PERMOHONAN TABU

 


GENRE : COMEDY EROTIC
JUMLAH HALAMAN : 207 HALAMAN
HARGA: Rp 35.000
ORDER PDF FULL VERSION 👉 KLIK INI CUY


PART 1

 

Jakarta, 2014.

Gemuruh tepuk tangan menggema di gedung olahraga milik Fakultas Ekonomi Universitas Pambudi. Puluhan mahasiswa dan mahasiswi nampak antusias menyaksikan ketua BEM Fakultas mereka, Raka Hermana, sedang memberikan sambutan perihal acara festival seni tahun ini. Sebuah evet rutin yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi untuk menyambut mahasiswa dan mahasiswi baru.

 Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, festival seni ini akan menghadirkan band ternama ibukota, bahkan di tahun ini BEM fakultas ekonomi melakukan gebrakan dengan mengundang pula beberapa artis Ibukota dalam pagelaran workshop, sebuah gebrakan yang makin membuat harum nama fakultas ekonomi sebagai salah satu fakultas elit di Universitas Pambudi, sekaligus mengangkat pamor Raka Hermana sebagai ketua BEM yang tak hanya cakep secara penampilan, tapi juga cakap dalam berorganisasi.

"I love You Raka!"

"Bravo Raka!"

"Hebat Raka!!"

"Hamilin Gue Raka!!!"

Berbagai macam sorakan dari para mahasiswa saling sahut menyambut pengumuman yang sedang dibacakan oleh Raka. Mahasiswa tingkat akhir itu hanya tersenyum bangga sembari melambaikan tangannya ke arah tribun penonton yang dipadati oleh ratusan mahasiswa lain.

Namun sebelum Raka mengakhiri sambutannya, tiba-tiba dari arah pintu masuk gedung muncul enam orang mahasiswa berlari kencang sambil membopong paksa tubuh gendut seorang pria. Keenam mahasiswa tersebut berteriak keras sebelum melemparkan tubuh gendut pria itu ke tengah lapangan, tepat di samping Raka. Pria gendut itu jatuh tertelungkup dalam keadaan telanjang bulat.

"HAHAHAHAHAHA!!!!"

"BOOOOOOO!!!!"

Ratusan mahasiswa sontak tertawa menyaksikan aksi bullying tersebut beberapa diantara mereka bahakan sempat mengabadikan momen memalukan tersebut menggunakan kamera ponsel. Salah satu mahasiswa yang ikut melemparkan tubuh pria gendut tadi meraih paksa mic yang digenggam oleh Raka.

"Tahun ini, Bambang akan menjadi maskot festival seni!!!!"

Teriak mahasiswa itu yang langsung disambut oleh gelak tawa ratusan mahasiswa lain. Bambang, pria gendut tadi, menatap nanar sekeliling, ratusan mata ,menatap tubuh telanjangnya di tengah lapangan.

"Hei! Brengsek kalian!" Hardik Raka pada enam mahasiswa iseng yang merusak acara sambutannya.

"Hahahah! Rilex bro, ini cuma hiburan! Hahahaha!" Seloroh salah satu mahasiswa sebelum berlari menjauh meninggalkan Raka dan Bambang di tengah lapangan.

Gemuruh suara mahasiswa lain masih terdengar, mereka tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan Bambang hanya bisa tertelungkup tak berdaya dengan pandangan mata bingung.

"Lu nggak apa-apa Bro?"

Tanya Raka sembari melepaskan jaketnya untuk menutupi tubuh Bambang. Pria gendut itu perlahan bangkit berdiri, menggunakan jaket yang diberikan oleh Raka untuk menutupi bagian depan tubuhnya.

"Ma-Maaf..."

Balas Bambang dengan bibir bergetar, mahasiswa bertubuh tambun itu kemudian berlari kecil meninggalkan lapangan dengan iringan teriakan serta gelak tawa dari mahasiswa lain. Raka menatap miris.

 

***

Surabaya, 2023

Bambang melirik jam tangannya ketika melihat Andira, salah satu staff marketing di tempatnya bekerja baru saja memasuki kubik kerja. Pria berbadan tambun itu bagkit dari kursi, kemudian keluar dari ruang kerjanya untuk menghampiri Andira.

