PERMOHONAN TABU
PART 1
Jakarta, 2014.
Gemuruh tepuk tangan menggema di
gedung olahraga milik Fakultas Ekonomi Universitas Pambudi. Puluhan mahasiswa
dan mahasiswi nampak antusias menyaksikan ketua BEM Fakultas mereka, Raka Hermana,
sedang memberikan sambutan perihal acara festival seni tahun ini. Sebuah evet
rutin yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi untuk menyambut mahasiswa dan
mahasiswi baru.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, festival
seni ini akan menghadirkan band ternama ibukota, bahkan di tahun ini BEM
fakultas ekonomi melakukan gebrakan dengan mengundang pula beberapa artis
Ibukota dalam pagelaran workshop, sebuah gebrakan yang makin membuat harum nama
fakultas ekonomi sebagai salah satu fakultas elit di Universitas Pambudi,
sekaligus mengangkat pamor Raka Hermana sebagai ketua BEM yang tak hanya cakep
secara penampilan, tapi juga cakap dalam berorganisasi.
"I love You Raka!"
"Bravo Raka!"
"Hebat Raka!!"
"Hamilin Gue Raka!!!"
Berbagai macam sorakan dari para
mahasiswa saling sahut menyambut pengumuman yang sedang dibacakan oleh Raka.
Mahasiswa tingkat akhir itu hanya tersenyum bangga sembari melambaikan
tangannya ke arah tribun penonton yang dipadati oleh ratusan mahasiswa lain.
Namun sebelum Raka mengakhiri
sambutannya, tiba-tiba dari arah pintu masuk gedung muncul enam orang mahasiswa
berlari kencang sambil membopong paksa tubuh gendut seorang pria. Keenam
mahasiswa tersebut berteriak keras sebelum melemparkan tubuh gendut pria itu ke
tengah lapangan, tepat di samping Raka. Pria gendut itu jatuh tertelungkup
dalam keadaan telanjang bulat.
"HAHAHAHAHAHA!!!!"
"BOOOOOOO!!!!"
Ratusan mahasiswa sontak tertawa
menyaksikan aksi bullying tersebut beberapa diantara mereka bahakan sempat
mengabadikan momen memalukan tersebut menggunakan kamera ponsel. Salah satu
mahasiswa yang ikut melemparkan tubuh pria gendut tadi meraih paksa mic yang
digenggam oleh Raka.
"Tahun ini, Bambang akan menjadi
maskot festival seni!!!!"
Teriak mahasiswa itu yang langsung
disambut oleh gelak tawa ratusan mahasiswa lain. Bambang, pria gendut tadi,
menatap nanar sekeliling, ratusan mata ,menatap tubuh telanjangnya di tengah
lapangan.
"Hei! Brengsek kalian!"
Hardik Raka pada enam mahasiswa iseng yang merusak acara sambutannya.
"Hahahah! Rilex bro, ini cuma
hiburan! Hahahaha!" Seloroh salah satu mahasiswa sebelum berlari menjauh
meninggalkan Raka dan Bambang di tengah lapangan.
Gemuruh suara mahasiswa lain masih
terdengar, mereka tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan Bambang hanya bisa
tertelungkup tak berdaya dengan pandangan mata bingung.
"Lu nggak apa-apa Bro?"
Tanya Raka sembari melepaskan
jaketnya untuk menutupi tubuh Bambang. Pria gendut itu perlahan bangkit
berdiri, menggunakan jaket yang diberikan oleh Raka untuk menutupi bagian depan
tubuhnya.
"Ma-Maaf..."
Balas Bambang dengan bibir bergetar,
mahasiswa bertubuh tambun itu kemudian berlari kecil meninggalkan lapangan
dengan iringan teriakan serta gelak tawa dari mahasiswa lain. Raka menatap
miris.
***
Surabaya, 2023
Bambang melirik jam tangannya ketika
melihat Andira, salah satu staff marketing di tempatnya bekerja baru saja
memasuki kubik kerja. Pria berbadan tambun itu bagkit dari kursi, kemudian
keluar dari ruang kerjanya untuk menghampiri Andira.
"Tau ini jam berapa?" Ujar
Bambang saat sudah berada di depan kubik kerja Andira. Beberapa staff marketing
lain yang melihat nampak saling berbisik.
"Maaf Pak, tadi kena tilang
Polisi." Sahut Andira sambil mengeluarkan beberapa peralatan make up dari
tas kerjanya.
"Kemarin Kamu alasan nenek
meninggal, dua hari lalu alasan nyasar, dan sekarang alasan kena tilang. Besok
alasan apalagi? Gempa bumi?" Suara Bambang sedikit meninggi.
"Ya namanya juga musibah Pak,
Saya juga nggak mau datang telat mulu." Ujar Andira sebelum membasahi
bibir tipisnya dengan lipstik.
Perempuan berusia 28 tahun tersebut
nampak tak begitu menanggapi komplain dari Bambang, yang notabennya adalah
atasan Andira di divisi marketing. Bambang melirik ke kanan dan ke kiri,
beberapa orang staf marketing lain nampak melihatnya sambil berbisik-bisik.
Bambang panik, seperti biasanya, tak kuat menjadi sumber perhatian banyak
orang.
"Ba-Baik kalau begitu, besok
jangan diulangi lagi ya?"
Bambang buru-buru meninggalkan kubik
kerja Andira. Perempuan itu melongokkan
kepala memandangi punggung Bambang menjauh sambil mengacungkan jari tengah yang
disambut cekikikan staf marketing lain. Wibawa Bambang sama sekali tak
diacuhkan oleh mereka.
***
Suasana riuh terhampar jelas sebatas
mata memandang di dalam sebuah cafe. Belasan pengunjung yang rata-rata masih
mengenakan pakaian kerja terlihat asyik menikmati hidangan yang disajikan
ditemani suguhan alunan musik jazz dari home band accoustic.
Cafe tersebut memang sudah terkenal di
kalangan para pekerja kantoran, letaknya yang strategis di pusat kota Surabaya
menjadikan cafe itu sering dijadikan tempat rujukan untuk berkumpul atau
sekedar melepas lelah setelah seharian bekerja.
Di salah satu meja, duduk dua orang
pria dan satu orang wanita memakai pkaian kerja khas dengan emblem garuda dan
ular dengan tulisan "The Est" di bagian bawahnya tersemat rapi pada dada kemeja, logo perusahaan advertising
ternama, tempat dimana Bambang juga bekerja di situ.
Mereka adalah Hanin, Andrew, dan
Jacob. Ketiganya merupakan bagian dari tim legal The Est, sebuah jabatan
prestisius di perusahaan tersebut. Sebetulnya Bambang juga sempat berada di tim
legal bersama tiga orang tersebut, namun karena dianggap menghambat kinerja
tim, pria berbadan tambun tersebut terpaksa didowngrade dan dipindah ke bagian
marketing sebagai supervisor.
"Jangan noleh! Jangan
noleh!!"
Jacob memberi tanda pada Hanin dan
Andrew yang duduk membelakangi pintu masuk cafe. Bukannya menuruti, keduanya
malah menoleh ke belakang.
"Mampus!" Pekik Hanin
lirih.
"Kenapa si gendut bisa tau kita
ada di sini sih?!" Sahut Andrew dengan wajah masam saat melihat Bambang
berdiri dengan senyum lebar sambil melambaikan tangan ke arah mereka.
"Apes deh Gue hari ini!"
Sesal Jacob sembari mengacak-acak
rambutnya sendiri. Bambang tanpa beban segera mendekati meja, pria gemuk itu
langsung mengambil satu kursi dan langsung ikut nimbrung tanpa basa-basi
terlebih dahulu.
"Halooo geessss!!! Ternyata
kalian nongkrong di sini juga ya."
"Halo Mbang, apa kabar Lu?"
Balas Jacob dengan malas, Andrew dan Hanin memaksakan senyum pada Bambang.
"Pernah lebih baik daripada hari
ini sih! Hehehehe!" Jawab Bambang, yang langsung dibalas dengan desahan
nafas tak bersahabat dari ketiga mantan rekan kerjanya.
Sempat terjadi jeda beberapa saat
antara mereka berempat karena memang kehadiran Bambang membuat suasana
nongkrong menjadi rikuh dan kaku. Jacob dan Andrew pura-pura sibuk dengan
ponsel mereka masing-masing, sementara Hanin memilih untuk memainkan ujung sedotan
pada gelasnya, sungguh kegiatan yang unfaedah sekali.
