SETUBUHI RAGA ISTRIKU
PART 1
Hanan keluar dari kamar mandi dengan
rambut masih basah, tubuhnya yang atletis terbalut handuk dan hanya menutupi
bagian perut hingga bawah tubuhnya saja. Di atas ranjang, terlihat istrinya
Naila masih terlelap dalam keadaan telanjang bulat. Hanan tersenyum mengingat
bagaimana semalam mereka berdua habis-habisan meneguk nikmat birahi setelah
hampir dua minggu lamanya tak bertemu karena Hanan harus menyelesaikan proyek
kantornya di luar pulau.
Hanan dan Naila sudah menikah hampir
dua tahun, pernikahan mereka sejauh ini berjalan sangat lancar dan jauh dari
pertengkaran hebat. Riak-riak kecil akibat perdebatan di dalam rumah tangga
selalu bisa mereka selesaikan dengan baik. Tak heran jika mereka berdua bisa
begitu saling memahami satu sama lain karena sebelum menikah, Hanan dan Naila
sudah menjalin kasih hampir lima tahun lamanya. Bukan waktu yang pendek untuk
bisa menyelami karakter masing-masing.
Satu-satunya hal yang perlu dikhawatirkan
oleh Hanan saat ini adalah beban pekerjaannya. Sejak dipindah ke divisi
logistik, pria berkacamata itu harus sering keluar kota atau bahkan keluar
pulau untuk mengecek kelancaran distribusi barang. Tak jarang dia harus
meninggalkan Naila untuk waktu yang cukup lama. Meskipun istrinya sama sekali
tak mempermaslahkan hal tersebut dan bisa menerima keadaan tapi tetap saja
adanya jarak membuat Hanan kadang sering merasakan perasaan was-was.
Naila sendiri juga bukan tanpa
pekerjaan, wanita bertubuh sintal itu adalah seorang dosen di salah satu
universitas negeri. Kesiibukannya sebagai pengajar di kampus membuat rasa sepi
akibat ditinggal Hanan bisa sedikit teralihkan. Naila juga tak pernah memprotes
beban pekerjaan baru suaminya, wanita yang selalu berpenampilan tertutup itu
justru sangat mendukung Hanan selama ini.
Suara alarm berbunyi pelan, sinar
matahari masuk melalui tirai kamar. Sang istri, Naila, perlahan membuka matanya
dan mendapati suaminya, Hanan, sudah menatapnya dengan senyum lembut. Naila
merenggangkan tubuhnya setelah terjaga. Dua tangannya terangkat ke atas,
kemudian beringsut mendekati Hanan yang duduk di tepi ranjang.
"Kenapa kamu bangun lebih dulu?
Biasanya aku yang bangunin kamu." Tanya Naila sambil memeluk mesra tubuh
suaminya. Hanan tersenyum.
"Hari ini aku pengen jadi yang
pertama lihat kamu bangun. Kamu cantik banget waktu tidur." Naila tersipu,
menarik selimut ke atas wajah.
"Ah, jangan gombal pagi-pagi,
malu tau!" Hanan tertawa kecil, menarik selimut Naila perlahan
"Serius. Aku lihat kamu tidur
kayak bayi tadi. Rasanya damai banget. Aku pikir, ini alasan kenapa aku pengen
selalu bangun di samping kamu." Naila tersenyum malu sambil menatap Hanan.
"Kamu romantis banget pagi ini.
Ada apa? Nyari izin buat beli sesuatu, ya?" Tanya Naila dengan ekspresi
menyelidik. Hanan tersenyum lebar.
"Nggak, kok. Aku cuma bersyukur
punya kamu di hidupku. Setiap pagi bangun bareng kamu tuh hadiah buat
aku." Naila memegang pipi Hanan dengan lembut. Matanya begitu teduh
menyasar wajah suaminya itu.
"Aku juga bersyukur. Kadang aku
pikir, kamu mimpi yang jadi kenyataan." Hanan tersenyum sebelum kemudian mengecup
kening Naila
"Kalau gitu, jangan bangun dari
mimpi. Biar kita jalani terus, ya, berdua." Naila tersenyum, memeluk Hanan
erat seolah enggan untuk terlepas
"Iya. Kamu aja yang nggak boleh bangun
terlalu cepat dari hidup kita. Aku nggak mau jalan sendirian."
"Tenang, aku di sini. Selalu. Pagi,
siang, malam. Selamanya." Hanan meremas jemari Naila.
"Kalau gitu, aku maunya kita
bangun pagi begini terus. Rasanya hangat." Naila makin merapatkan
pelukannya pada tubuh sang suami.
"Setuju. Tapi sekarang, aku
bikin kopi dulu, ya? Supaya pagi kita lebih lengkap."
"Nggak. Temenin aku di sini dulu
sebentar. Kopi bisa nanti, kan?" Hanan tersenyum lembut.
"Oke. Pagi ini milik kamu,
seluruhnya."
Hanan merengkuh kepala istrinya,
keduanya saling bertatapan begitu dalam untuk beberapa saat, seolah sedang
mengejawantahkan perasaan cinta yang membuncah tanpa batas. Kepala mereka
saling mendekat, makin dekat hingga kemudian bibir keduanya sudah menempel satu
sama lain.
Suara decakan lidah yang saling
bertaut terdengar lirih namun sahdu. Hanan begitu telaten mengais sekaligus
menguas bibir tipis Naila yang pasrah. Naila merintih, saat jemari nakal suaminya mulai merayapi tubuhnya
yang telanjang bulat. Tangan kanan Hanan hinggap di payudara Naila,
mengelusnya, meremas pelan lalu dilanjutkan dengan memainkan bulatan puting
wanita cantik itu.
“Ouucchhhh…Sayang…” Desis Naila.
“Sakit ya?” Tanya Hanan. Naila
menggeleng pelan sambil tersenyum malu-malu.
“Enggak…Enak…”
“Nakal…” Desis Hanan sebelum kembali
mencumbu bibir tipis sang istri.
Cumbuan Hanan yang makin menggila
lambat laun membuat birahi Naila terbakar. Tubuhnya jadi menghangat, tiap
sentuhan Hanan sukses membawa nafsunya melalang buana. Tak mau kalah dalam
percumbuan, Naila mendorong tubug sang suami hingga rebah di atas ranjang.
Perlahan jemari lentik Naila melepas handuk yang masih melilit bagian bawah
tubuh Hanan. Begitu terlepas mencuatlah batang penis sang pejantan. Sudah
keras, mengacung tegak dan siap digunakan.
“Hmmm, sekarang siapa yang nakal?”
goda Naila sembari meremas batang penis Hanan.
“Ouucchhh sayang…”
“Kenapa? Enak ya?”
“I-Iya..Enak banget…” Hanan
mendengus, nafasnya tersenggal saat Naila mulai menggerakkan tangannya naik
turun, mengocoki batang penis yang makin bengkak dan mengeras.
Naila merundukkan kepalanya hingga
bibirnya berjarak begitu dekat dengan lubang kencing Hanan yang sudah
mengeluarkan cairan precum. Dijilatnya batang kemaluan Hanan, dari pangkal
sampai kepalanya, bolak-balik dengan lahap. Dikulum dan dihisapnya dalam-dalam,
digenggam lalu dikocoknya batang itu.
Setelah itu lidahnya turun, menyapu kedua buah
zakar kekasihnya dengan lembut. Dihisapnya bergantian, dimainkan kedua bola itu
dengan mulutnya. Puas bermain, lidahnya kembali turun semakin ke bawah,
menelisik masuk ke lubang pantat, menjilatnya dengan perlahan.
"Uuuughhh..!"
Hanan melenguh, merasakan sensasi
yang begitu nikmat menjalar dari pangkal pahanya. Tangannya menjangkau, meremas
kedua payudara milik Naila, yang saat ini sedang menggantung dengan sempurna.
"Jepitin pake ini sayang."
Pinta Hanan.
Naila menghentikan jilatannya, lalu
mengarahkan batang itu ke dadanya. Tangannya menekan kedua sisi payudaranya,
penis yang sudah sangat tegang itu kini terjepit dengan sempurna. Kemudian
Naila menggerakkan payudaranya dengan tangan, ke atas dan ke bawah, berirama.
Hanan hanya bisa mendesis, merasakan sensasi hangat dan kenyal yang sangat
nikmat, mengurut penisnya dengan lembut.
Tak kuat menahan gairahnya yang sudah
di ubun-ubun, Naila melepaskan jepitan payudaranya. Wanita cantik itu kemudian
menaiki tubuh Hanan, mengangkanginya, kemudian dibimbingnya penis Hanan menuju
vaginanya. Dipegangnya penis itu, lalu digesek-gesekkan ujungnya di bibir
kemaluannya yang sudah basah. Ditekannya batang itu dengan perlahan.
"Aaaaahhh....." Desah
Naila, saat ujung penis itu ambles, menembus lubang vaginanya.
Ditekannya kembali, hingga batang
tersebut tak lagi kelihatan, masuk, terjepit seluruhnya dengan otot-otot
vagina. Naila terdiam sejenak, kemudian mulai menggoyangkan pinggulnya, seperti
sedang menaiki kuda.
"Eehhmmmmhhh..." Desah
Naila, sambil tangannya meremas kedua gundukan montok miliknya. Hanan hanya
bisa pasrah, keenakan, merasakan sensasi hisapan vagina istrinya yang memijat
dan mengurut batang penis.
"Ouuchhh! Pinter banget kamu
sayang!” Lenguh Hanan di tengah gempuran Naila yang begitu bersemangat.
“Enak ya?” Goda Naila sambil terus
menggoyang penis Hanan dari atas.
“I-Iya sayang…Legit banget memekmu!”
Naila menggerakkan pinggulnya makin
cepat, maju dan mundur, naik dan turun. Payudaranya berayun-ayun bergerak
mengikuti irama goyangannya. Melihat hal itu, tangan Hanan tak tinggal diam.
Dicengkramnya payudara besar itu dengan gemas, membuat Naila semakin beringas.
"Aaaaakkhhh! Aaaahhkkk!
Haaahhhhsss!” Satu hentakan, diiringi dengan getaran hebat. Naila mengejang,
tubuhnya dilanda kenikmatan orgasme yang barusan dialaminya. Mulutnya menganga,
sampai liurnya menetes beberapa.
"Eeeemmmhhhhh..." Lalu
Naila ambruk, tepat di atas badan suaminya. Tenaganya terkuras, lemas, tapi ia
sangat menikmatinya.
Hanan segera memutar posisi,
dibaliknya tubuh Naila tanpa melepas batang penisnya, kali ini dia yang di atas,
memegang kendali permainan. Tak memberikan waktu bagi Naila untuk istirahat,
Hanan langsung menghujami lubang vagina Naila, dengan sodokan dari batang
penisnya secara bertubi-tubi. Bunyi vagina becek yang tercipta saat
bersenggama, memenuhi kamar. Naila semakin meracau, tak karuan.
"Oouughhh..!! Sayaaang, penis
kamu enak bangeett.. Eeeemmmmhhh!!"
"Suka ya? Hah? Kamu suka
diapain?"
"Sukaa banget! Aku suka di
entotin kamuuh sayanghh.. Aaagghh!"
Kalimat demi kalimat jorok nan vulgar
yang keluar dari mulut Naila, membuat
Hanan makin menjadi-jadi. Sodokannya semakin kencang. Naila hanya bisa pasrah
keenakan, kedua tangannya ke atas, mencengkram bantal, membuat kedua payudara
besarnya bergerak dengan bebas. Melihat hal itu, Hanan kian bernafsu.
Ditamparnya kedua payudara besar itu dengan keras, dicengkeram, lalu
digoyang-goyangkannya bersamaan.
Setelah itu, dicumbuinya ketiak
Naila. Aroma feromon yang menguap dari keringat di ketiak Naila, semakin
membuatnya bergairah. Pinggulnya masih terus bergerak, sementara lidahnya
menjilat setiap jengkal, dari ketiak putih dengan bulu-bulu jarang, milik Naila.
Dijilatnya kiri dan kanan, bergantian.
"Eeeegghhh...! Aku mau.. Aku mau
keluar sayang…" Bisiknya, dengan terengah-engah, di telinga Naila.
"Iyah.. Iyah sayang.. Keluarin,
keluarin yang banyak biar kamu puas. Uuuughhhhh..!" Ujar Naila.
Penis Hanan terasa semakin keras,
sedangkan jepitan vagina Naila semakin mencengkram erat. Gerakan pinggul Hanan
makin cepat, jauh lebih cepat dari sebelumnya.
"Aaaaagghhhh..!! Fuck!!! Enaakkk
bangeeeeet, ngentot!" Naila tidak tahan untuk tak berteriak, bola matanya
berputar, menyisakan warna putih saja di kedua kelopak matanya. kemudian
disusul dengan lenguhan panjang dari Hanan,
"Ouuuugghhhh... Oooough!!!"
Tubuh Hanan bergetar, semburan demi semburan cairan hangat dari penisnya,
memenuhi lubang kenikmatan milik Naila.
Dibiarkannya penis Hanan tetap
tertancap di dalam, sementara otot-otot dinding vagina Naila mengurut penis
itu, seakan ingin menguras habis setiap tetes sperma yang masih tersisa di
salurannya. Mereka berdua terkulai lemas.
“Hahhhhhh! Gila, kamu hot banget
sayang.” Puji Hanan sembari menikmati sisa-sisa orgasme.
“Kamu juga hebat, enak banget. Aku
puas.” Balas Naila. Wanita itu kemudian memeluk tubuh Hanan sebelum kemudian
mengecup pipi sang suami.
“Aku mandi dulu ya, ada jadwal kelas
pagi.” Kata Naila beberapa saat kemudian.
“Mau mandi bareng?” Tawar Hanan
sambil tersenyum lebar.
“Iiihhh genit, kalo kamu ikut mandi
nanti bakalan lama. Aku nggak mau dicap sebagai dosen tukang ngaret.”
“Hehehehe, okey sayang.”
Naila kembali mengecup bibir suaminya
sebelum kemudian beranjak dari atas ranjang dan melangkah menuju kamar mandi.
Sesaat Hanan masih terlentang di ranjang, matanya menatapi plafon kamar sembari
menikmati sisa-sisa persetubuhannya dengan Naila. Namun perhatian Hanan
teralihkan ketika suara ponsel istrinya berdering. Sebuah pesan masuk.
Tak seperti biasanya, Hanan
tergelitik untuk melihat ponsel istrinya. Pria itu kemudian beranjak mendekati
meja kecil yang berada di samping ranjang, tempat dimana ponsel Naila
tergeletak. