Tawar Adrian memberi solusi.

“Memangnya jalan ke rumahmu nggak banjir?”

I hope not.” Adrian tertawa kecil. Vania tampak berpikir.

“Duh gimana ya, besok pagi aku ada janji dengan seseorang.” Kata Vania.

“Tenang, aku akan mengantarmu, atau kamu juga bisa memesan grab dari rumahku. Nggak ada masalah.” Balas Adrian. Vania berfikir sedikit tapi tidak ada pilihan yang lebih baik.

I don’t have any better option now. Ok, aku menginap di rumahmu malam ini.” Tukas Vania akhirnya.

Adrian berusaha keras untuk mencari jalan putar balik ke arah rumahnya. Butuh waktu hampir setengah jam baginya mengubah rute perjalanan. Lalu lintas masih begitu padat, jam pulang kerja ditambah banyak titik banjir menjadi kombinasi mematikan bagi pengendara. Vania tampak tertidur pulas di samping kursi kemudi, perjalanan yang harusnya tak lebih dari 30 menit kini menjadi hampir satu setengah jam. Jarum jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 10 malam saat mobil Adrian memasuki halaman rumah berukuran besar. Ketika mobil berhenti di halaman parkir, seorang pria berbadan tegap berlari kecil menghampiri sembari membukakan pintu untuk Vania.

“Selamat malam Bu.” Kata pria berbadan tegap itu sambil memayungi Vania. Pria itu kemudian mengantar Vania ke teras kemudian kembali menjemput Adrian yang masih di dalam mobil.

“Ini Nando, dia yang mengurus rumahku.” Kata Adrian. Nando mengangguk ramah, sementara Vania masih terlihat dingin karena masih terpengaruh kantuknya sedari tadi.

“Do, ini Bu Vania, rekan bisnisku. Malam ini dia akan menginap di sini. Apapun yang dibutuhkan Bu Vania tolong dipenuhi ya.”

“Baik Pak.” Jawab Nando sigap. Pria berbadan tegap itu kemudian membukakan pintu rumah. Vania melangkah masuk mengikuti Adrian.

“Nafa sudah pulang?” Tanya Adrian saat sudah berada di dalam rumah.

“Belum Pak.” Kata Nando.

“Oh ok, biar nanti aku telepon dia.”

“Saya permisi ke belakang Pak.” Adrian mengangguk memberi ijin Nando.

Vania duduk di ruang tengah yang sekaligus ruang tamu. Sofa melingkar yang empuk dan nyaman mengisi ruangan itu. Sebuah TV layar datar berukuran 50 inchi turut memenuhi ruangan. Sebuah bar mini terletak di ujung ruangan tersebut. Di dinding-dindingnya tergantung beberapa foto Adrian dan keluarganya.

Di sudut kiri tampak sebuah meja bilyard di pojok dekat tangga menuju lantai dua, dan di sudut kanan langsung berhubungan dengan dapur. Di samping bar mini tampak sebuah jendela dan pintu besar. Dari jendela besar itu dapat terlihat taman belakang dan kolam renang. Adrian berdiri di depan pintu belakang sedang menelepon seseorang.

Vania menghampiri mini bar dan melihat koleksi minuman keras berbagai merk terkenal. Di atas meja bar tampak beberapa botol yang terisi setengah atau kurang, mungkin yang paling sering di konsumsi oleh si pemilik rumah.

“Suka wine?” Adrian menghampiri Vania sambil mematikan telepon genggamnya.

Can I?” Kata Vania sambil menunjuk sebuah botol tequilla kegemarannya.

Of course, anggap saja seperti rumah sendiri. Sebentar, aku ambilkan gelas dulu.” Adrian berjalan ke belakang bar. Mengambil dua gelas dan menghampiri Vania yang sudah menaruh botolnya di meja depan sofa.

“Anakmu mana?”

“Nafa menginap di apartemen temannya malam ini.” Kata Adrian sambil menuang tequila ke gelas mereka.

“Berapa usianya sekarang?”

“Hmmm, sembilanbelas tahun.” Kata Adrian sambil memberikan gelas kepada Vania.

“Untuk bisnis kita!” Mereka melakukan toast dan meminum sampai habis isi di dalam gelas.

“Gimana rasanya punya anak yang udah dewasa? Sulit ya?”