Di satu momen tiba-tiba pandangan
mata Bambang tertuju pada sosok Alea, wanita cantik nan anggun, kepala bagian
accounting di The Est yang selalu menjadi incaran para eksekutif muda untuk
dijadikan teman kencan, masuk ke dalam cafe. Momen yang secara tak sengaja juga
diperhatikan oleh Jacob.
"Lu suka ya sama Alea?"
Tanya Jacob pada Bambang dengan nada menyindir.
"Ah, nggak kok! Tapi Aku kenal
akrab dengan dia." Balas Bambang tak mau harga dirinya jatuh karena
ketahuan sedang mencuri pandang ke sosok Alea.
"Serius Lu akrab dengan Alea
Mbang?! Gokilll!!! Lu emang cowok keren bro!!" Sahut Jacob yang langsung
disambut tawa cekikikan dari Andrew dan Hanin.
"Iyalah! Kami udah kerja bareng
di The Est selama tiga tahun terakhir!" Bambang masih berusaha
mempertahankan harga dirinya di depan ketiga mantan rekan kerjanya tersebut.
"Kalo gitu kenapa nggak Lu sapa
dia Mbang?" Tantang Hanin ikut andil untuk mengerjai Bambang. Pria gemuk
itu nampak ragu, sambil sesekali memandangi Alea yang berdiri sendirian di
depan meja bar.
"Nggak ah, kapan-kapan aja. Alea
keliatannya lagi sibuk banget." Jawab Bambang beralasan.
"Alah...Bilang aja kalo Lu
bohong Mbang! Hahahahah!” Celetuk Jacob disertai gelak tawa kedua temannya yang
lain.
Bambang menatap wajah ketiga mantan
rekan kerjanya itu satu persatu, harga dirinya mulai tercederai saat ini. Tanpa
banyak perhitungan matang, pria gendut itu langsung bangkit dari tempat
duduknya.
"Oke! Aku akan bicara dengan
Alea biar kalian percaya!"
Bambang melangkah pelan mendekati
meja bar, di belakangnya Jacob, Hanin, dan Andrew makin tergelak saat melihat
sikap gugup dan kaku pria gemuk itu berusaha mendekati Alea. Bambang sama
sekali tak sadar jika tantangan itu hanyalah sebagai cara untuk makin
menjatuhkan harga dirinya. Tapi keputusan telah diambil, Bambang bertekad untuk
membuktikan pernyataannya pada ketiga mantan rekan kerjanya bahwa dia mengenal
Alea secara personal.
"Ha-Halo.."
Alea berbalik badan, wajahnya nampak
bingung dengan kening mengrenyit saat melihat Bambang sudah berdiri di
belakangnya. Kaku dan gugup.
"Iya?"
"Kamu Alea kan? Saya Bambang,
kita satu kantor di The Est." Ucap Bambang.
"Oke...Ada yang bisa dibantu Mas
Bambang..?" Tanya Alea dengan mimik wajah makin bingung karena baru
pertama kalinya dia berbincang dengan Bambang.
"Ehmm..Nggak ada sih. Saya cuma
ingin ngobrol aja dengan Kamu." Balas Bambang masih dengan kegugupan luar
biasa.
"Maaf, siapa tadi Mas..?"
"Bambang." Ujar Bambang
mencoba mengingatkan namanya pada Alea.
"Oh iya Mas Bambang. Jadi gini,
hari ini Saya lagi capek banget dengan kerjaan. Rencananya Saya pengen
sendirian sambil menikmati segelas wine dan tidak menanggapi percakapan apapun
dari siapapun. So, sorry, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memulai
obrolan yang nggak jelas kayak gini."
"Oh, baiklah. Saya minta maaf
kalau gitu udah ganggu waktu Alea."
Penantian Bambang selama 3 tahun
hanya untuk bisa bercakap, dihancurkan oleh Alea hanya dalam waktu tak kurang
dari 3 menit saja. Begitulah wanita, memiliki absolutisme dalam menentukan pria
mana yang bisa mendekatinya. Bambang tentu bukan dalam kriteria Alea, baik
secara fisik maupun dalam strata jabatan pekerjaan, Alea memiliki standar yang
jauh lebih tinggi dibanding harus mengahabiskan malam bersama seorang
supervisor tim marketing.
Bambang segera berbalik badan,
menyaksikan ketiga mantan rekan kerjanya tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan
Jacob sampai harus menyeka airmatanya sendiri setelah melihat penolakan Alea
pada Bambang. Harga diri pria berbadan tambun tersebut secara mutlak hancur
berkeping-keping detik ini juga.
"Apapun akan Aku berikan untuk
bisa dapetin Kamu Alea!" Batin Bambang penuh penghayatan dan keyakinan.
PART 2
Bambang keluar dari cafe dengan
tertunduk lesu. Langkahnya gontai mengulang kembali momen saat Jacob, Hanin,
dan Andrew menertawakannya kala mendapat penolakan dari Alea. Mungkin ini bukan
pertama kalinya Bambang jadi bahan olok-olokan, tapi entah kenapa baru kali ini
dia merasakan sakit hati yang teramat dalam.
Mungkin karena ini pertama kalinya
juga dia bisa berani untuk memperkenalkan dirinya pada Alea, sang pujaan hati
setelah sekian lama hanya mengaguminya dari jauh. Tiga tahun lamanya Bambang
menempatkan Alea sebagai pusat tata Bambang kehidupan cintanya, memandanginya
dari jauh tanpa berani sekalipun menyatakan kekagumannya pada sang bidadari.
BRUKKK!!
"Oh maaf Pak!"
Karena masih terbawa suasana yang tak
mengenakkan, Bambang tak memperhatikan langkah kakinya sampai menabrak seorang
pria tua yang berpakaian lusuh. Bambang berusaha membantu pria tua itu untuk
kembali berdiri dan memasukkan beberapa barang yang sempat terjatuh ke dalam
tas kresek berwarna hitam.
Salah satu benda tersebut berbentuk
teko kecil yang terbuat dari tembaga namun sangat unik. Bambang tertegun
melihat teko kecil tersebut yang mengingatkannya pada Lampu Aladin di film
jaman dulu.
"Kamu suka dengan benda itu?"
Tanya si pria tua mengagetkan lamunan Bambang.
"Ah nggak Pak." Bambang
buru-buru kembali menyerahkan lampu itu pada si pria tua.
"Ambil saja kalau Kau suka anak
muda, mungkin lampu ini lebih berguna untukmu." Si pria tua kembali
menyerahkan wadah lampu itu pada Bambang.
"Ah jangan Pak, Saya jadi nggak
enak nanti." Bambang masih berusaha untuk menolak pemberian dari pria
asing yang baru saja ditemuinya itu.
"Anggap saja ini hadiah untukmu.
Ambil saja tidak apa-apa." Ujar si pria tua mencoba meyakinkan kegamangan
Bambang.
"Bagaimana kalau Saya bayar saja
Pak?" Tawar Bambang yang langsung disambut tatapan tajam dari si pria tua.
"Asal Kau tau anak muda, benda
yang Kau pegang itu tak ternilai harganya. Kau tak akan sanggup membayarnya.
Jadi, terima saja benda itu sebagai hadiah dariku."
Sorot mata tajam dari si pria tua
entah kenapa menjadi pemantik rasa takut dalam diri Bambang, ada aura yang
berbeda dan sulit dijelaskan dengan kata-kata.
"Pesanku, jaga baik-baik benda
itu. Jangan sekali-sekali Kau sia-siakan pemberianku."
Pria tua itu langsung melangkah pergi
meninggalkan Bambang yang masih berdiri termangu menatap teko kecil kuno yang
berfungsi sebagai wadah lampu di jaman dulu itu.
***
Bambang turun dari motor bututnya
kemudian membuka sebuah pagar besi setinggi dada orang dewasa. Pria itu
kemudian masuk ke dalam sembari menuntun sepeda motor dan memakirkanya tepat di
depan sebuah pintu kamar kos. Sayup dari sebelah kamar kosnya terdengar suara rintihan seorang
wanita yang mengaduh kesakitan.
"Aaacchhhh!! Iyaah!! Mentokin
Sayangg!! Mentokinn!!! Aaahhh!!!"
Bambang menggeleng-gelengkan
kepalanya, seolah sudah cukup hapal dengan suara rintihan milik Susan, tetangga
kosnya yang setiap malam selalu berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan
sex di dalam kamar. Setelah memastikan motornya telah terkunci dengan aman,
Bambang bergegas masuk ke dalam kamar.
DUG!!
DUGG!!
DUUGG!!
"Aaachh!!! Fuck!! Enak!!
Achhh!!!!"
Dinding kamar Bambang berbunyi,
karena benturan akibat pergulatan birahi yang dilakukan oleh Susan dan
pasangannya di kamar sebelah. Sekali lagi Bambang tak bisa berbuat banyak
karena terakhir kali dia komplain pada Susan, keesokan harinya seorang pria berbadan
besar dengan otot bisep sebesar buah bengkoang menghadiahinya bogem mentah.
Bambang terpaksa sekuat tenaga untuk berusaha memaklumi kegiatan Susan di dalam
kamarnya.
Setelah mengganti pakaian kerja
dengan kaos, Bambang kembali penasaran dengan lampu kuno yang diberikan oleh
pria tua misterius tadi. Diambilnya teko tersebut dari dalam tas kerjanya, pria
berbadan tambun itu bergegas mengambil kain serbet di dapurnya kemudian
mengelap lampu itu secara perlahan. Diamatinya tiap ukiran unik yang terdapat
di tiap sisi teko tersebut.
Bambang tersenyum sendiri,
membayangkan jika di dalam teko tersebut bersemayam jin yang bisa mengabulkan
seluruh permintaannya seperti dalam film Aladin. Sambil tertawa kecil, Bambang
mulai bercanda dengan dirinya sendiri.
"Hai jin penunggu lampu!
Keluarlah!!!" Ucap Bambang yang suaranya dibuat nge-bass sambil
mengusap-usap teko kecil itu. Dalam khayalannya, Bambang berperan sebagai
Aladin.
Belum sampai satu helaan nafas,
tiba-tiba keluar asap dari teko tembaga itu lalu perlahan kepulan asap tersebut
berubah bentuk menjadi sosok astral berjenis wanita yang melayang di udara.
Bambang kaaget bukan main sampai-sampai teko yang dipegangnya terlempar begitu
saja dan jatuh di atas lantai kamar.
"Woii!! Jangan dilempar
rumahku!!!"
Teriak si jin sambil mengambil teko
tembaga yang tergeletak di lantai lalu memberikannya lagi setengah melempar
kepada Bambang yang melotot tak berkedip melihat makhluk aneh itu.
Seharusnya Bambang takut, tetapi apa
yang ia lihat malah membuat pria tambun itu merasa aneh. Jin itu hanya
mengenakan lingerie sutera berwarna merah sebatas lutut. Tubuhnya putih, molek
nan sintal dengan bentuk payudara dan pantat yang sekal. Ya, jin wanita ini
begitu menggiurkan saudara-saudara!!!
"Lah malah bengong! Woiii Lu
ngapain ngliatin Gue kayak gitu???! Nafsu Lu ya?"
Hardik si jin cewek sambil membusungkan kedua
payudaranya yang berukuran jumbo. Bambang mengucek-ucek matanya menggunakan
tangan, memastikan jika yang dilihatnya adalah sebuah kenyataan bukan khayalan
semata.
"Ka-Kamu siapa???!"
Bambang sedikit menggeser tubuhnya ke
belakang sampai punggungnya menempel pada permukaan dinding. Jin cewek
tersungging mesum, tubuhnya yang melayang di udara perlahan mendekati tubuh
Bambang.
"Gue jin penghuni teko itu. Lu
pasti dapetin rumah Gue dari seorang pria tua yang sok bijak? Bener kan?"
Bambang berusaha menghindar saat jin cewek itu mencoba menyentuh dagunya
menggunakan tangan.
"I-Iya, Aku diberi hadiah oleh
seorang pria tua."
"Brengsek bener si tua bangka
itu, setelah puas dengan keinginannya Gue dibuang gitu aja! Dasar cowok, dari
jaman Adam sampai jaman K-pop kayak gini masih aja egois! Cuih!" Sergah
jin cewek dengan muka jutek.
"Aku nggak tau apa-apa, A-Aku
cuma diberi." Ujar Bambang masih gugup.
"Oke, jadi sekarang Lu yang jadi
klien Gue."
"Hah?! Klien?"
CLIINGGGG!!!
Tiba-tiba di pangkuan Bambang sudah
ada buku berukuran tebal dengan cover kertas keras bertuliskan "Kontrak
Perjanjian Jin". Bambang menatap heran buku yang tiba-tiba sudah
ada di atas pangkuannya itu.
"Well, dengarkan Gue baik-baik.
Sebagai jin, Gue punya kekuatan besar untuk mengabulkan apapun dan semua hal
yang Lu impikan."
"Hahahaha! Ini nggak mungkin!
Sepertinya Aku sedang bermimpi."
Bambang menampar pipinya sendiri
dengan tangan berusaha untuk menyadarkan dirinya dari khayalan. Namun tak ada
yang berubah, jin cewek itu masih nampak dengan melayang di udara, bahkan kini
jin tersebut sudah berganti kostum dengan pakaian seorang guru sexy, lengkap
bersama sebuah kacamata minus dan penggaris kayu. Siap untuk menghukum
kenakalan Bambang sepertinya.
"No! Ini bukan mimpi Bambang! Lu
sedang berhadapan langsung dengan iblis, setan, lucifer, devil, beelzeebub!
Ehmm dan tentu saja putri kegelapan!"
Ujar si jin cewek penuh percaya diri, seolah
sedang mempresentasikan keeksistensian dirinya sebagai mahluk astral tak kasat
mata.
"Oke...Kalo Kamu memang bener
jin, iblis, devil, atau apapun itu sebutannya, lalu apa hubungannya
denganku?"
"Gue pengen bantu Lu bahagia
Bambang! Lu punya potensi untuk itu! Lu cuma butuh sedikit dorongan ke arah
yang tepat." Ujar si jin cewek.
"Aku udah bahagia kok!"
Sahut Bambang tak mau terprovokasi pengaruh setan.
"Hahahaha! Come on, Lu
nggak bisa bohongin setan, tolol! Gue bisa baca seluruh pikiran kotor yang ada
di kepala Lu Bambang." Bambang terhenyak.
"Lu tiap malam pulang sendirian
ke kamar kos kecil ini, diganggu dengan suara desahan cewek di sebelah kamar Lu
yang lagi ngewe. Lu maksain untuk bisa tidur meskipun tersiksa dengan
pertanyaan kenapa tidak ada satupun di dunia ini yang menyukai Lu! Kenapa Lu
nggak bisa dapetin cewek yang Lu suka! Siapa namanya? Ah, iya Alea!"
Cercaan jin cewek bak palu godam yang memukul kepala Bambang dengan jutaan
fakta.
"Gue tau isi hati Lu Bambang.
It's okey kalo Lu mau nangis sekarang." Lanjut jin cewek sembari kembali
mendekati tubuh Bambang.
"Gue pengen bantu Lu buat
mengendalikan takdir Lu sendiri. Lu mau disukai? Lu mau dicintai? Dihormati?
Ditakuti?" Jin cewek memandang tajam mata Bambang yang mulai
terintimidasi.
"Maksudmu apa?"
"Hmm, oke, Lu mau cara kerjanya
Bembie??"
Lirik genit dipadu senyum menggoda
dari si jin cewek makin membuat rasa penasaran Bambang makin tergelitik.
"Sekarang coba pikirin sesuatu
yang Lu pengen, lalu buat permohonan kepadaku." Lanjut jin cewek memberi
perintah.
"Permohonan seperti apa?"
"Terserah Lu! Katakan saja Bambang."
"Oke, Aku pengen makan geprek
bensu level 4?"
"Done! Tunggu sebentar!"
Jin cewek mengeluarkan ponsel dari
sakunya kemudian jemari lentiknya menari di atas layar seperti sedang
mengetikkan sesuatu. Bambang mengrenyitkan dahi, tak percaya jika setan pun
memiliki ponsel pintar.
"Oke sudah diorder! 10 menit
lagi geprek bensu pesananmu segera datang!" Pekik jin cewek sambil
tersenyum lebar.
"Wait! Maksudnya Kamu pesen
online?" Tanya Bambang.
"Iyup! Geprek bensu level 4!
Sesuai dengan permohonanmu Bambang." Jin cewek menunjukkan layar ponselnya
yang masih menampilkan aplikasi grabfood pada Bambang.
"Arrghhhhttt!! Kalo kayak gitu
Aku bisa lakuin sendiri setan!! Ngapain harus minta tolong jin segala?!"
Bambang terlihat kesal, dia mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Gue cuma nglakuin yang Lu minta
Bembie. Dimana letak kesalahan Gue? Hah?" Balas jin cewek tak mau
disalahkan.
"Ya..Ya..Ya..Oke deh mending Lu
balik lagi ke teko aja. Hidupku udah ruwet, sekarang malah ditambah masalah
baru." Rajuk Bambang masih dengan raut wajah kesal.
"Gue nggak mau mendesak, tapi
lebih baik kita lihat dulu kontraknya Bembie." Ujar jin cewek sembari
melirik buku tebal di samping Bambang. Pria tambun itu lalu membuka halaman
pertama dan mulai membacanya perlahan.
"Saya yang bersumpah di bawah
ini, Bambang Putranto, yang selanjutnya disebut sebagai sang terkutuk? Heh?
Terkutuk???!" Bambang menatap tajam wajah jin cewek yang kini sudah
berganti kostum lagi menjadi seorang suster sexy.
"Jangan terfokus pada bahasanya
Bambang, itu cuma formalitas saja. Inti dari kontrak itu hanya terbagai dalam
dua hal besar saja. Pertama, di situ Gue disebutkan sebagai jin berkewajiban
untuk mengabulkan tujuh permintaanmu."
"Tujuh? Kenapa tidak
delapan?" Potong Bambang sambil membolak-balikkan kertas di hadapannya.
"Kenapa tidak enam? Entahlah,
sepertinya angka tujuh menyenangkan. Next, yang kedua adalah cara Lu membayar
setiap permohonan yang Lu ajukan. " Jawab jin cewek.
Bambang terkesiap saat membaca salah
satu paragraf yang menyebutkan bahwa dia harus menyerahkan jiwanya untuk
membalas semua permohonan yang telah berhasil dikabulkan oleh jin.
"Heh? Aku harus menyerahkan
jiwaku?? Jiwa???" Pekik Bambang tak percaya.
"Setelah permohonanmu terwujud
Bambang."
"Iya tau, tapi ini jiwaku! Aku
nggak bisa nyerahin gitu aja jiwaku!"
"Apa masalahnya? Lu pernah lihat
wujud jiwa Lu? Lu tau jiwa itu apa? Hah?"
"Tentu saja Aku tau! Jiwa
itu...Ehmm, sesuatu yang...Ehhmm..." Bambang kesulitan untuk
mendefinisikan pengertian jiwa pada jin.
"Gue mau ngasih tau sebuah
kebenaran, sejatinya jiwa itu terlalu dibesar-besarkan. Nggak ada gunanya sama
sekali! Selama ini apa pernah jiwamu berguna untukmu? No! Jiwa seperti usus
buntu, Lu nggak akan pernah merindukannya!"
"Kalau nggak berguna, kenapa
Kamu begitu menginginkannya?" Balas Bambang mencoba mematahkan argumen jin
cewek.
"Sudah kuduga Lu memang cerdas
Bembie. But, siapa yang paling diuntungkan dalam kesepakatan ini? Tujuh
permohonan hebat untuk satu jiwa kecil tanpa makna? Hmmm?"
"Entahlah..A-Aku.."
"Lu masih ingin ngrasain cinta
Lu dibalas Alea?"
"Alea..?"
"Ya, wanita cantik itu akan
dengan mudah jadi pasangan Lu kalo setuju dengan kesepakatan ini."
Jin cewek makin mendramatisir suasana
dengan memperdengarkan sebuah lagu romantis, kemudian menampilkan slide-slide
foto serta video Alea di udara agar bisa terlihat jelas oleh Bambang.
"Oke Aku setuju!" Ucap
Bambang mantab tanpa pikir panjang lagi.
"Great!! Pilihan yang cerdas!
Sekarang Lu tinggal tanda tangani halaman paling belakang dari buku itu.
Silahkan."
Jin cewek menyerahkan sebuah bolpoin
pada Bambang, tanpa ragu pria bertubuh tambun itu langsung membubuhkan tanda
tangan pada draft kontrak perjanjiannya dengan setan.

Posting Komentar
0 Komentar