"Tau ini jam berapa?" Ujar Bambang saat sudah berada di depan kubik kerja Andira. Beberapa staff marketing lain yang melihat nampak saling berbisik.

"Maaf Pak, tadi kena tilang Polisi." Sahut Andira sambil mengeluarkan beberapa peralatan make up dari tas kerjanya.

"Kemarin Kamu alasan nenek meninggal, dua hari lalu alasan nyasar, dan sekarang alasan kena tilang. Besok alasan apalagi? Gempa bumi?" Suara Bambang sedikit meninggi.

"Ya namanya juga musibah Pak, Saya juga nggak mau datang telat mulu." Ujar Andira sebelum membasahi bibir tipisnya dengan lipstik.

Perempuan berusia 28 tahun tersebut nampak tak begitu menanggapi komplain dari Bambang, yang notabennya adalah atasan Andira di divisi marketing. Bambang melirik ke kanan dan ke kiri, beberapa orang staf marketing lain nampak melihatnya sambil berbisik-bisik. Bambang panik, seperti biasanya, tak kuat menjadi sumber perhatian banyak orang.

"Ba-Baik kalau begitu, besok jangan diulangi lagi ya?"

Bambang buru-buru meninggalkan kubik kerja Andira. Perempuan itu  melongokkan kepala memandangi punggung Bambang menjauh sambil mengacungkan jari tengah yang disambut cekikikan staf marketing lain. Wibawa Bambang sama sekali tak diacuhkan oleh mereka.

 

***

Suasana riuh terhampar jelas sebatas mata memandang di dalam sebuah cafe. Belasan pengunjung yang rata-rata masih mengenakan pakaian kerja terlihat asyik menikmati hidangan yang disajikan ditemani suguhan alunan musik jazz dari home band accoustic.

 Cafe tersebut memang sudah terkenal di kalangan para pekerja kantoran, letaknya yang strategis di pusat kota Surabaya menjadikan cafe itu sering dijadikan tempat rujukan untuk berkumpul atau sekedar melepas lelah setelah seharian bekerja.

Di salah satu meja, duduk dua orang pria dan satu orang wanita memakai pkaian kerja khas dengan emblem garuda dan ular dengan tulisan "The Est" di bagian bawahnya tersemat rapi  pada dada kemeja, logo perusahaan advertising ternama, tempat dimana Bambang juga bekerja di situ.

Mereka adalah Hanin, Andrew, dan Jacob. Ketiganya merupakan bagian dari tim legal The Est, sebuah jabatan prestisius di perusahaan tersebut. Sebetulnya Bambang juga sempat berada di tim legal bersama tiga orang tersebut, namun karena dianggap menghambat kinerja tim, pria berbadan tambun tersebut terpaksa didowngrade dan dipindah ke bagian marketing sebagai supervisor.

"Jangan noleh! Jangan noleh!!"

Jacob memberi tanda pada Hanin dan Andrew yang duduk membelakangi pintu masuk cafe. Bukannya menuruti, keduanya malah menoleh ke belakang.

"Mampus!" Pekik Hanin lirih.

"Kenapa si gendut bisa tau kita ada di sini sih?!" Sahut Andrew dengan wajah masam saat melihat Bambang berdiri dengan senyum lebar sambil melambaikan tangan ke arah mereka.

"Apes deh Gue hari ini!"

Sesal Jacob sembari mengacak-acak rambutnya sendiri. Bambang tanpa beban segera mendekati meja, pria gemuk itu langsung mengambil satu kursi dan langsung ikut nimbrung tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Halooo geessss!!! Ternyata kalian nongkrong di sini juga ya."

"Halo Mbang, apa kabar Lu?" Balas Jacob dengan malas, Andrew dan Hanin memaksakan senyum pada Bambang.

"Pernah lebih baik daripada hari ini sih! Hehehehe!" Jawab Bambang, yang langsung dibalas dengan desahan nafas tak bersahabat dari ketiga mantan rekan kerjanya.

Sempat terjadi jeda beberapa saat antara mereka berempat karena memang kehadiran Bambang membuat suasana nongkrong menjadi rikuh dan kaku. Jacob dan Andrew pura-pura sibuk dengan ponsel mereka masing-masing, sementara Hanin memilih untuk memainkan ujung sedotan pada gelasnya, sungguh kegiatan yang unfaedah sekali.

Di satu momen tiba-tiba pandangan mata Bambang tertuju pada sosok Alea, wanita cantik nan anggun, kepala bagian accounting di The Est yang selalu menjadi incaran para eksekutif muda untuk dijadikan teman kencan, masuk ke dalam cafe. Momen yang secara tak sengaja juga diperhatikan oleh Jacob.

"Lu suka ya sama Alea?" Tanya Jacob pada Bambang dengan nada menyindir.

"Ah, nggak kok! Tapi Aku kenal akrab dengan dia." Balas Bambang tak mau harga dirinya jatuh karena ketahuan sedang mencuri pandang ke sosok Alea.

"Serius Lu akrab dengan Alea Mbang?! Gokilll!!! Lu emang cowok keren bro!!" Sahut Jacob yang langsung disambut tawa cekikikan dari Andrew dan Hanin.

"Iyalah! Kami udah kerja bareng di The Est selama tiga tahun terakhir!" Bambang masih berusaha mempertahankan harga dirinya di depan ketiga mantan rekan kerjanya tersebut.

"Kalo gitu kenapa nggak Lu sapa dia Mbang?" Tantang Hanin ikut andil untuk mengerjai Bambang. Pria gemuk itu nampak ragu, sambil sesekali memandangi Alea yang berdiri sendirian di depan meja bar.

"Nggak ah, kapan-kapan aja. Alea keliatannya lagi sibuk banget." Jawab Bambang beralasan.

"Alah...Bilang aja kalo Lu bohong Mbang! Hahahahah!” Celetuk Jacob disertai gelak tawa kedua temannya yang lain.

Bambang menatap wajah ketiga mantan rekan kerjanya itu satu persatu, harga dirinya mulai tercederai saat ini. Tanpa banyak perhitungan matang, pria gendut itu langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Oke! Aku akan bicara dengan Alea biar kalian percaya!"

Bambang melangkah pelan mendekati meja bar, di belakangnya Jacob, Hanin, dan Andrew makin tergelak saat melihat sikap gugup dan kaku pria gemuk itu berusaha mendekati Alea. Bambang sama sekali tak sadar jika tantangan itu hanyalah sebagai cara untuk makin menjatuhkan harga dirinya. Tapi keputusan telah diambil, Bambang bertekad untuk membuktikan pernyataannya pada ketiga mantan rekan kerjanya bahwa dia mengenal Alea secara personal.

"Ha-Halo.."

Alea berbalik badan, wajahnya nampak bingung dengan kening mengrenyit saat melihat Bambang sudah berdiri di belakangnya. Kaku dan gugup.

"Iya?"

"Kamu Alea kan? Saya Bambang, kita satu kantor di The Est." Ucap Bambang.

"Oke...Ada yang bisa dibantu Mas Bambang..?" Tanya Alea dengan mimik wajah makin bingung karena baru pertama kalinya dia berbincang dengan Bambang.

"Ehmm..Nggak ada sih. Saya cuma ingin ngobrol aja dengan Kamu." Balas Bambang masih dengan kegugupan luar biasa.

"Maaf, siapa tadi Mas..?"

"Bambang." Ujar Bambang mencoba mengingatkan namanya pada Alea.

"Oh iya Mas Bambang. Jadi gini, hari ini Saya lagi capek banget dengan kerjaan. Rencananya Saya pengen sendirian sambil menikmati segelas wine dan tidak menanggapi percakapan apapun dari siapapun. So, sorry, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memulai obrolan yang nggak jelas kayak gini."

"Oh, baiklah. Saya minta maaf kalau gitu udah ganggu waktu Alea."

Penantian Bambang selama 3 tahun hanya untuk bisa bercakap, dihancurkan oleh Alea hanya dalam waktu tak kurang dari 3 menit saja. Begitulah wanita, memiliki absolutisme dalam menentukan pria mana yang bisa mendekatinya. Bambang tentu bukan dalam kriteria Alea, baik secara fisik maupun dalam strata jabatan pekerjaan, Alea memiliki standar yang jauh lebih tinggi dibanding harus mengahabiskan malam bersama seorang supervisor tim marketing.