“Not really.” Kata Adrian sembari menuangkan tequilla ke gelas di tangan Vania.

“Nafa udah kuliah kan?”

“Begitulah, Nafa sangat menyukai kebudayaan Indonesia. Makanya sekarang dia kuliah di IKJ, jurusan tari tradisional.”

“Wow! Hebat betul anakmu.” Kata Vania sambil mengangkat gelasnya mengajak Adrian melakukan toast untuk kedua kalinya. Adrian menaruh gelasnya.

Ok I’ll show your room.”

Adrian bangkit berdiri. Di ikuti Vania berjalan ke arah kamar yang pintunya terletak persis di depan tangga kayu dekat living room. Adrian membuka pintu kamar dan menyalakan lampu. Terlihat ruangan kamar yang besarnya kira-kira 26 meter persegi. Sebuah ranjang besar, sebuah meja kecil di sampingnya dengan lampu baca. Sebuah lemari pakaian dengan sebuah cermin besar tergantung di tembok. Dari pintu mereka masuk di sebelah kirinya terletak pintu kamar mandi.

Nice, very clean.” Vania memuji kamar tamu yang dipersiapkan Adrian untuknya.

“Seperti kamar hotel bintang lima.” Celetuk Vania sembari tersenyum.

Thanks, Nando yang mengurus semuanya.”

“Kamu pintar memilih pengurus rumah.” Vania memuji lagi.

“Kalo kamu ingin mandi, semuanya ada di sini.” Adrian membuka pintu kamar mandi. Terlihat handuk terlipat rapi dan juga sabun serta shampoo di meja wastafel.

“Kalo kamu butuh apa-apa panggil saja aku atau Nando ya.” Lanjut Adrian.

“Terima kasih Adrian, kamu baik banget.”

“Ok, selamat beristirahat kalau begitu. Selamat malam.”

“Selamat malam Adrian.”

Setelah Adrian keluar dari kamar, Vania meletakkan tasnya di atas ranjang, begitu pula dengan tubuhnya dia rebahkan di sana. Begitu nyaman, sejenak wanita cantik itu terpejam melepas penat sekaligus rasa lelah akibat kemacetan. Vania bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi, air hangat akan membuatnya lebih rileks, begitu pikirnya.

 

 

 

 

PART 2

 

Vania hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh mulusnya setelah selesai mandi. Wanita cantik itu terdiam sejenak menatap dirinya pada cermin besar di kamar. Sambil menatap tubuh indahnya, Vania berputar beberapa kali seolah ingin melihat adakah kekurangan dari tubuhnya. Di usianya yang sudah kepala 3, Vania cukup rajin merawat tubuh. Wanita itu juga rutin mendatangi Gym, maka tak heran lekuk serta kemolan tubuhnya sangatlah terjaga. Dalam benaknya, Vania memuji tubuhnya sendiri, senyumnya mengembang genit, entah apa yang dipikirkannya saat ini. Vania lalu meraih kuncir rambur dan merapikan rambutnya masih sambil menatapi cermin.

JGEEERRRRR!!

Suara petir menyambar kencang. Vania meloncat kaget karena suasana di dalam ruangan berubah gelap total seketika akibat lampu yang mendadak mati. Wanita cantik itu kebingungan serta panik.

“Tolong-Tolong-Tolong!!” Teriak Vania, mendadak rasa takut menggelanyuti dadanya.

Tak lama terdengar suara pintu kamar terbuka bersamaan dengan nyala lampu senter LED menerangi ruangan kamar tamu itu. Vania bisa bernafas lega menyadari Adrian ada di sana.

“Kamu nggak apa-apa?” Tanya Adrian.

Pria tampan itu memandangi Vania yang sedang berjongkok menutupi kedua telinganya di pojok ruangan dengan hanya mengenakan selembar handuk saja.

“Are you OK?” Tanya Adrian sekali lagi, Vania segera memeluk tubuh Adrian. Pria itu mengelus dan menepuk-nepuk bahu Vania mecoba menenangkan.

“Tenang, kamu aman di sini.” Bisik Adrian. Vania mengangguk kecil.

Vania segera melepaskan pelukannya. Wanita cantik itu baru menyadari kalau Adrian hanya memakai celana pendek saja. Tubuh kekar nan berotot, serta bulu dada yang lebat membuat Adrian tampak macho. Vania baru menyadari kalau Ia juga dalam kondisi setengah telanjang di hadapan rekannya itu. Adrian kemudian menolong Vania berdiri. Kemudian ia berjalan menuju lemari kecil, dibukanya dan mengambil sebuah kimono handuk. Diberikannya kimono itu pada Vania.

“Silahkan pakai ini.” Kata Adrian.

Vania meraih kimono yang diberikan oleh Adrian. Sebagai seorang pria normal tentu saja Adrian bernafsu melihat tubuh setengah telanjang yang seksi itu. Buah dada Vania terlihat sangat ranum, perut rata, pinggul dan paha proposional, kulitnya juga halus dan kencang. Namun Adrian berusaha menutupi ketertarikannya itu dengan bersikap tenang, tak mau mencolok dan berimbas pada cap sebagai pria hidung belang brengsek.

“Bagaimana kalau kita bersantai sambil minum di ruang tengah? Menunggu sampai listrik menyala lagi.” Kata Adrian sambil memperhatikan Vania memakai kimono.

“Ok, terima kasih ya.”

No problem.”

Adrian kemudian meraih tangan Vania, Ia membimbing wanita cantik itu sambil menerangi jalan dengan senter LEDnya menuju ruang tengah.

 

***

Vania duduk di sofa ruang tamu yang kini sudah diterangi oleh emergency LED yang baru saja dinyalakan Adrian. Sedangkan Adrian masih mencari sesuatu di rak mini. Tak lama pintu depan terbuka, sosok pria dengan tubuh basah kuyup berdiri di depan pintu. Adrian dan Vania menengok kaget melihat sosok itu.

“Maaf Pak, sepertinya generator kita rusak.” Ternyata sosok itu adalah Nando.

“Oh gitu, besok tolong kamu panggil tukang serviz ya.” Ucap Adrian.

“Baik Pak. Ada yang perlu saya siapkan Pak?” Tanya Nando.

“Nggak ada, kamu balik aja ke kamarmu untuk istirahat.”

“Baik Pak.”

“Oh ya, jangan lupa siapkan emergency LED di dapur dan garasi ya, biar nanti aku yang matikan kalau listrik udah nyala.”

“Siap Pak.” Nando bergegas menuju dapur, saat melangkah pria itu mengangguk sopan pada Vania.

Nyala lampu LED yang temaram menerangi ruangan tengah. Sebenarnya terasa romantis bagi Adrian dan Vania. Suara rintik hujan deras terdengar syahdu, apalagi di cuaca yang dingin seperti ini. Adrian kembali menuang anggurnya ke gelas di tangan Vania. Pria itu banyak bercerita kejadian-kejadian konyol dan lucu yang dialaminya sehingga membuat Vania merasa rilex. Entah sudah berapa gelas anggur yang di minum wanita cantik itu. Vania sedikit mabuk, sudah lupa kalau sejam lalu ia sempat panik dan berteriak ketakutan hanya karena listrik padam.

Cuaca dingin ditambah pengaruh alkohol lambat laun memunculkan sensasi dalam diri Vania. Sensasi birahi, apalagi Adrian terlihat begitu menarik. Wanita mana yang tidak tertarik dengan tampilan duda keren kaya raya tampan dengan balutan tubuh kekar nan atletis? Belum lagi sudah 6 bulan terakhir Vania tak merasakan sentuhan dari suaminya. Namun begitu, Vania berusaha untuk tetap mengontrol dirinya saat ini

JEGEEERRR!!!

Tiba-tiba suara petir menyambar lagi. Vania meloncat dari duduknya dan memeluk Adrian. Pria berwajah blasteran indo itu pun kaget. Gelas di tangan Vania jatuh dan isinya membasahi celana pendek Adrian.

“Aduh! Maaf! Maaf!” Kata Vania panik.

Vania melihat celana Adrian yang sudah basah oleh anggur yang tumpah dari gelasnya. Dengan tangannya dia berusaha membersihkan celana pendek Adrian. Pria itu menggenggam tangan Vania menghentikan kegiatannya.

it’s ok, ok. No problem.” Kata Adrian.

Vania menyadari kalau ia tadi menepuk-nepuk selangkangan pria itu. Gede banget, kata Vania dalam hati ketika secara tak sengaja ia menyentuh dan menyadari di balik celana pria itu tersimpan benda tumpul yang ukurannya bisa dipastiklan jauh lebih besar dibanding milik suaminya. Adrian terbiasa tidak memakai apa-apa di balik celana pendeknya. Adrian kemudian mengambil gelas Vania dari karpet. Menuangkan kembali anggur dan memberikannya pada Vania.

“Ayo kita minum lagi.” Kata Adrian.

“Semoga itu tadi suara petir terakhir malam ini.” Vania tersenyum sambil melakukan toast. Mereka meminum anggur di gelasnya masing-masing.

Setelah menghabiskan beberapa gelas anggur, Vania bersandar di bahu Adrian, kepalanya diletakkan di dada berbulu lebat itu. Vania sudah masa bodoh. Ia benar-benar ingin merasakan otot-otot dada yang tampak kokoh dan kencang milik pria itu. Sebagai wanita tentu saja ia kadang kesepian tanpa suaminya yang sering berlayar berbulan-bulan lamanya. Melihat Adrian, tentu saja membuat Vania sedikit berfikir nakal. Apalagi kondisi saat itu sangat mendukung walaupun bukan kondisi yang disengaja.

Adrian meraih pundak tubuh mungil milik Vania, dirangkulnya supaya wanita itu nyaman di pelukannya, kemudian Adrian membelai lembut rambut Vania. Dirasakannya Nafas Vania terasa meniup halus bulu-bulu dadanya. Adrian berusaha bertindak gentle, sebagai seorang pria yang sudah lama ditinggal Istri tentu saja melihat body sexy seperti Vania membuatnya ingin langsung menggagahi wanita itu. Tapi ia harus menahan diri, karena wanita di sampingnya bukan seorang pelacur yang dengan gampang ditelanjangi dan dipakai. Wanita di sebelahnya adalah rekan bisnis sekaligus sahabatnya.

Keduanya terdiam sejenak saling merasakan kehangatan yang sama-sama sudah lama tidak mereka rasakan. Suara gemuruh petir dan hujan masih terdengar samar-samar. Tangan Vania mengelus-elus dada bidang pria itu bermain diantara bulu-bulu lebat, Ia mulai merasa nyaman.  Adrian meraih gelas yang sudah kosong di tangan Vania, kemudian meletakkannya di meja. Setelah itu kembali bersandar di sofa sambil  membelai-belai rambut wanita itu. Detak jantung Adrian yang semakin kencang terdengar di telinga Vania. Wanita itu memandang wajah Adrian.

“Kamu merasakan sesuatu?” kata Adrian berbisik. Adrian merasakan kalau wanita di sampingnya ini sudah mulai memberikan sinyal-sinyal birahi.

Dan entah siapa yang memulai, keduanya sudah saling berpagutan. Bibir dan lidah mereka saling bertemu. Saling tarik menarik, belit membelit, mencoba memberikan sensasi kepada lawannya, mengirimkan sinyal-sinyal birahi, membangkitkan hasrat yang terpendam. Tangan Vania sudah berada di selangkangan Adrian, mengelus-elus benda bulat besar dibalik celana pendek. Benda bulat yang sudah mengeras dan memanjang. Terasa besar dan kokoh bagi tangan Vania.

Selama ini Vania hanya tau benda seperti itu milik suaminya saja karena belum pernah ia berhubungan badan dengan orang lain. Tapi milik suaminya tidak sebesar dan sepanjang milik Adrian, mungkin saja ini karena Adrian merupakan pria keturunan, menjadikan ukuran penisnya lebih besar dibandingkan milik pria Indonesia pada umumnya.

Dari bibir Adrian sudah beralih ke leher dan telinga. Ciuman dan jilatan pria itu membangkitkan libido Vania yang sudah dipengaruhi alkohol. Libido yang sudah berbulan-bulan tidak terlampiaskan. Vania memang sedang sangat ingin menikmati pria. Keduanya sudah masa bodoh dengan statusnya masing-masing. Mereka mencoba saling menikmati malam hujan dan dingin dengan saling menjilat, memeluk dan meremas. Tangan Adrian sudah bergerilya di buah dada yang masih terbungkus kimono, merayap melingkari lingkar badan wanita Vania. Suara hujan beriringan dengan desah manja.

“Ouucchhhhh….” Lenguh Vania.