Bambang segera berbalik badan, menyaksikan ketiga mantan rekan kerjanya tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan Jacob sampai harus menyeka airmatanya sendiri setelah melihat penolakan Alea pada Bambang. Harga diri pria berbadan tambun tersebut secara mutlak hancur berkeping-keping detik ini juga.

"Apapun akan Aku berikan untuk bisa dapetin Kamu Alea!" Batin Bambang penuh penghayatan dan keyakinan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PART 2

 

Bambang keluar dari cafe dengan tertunduk lesu. Langkahnya gontai mengulang kembali momen saat Jacob, Hanin, dan Andrew menertawakannya kala mendapat penolakan dari Alea. Mungkin ini bukan pertama kalinya Bambang jadi bahan olok-olokan, tapi entah kenapa baru kali ini dia merasakan sakit hati yang teramat dalam.

Mungkin karena ini pertama kalinya juga dia bisa berani untuk memperkenalkan dirinya pada Alea, sang pujaan hati setelah sekian lama hanya mengaguminya dari jauh. Tiga tahun lamanya Bambang menempatkan Alea sebagai pusat tata Bambang kehidupan cintanya, memandanginya dari jauh tanpa berani sekalipun menyatakan kekagumannya pada sang bidadari.

BRUKKK!!

"Oh maaf Pak!"

Karena masih terbawa suasana yang tak mengenakkan, Bambang tak memperhatikan langkah kakinya sampai menabrak seorang pria tua yang berpakaian lusuh. Bambang berusaha membantu pria tua itu untuk kembali berdiri dan memasukkan beberapa barang yang sempat terjatuh ke dalam tas kresek berwarna hitam.

Salah satu benda tersebut berbentuk teko kecil yang terbuat dari tembaga namun sangat unik. Bambang tertegun melihat teko kecil tersebut yang mengingatkannya pada Lampu Aladin di film jaman dulu.

"Kamu suka dengan benda itu?" Tanya si pria tua mengagetkan lamunan Bambang.

"Ah nggak Pak." Bambang buru-buru kembali menyerahkan lampu itu pada si pria tua.

"Ambil saja kalau Kau suka anak muda, mungkin lampu ini lebih berguna untukmu." Si pria tua kembali menyerahkan wadah lampu itu pada Bambang.

"Ah jangan Pak, Saya jadi nggak enak nanti." Bambang masih berusaha untuk menolak pemberian dari pria asing yang baru saja ditemuinya itu.

"Anggap saja ini hadiah untukmu. Ambil saja tidak apa-apa." Ujar si pria tua mencoba meyakinkan kegamangan Bambang.

"Bagaimana kalau Saya bayar saja Pak?" Tawar Bambang yang langsung disambut tatapan tajam dari si pria tua.

"Asal Kau tau anak muda, benda yang Kau pegang itu tak ternilai harganya. Kau tak akan sanggup membayarnya. Jadi, terima saja benda itu sebagai hadiah dariku."

Sorot mata tajam dari si pria tua entah kenapa menjadi pemantik rasa takut dalam diri Bambang, ada aura yang berbeda dan sulit dijelaskan dengan kata-kata.

"Pesanku, jaga baik-baik benda itu. Jangan sekali-sekali Kau sia-siakan pemberianku."

Pria tua itu langsung melangkah pergi meninggalkan Bambang yang masih berdiri termangu menatap teko kecil kuno yang berfungsi sebagai wadah lampu di jaman dulu itu.

 

***

 

Bambang turun dari motor bututnya kemudian membuka sebuah pagar besi setinggi dada orang dewasa. Pria itu kemudian masuk ke dalam sembari menuntun sepeda motor dan memakirkanya tepat di depan sebuah pintu kamar kos. Sayup dari sebelah kamar  kosnya terdengar suara rintihan seorang wanita yang mengaduh kesakitan.

"Aaacchhhh!! Iyaah!! Mentokin Sayangg!! Mentokinn!!! Aaahhh!!!"

Bambang menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah sudah cukup hapal dengan suara rintihan milik Susan, tetangga kosnya yang setiap malam selalu berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan sex di dalam kamar. Setelah memastikan motornya telah terkunci dengan aman, Bambang bergegas masuk ke dalam kamar.

DUG!!

DUGG!!

DUUGG!!

"Aaachh!!! Fuck!! Enak!! Achhh!!!!"

Dinding kamar Bambang berbunyi, karena benturan akibat pergulatan birahi yang dilakukan oleh Susan dan pasangannya di kamar sebelah. Sekali lagi Bambang tak bisa berbuat banyak karena terakhir kali dia komplain pada Susan, keesokan harinya seorang pria berbadan besar dengan otot bisep sebesar buah bengkoang menghadiahinya bogem mentah. Bambang terpaksa sekuat tenaga untuk berusaha memaklumi kegiatan Susan di dalam kamarnya.

Setelah mengganti pakaian kerja dengan kaos, Bambang kembali penasaran dengan lampu kuno yang diberikan oleh pria tua misterius tadi. Diambilnya teko tersebut dari dalam tas kerjanya, pria berbadan tambun itu bergegas mengambil kain serbet di dapurnya kemudian mengelap lampu itu secara perlahan. Diamatinya tiap ukiran unik yang terdapat di tiap sisi teko tersebut.

Bambang tersenyum sendiri, membayangkan jika di dalam teko tersebut bersemayam jin yang bisa mengabulkan seluruh permintaannya seperti dalam film Aladin. Sambil tertawa kecil, Bambang mulai bercanda dengan dirinya sendiri.

"Hai jin penunggu lampu! Keluarlah!!!" Ucap Bambang yang suaranya dibuat nge-bass sambil mengusap-usap teko kecil itu. Dalam khayalannya, Bambang berperan sebagai Aladin.

Belum sampai satu helaan nafas, tiba-tiba keluar asap dari teko tembaga itu lalu perlahan kepulan asap tersebut berubah bentuk menjadi sosok astral berjenis wanita yang melayang di udara. Bambang kaaget bukan main sampai-sampai teko yang dipegangnya terlempar begitu saja dan jatuh di atas lantai kamar.

"Woii!! Jangan dilempar rumahku!!!"

Teriak si jin sambil mengambil teko tembaga yang tergeletak di lantai lalu memberikannya lagi setengah melempar kepada Bambang yang melotot tak berkedip melihat makhluk aneh itu.

Seharusnya Bambang takut, tetapi apa yang ia lihat malah membuat pria tambun itu merasa aneh. Jin itu hanya mengenakan lingerie sutera berwarna merah sebatas lutut. Tubuhnya putih, molek nan sintal dengan bentuk payudara dan pantat yang sekal. Ya, jin wanita ini begitu menggiurkan saudara-saudara!!!

"Lah malah bengong! Woiii Lu ngapain ngliatin Gue kayak gitu???! Nafsu Lu ya?"

 Hardik si jin cewek sambil membusungkan kedua payudaranya yang berukuran jumbo. Bambang mengucek-ucek matanya menggunakan tangan, memastikan jika yang dilihatnya adalah sebuah kenyataan bukan khayalan semata.

"Ka-Kamu siapa???!"

Bambang sedikit menggeser tubuhnya ke belakang sampai punggungnya menempel pada permukaan dinding. Jin cewek tersungging mesum, tubuhnya yang melayang di udara perlahan mendekati tubuh Bambang.

"Gue jin penghuni teko itu. Lu pasti dapetin rumah Gue dari seorang pria tua yang sok bijak? Bener kan?" Bambang berusaha menghindar saat jin cewek itu mencoba menyentuh dagunya menggunakan tangan.

"I-Iya, Aku diberi hadiah oleh seorang pria tua."

"Brengsek bener si tua bangka itu, setelah puas dengan keinginannya Gue dibuang gitu aja! Dasar cowok, dari jaman Adam sampai jaman K-pop kayak gini masih aja egois! Cuih!" Sergah jin cewek dengan muka jutek.

"Aku nggak tau apa-apa, A-Aku cuma diberi." Ujar Bambang masih gugup.

"Oke, jadi sekarang Lu yang jadi klien Gue."

"Hah?! Klien?"

CLIINGGGG!!!

Tiba-tiba di pangkuan Bambang sudah ada buku berukuran tebal dengan cover kertas keras bertuliskan "Kontrak Perjanjian Jin". Bambang menatap heran buku yang tiba-tiba sudah ada di atas pangkuannya itu.

"Well, dengarkan Gue baik-baik. Sebagai jin, Gue punya kekuatan besar untuk mengabulkan apapun dan semua hal yang Lu impikan."

"Hahahaha! Ini nggak mungkin! Sepertinya Aku sedang bermimpi."

Bambang menampar pipinya sendiri dengan tangan berusaha untuk menyadarkan dirinya dari khayalan. Namun tak ada yang berubah, jin cewek itu masih nampak dengan melayang di udara, bahkan kini jin tersebut sudah berganti kostum dengan pakaian seorang guru sexy, lengkap bersama sebuah kacamata minus dan penggaris kayu. Siap untuk menghukum kenakalan Bambang sepertinya.

"No! Ini bukan mimpi Bambang! Lu sedang berhadapan langsung dengan iblis, setan, lucifer, devil, beelzeebub! Ehmm dan tentu saja putri kegelapan!"

 Ujar si jin cewek penuh percaya diri, seolah sedang mempresentasikan keeksistensian dirinya sebagai mahluk astral tak kasat mata.

"Oke...Kalo Kamu memang bener jin, iblis, devil, atau apapun itu sebutannya, lalu apa hubungannya denganku?"

"Gue pengen bantu Lu bahagia Bambang! Lu punya potensi untuk itu! Lu cuma butuh sedikit dorongan ke arah yang tepat." Ujar si jin cewek.

"Aku udah bahagia kok!" Sahut Bambang tak mau terprovokasi pengaruh setan.

"Hahahaha! Come on, Lu nggak bisa bohongin setan, tolol! Gue bisa baca seluruh pikiran kotor yang ada di kepala Lu Bambang." Bambang terhenyak.

"Lu tiap malam pulang sendirian ke kamar kos kecil ini, diganggu dengan suara desahan cewek di sebelah kamar Lu yang lagi ngewe. Lu maksain untuk bisa tidur meskipun tersiksa dengan pertanyaan kenapa tidak ada satupun di dunia ini yang menyukai Lu! Kenapa Lu nggak bisa dapetin cewek yang Lu suka! Siapa namanya? Ah, iya Alea!" Cercaan jin cewek bak palu godam yang memukul kepala Bambang dengan jutaan fakta.

"Gue tau isi hati Lu Bambang. It's okey kalo Lu mau nangis sekarang." Lanjut jin cewek sembari kembali mendekati tubuh Bambang.

"Gue pengen bantu Lu buat mengendalikan takdir Lu sendiri. Lu mau disukai? Lu mau dicintai? Dihormati? Ditakuti?" Jin cewek memandang tajam mata Bambang yang mulai terintimidasi.

"Maksudmu apa?"

"Hmm, oke, Lu mau cara kerjanya Bembie??"

Lirik genit dipadu senyum menggoda dari si jin cewek makin membuat rasa penasaran Bambang makin tergelitik.

"Sekarang coba pikirin sesuatu yang Lu pengen, lalu buat permohonan kepadaku." Lanjut jin cewek memberi perintah.

"Permohonan seperti apa?"

"Terserah Lu! Katakan saja Bambang."

"Oke, Aku pengen makan geprek bensu level 4?"

"Done! Tunggu sebentar!"

Jin cewek mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian jemari lentiknya menari di atas layar seperti sedang mengetikkan sesuatu. Bambang mengrenyitkan dahi, tak percaya jika setan pun memiliki ponsel pintar.

"Oke sudah diorder! 10 menit lagi geprek bensu pesananmu segera datang!" Pekik jin cewek sambil tersenyum lebar.

"Wait! Maksudnya Kamu pesen online?" Tanya Bambang.

"Iyup! Geprek bensu level 4! Sesuai dengan permohonanmu Bambang." Jin cewek menunjukkan layar ponselnya yang masih menampilkan aplikasi grabfood pada Bambang.

"Arrghhhhttt!! Kalo kayak gitu Aku bisa lakuin sendiri setan!! Ngapain harus minta tolong jin segala?!" Bambang terlihat kesal, dia mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Gue cuma nglakuin yang Lu minta Bembie. Dimana letak kesalahan Gue? Hah?" Balas jin cewek tak mau disalahkan.

"Ya..Ya..Ya..Oke deh mending Lu balik lagi ke teko aja. Hidupku udah ruwet, sekarang malah ditambah masalah baru." Rajuk Bambang masih dengan raut wajah kesal.

"Gue nggak mau mendesak, tapi lebih baik kita lihat dulu kontraknya Bembie." Ujar jin cewek sembari melirik buku tebal di samping Bambang. Pria tambun itu lalu membuka halaman pertama dan mulai membacanya perlahan.

"Saya yang bersumpah di bawah ini, Bambang Putranto, yang selanjutnya disebut sebagai sang terkutuk? Heh? Terkutuk???!" Bambang menatap tajam wajah jin cewek yang kini sudah berganti kostum lagi menjadi seorang suster sexy.

"Jangan terfokus pada bahasanya Bambang, itu cuma formalitas saja. Inti dari kontrak itu hanya terbagai dalam dua hal besar saja. Pertama, di situ Gue disebutkan sebagai jin berkewajiban untuk mengabulkan tujuh permintaanmu."

"Tujuh? Kenapa tidak delapan?" Potong Bambang sambil membolak-balikkan kertas di hadapannya.

"Kenapa tidak enam? Entahlah, sepertinya angka tujuh menyenangkan. Next, yang kedua adalah cara Lu membayar setiap permohonan yang Lu ajukan. " Jawab jin cewek.

Bambang terkesiap saat membaca salah satu paragraf yang menyebutkan bahwa dia harus menyerahkan jiwanya untuk membalas semua permohonan yang telah berhasil dikabulkan oleh jin.

"Heh? Aku harus menyerahkan jiwaku?? Jiwa???" Pekik Bambang tak percaya.

"Setelah permohonanmu terwujud Bambang."

"Iya tau, tapi ini jiwaku! Aku nggak bisa nyerahin gitu aja jiwaku!"

"Apa masalahnya? Lu pernah lihat wujud jiwa Lu? Lu tau jiwa itu apa? Hah?"

"Tentu saja Aku tau! Jiwa itu...Ehmm, sesuatu yang...Ehhmm..." Bambang kesulitan untuk mendefinisikan pengertian jiwa pada jin.

"Gue mau ngasih tau sebuah kebenaran, sejatinya jiwa itu terlalu dibesar-besarkan. Nggak ada gunanya sama sekali! Selama ini apa pernah jiwamu berguna untukmu? No! Jiwa seperti usus buntu, Lu nggak akan pernah merindukannya!"

"Kalau nggak berguna, kenapa Kamu begitu menginginkannya?" Balas Bambang mencoba mematahkan argumen jin cewek.

"Sudah kuduga Lu memang cerdas Bembie. But, siapa yang paling diuntungkan dalam kesepakatan ini? Tujuh permohonan hebat untuk satu jiwa kecil tanpa makna? Hmmm?"

"Entahlah..A-Aku.."

"Lu masih ingin ngrasain cinta Lu dibalas Alea?"

"Alea..?"

"Ya, wanita cantik itu akan dengan mudah jadi pasangan Lu kalo setuju dengan kesepakatan ini."

Jin cewek makin mendramatisir suasana dengan memperdengarkan sebuah lagu romantis, kemudian menampilkan slide-slide foto serta video Alea di udara agar bisa terlihat jelas oleh Bambang.

"Oke Aku setuju!" Ucap Bambang mantab tanpa pikir panjang lagi.

"Great!! Pilihan yang cerdas! Sekarang Lu tinggal tanda tangani halaman paling belakang dari buku itu. Silahkan."

Jin cewek menyerahkan sebuah bolpoin pada Bambang, tanpa ragu pria bertubuh tambun itu langsung membubuhkan tanda tangan pada draft kontrak perjanjiannya dengan setan.


Posting Komentar

0 Komentar