Buah dada indah segenggaman tangan Adrian terlihat bulat dan padat, kencang seperti gadis remaja. Lidah Adrian langsung menyerbu berputar, menghisap puting susu kecil yang sangat menggairahkan. Tangan pria macho itu memilin-milin puting Vania. Bergantian pria itu bermain di dada ranum milik sang betina yang sangat menggairahkan.

Sedangkan sudah sedari tadi tangan Vania berada di balik celana pendek Adrian. Mempermainkan benda keras dan gagah milik pria itu. Mengocok-ngocok, mengelus-elus di sepanjang batang penis panjang itu. Belum pernah Vania memegang penis selain milik suaminya apalagi benda sepanjang dan sebesar milik Adrian. 21 cm dan 5 cm diameter batang penis itu, Vania menerka dalam hati.

Adrian membaringkan Vania. Lidahnya bergerilya di perut rata dan halus milik wanita cantik itu. Vania terlihat menggelinjang akibat jilatan-jilatan Adrian di perutnya. Desahan kecil terdengar keluar dari mulut Vania, sedangkan tangan wanita itu tidak mau melepaskan penis Adrian dari gengamannya. Adrian sudah tidak tahan lagi, nafsunya sudah di ubun-ubun. Ia menarik lepas celana dalam yang dikenakan Vania. Adrian menelanjangi Vania. Dilihatnya selangkangan Vania yang tidak ditumbuhi bulu, halus dan rata karena rajin shaving. Belahan vagina yang tembem rapat terlihat menggairahkan di temaram cahaya lampu LED.

Vania pun bangkit, dilepaskannya genggamannya pada penis pria itu. Vania melepaskan kimono handuk yang masih tersangkut di lengannya. Sedangkan Adrian berdiri di hadapannya. Pria itu sudah telanjang bulat. Penisnya yang besar dan panjang tampak tegang mengeras kencang. Vania kini bisa melihat dengan jelas batang penis pria macho itu.

Terlihat batang penis yang sangat kokoh dan di hiasi oleh urat-urat tegas di sekelilingnya dengan jembut tipis di sekitarnya. Vania meraih kepala penis itu tanpa ragu dan malu. Sudah terlanjur sudah telanjang bulat keduanya, tanggung kalau tidak diteruskan begitu pikir Vania dalam hati. Walaupun harus berhianat kepada suaminya tapi semuanya sudah tidak bisa dicegah, nafsunya sudah ada di ubun-ubun. Vania mencium kepala penis itu, menjilati sekitar lobang kencing Adrian. Tangan Adrian menghentikan aktivitas Vania. Vania menurut saja.

Adrian menindih tubuh Vania di sofa. Keduanya kembali terlibat ciuman. Vania kelejotan kegelian ketika ujung penis Adrian bermain di selangkangannya, menekan dan menggesek klitorisnya. Memicu awal orgasme tubuh sexy itu. Vania segera meraih penis Adrian, dan diarahkannya di depan lubang kenikmatan miliknya. Adrian tau kalau wanita itu sudah tidak tahan lagi. Perlahan tapi pasti dengan sangat perlahan Adrian menanamkan benda kebesarannya itu ke dalam tubuh seksi Vania. Keduanya memang sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan nafsu sex mereka.

Mata Vania terpejam ketika penis besar itu perlahan membuka liang kemaluannya yang sudah lama tidak dimasuki kelamin laki-laki. Kepala penis itu terasa agak sedikit sakit ketika mulai memasuki liang kelaminnya. Tapi Adrian melakukan dengan perlahan dan pasti, benda bulat panjang itu masuk menyeruak sedikit demi sedikit. Vagina itu sudah sedikit basah tanda sang betina sudah terangsang.

“Ouuchhhh! Shit!”

Vania menggigit bibir bawahnya menahan sedikit rasa perih akibat panjangnya penis milik Adrian, tatapan mata Vania terfokus pada wajah pria tampan itu yang tampak macho, yang selama ini tidak pernah di perhatikannya dengan lebih detail, namun sosok kekar itu malam ini terasa berbeda sekali. Adrian menghentikan sodokannya ketika penisnya masuk sampai setengahnya di dalam vagina Vania. Ia menggoyang pinggangnya berputar seakan hendak mengebor vagina sempit dan basah itu.


Posting Komentar

0 Komentar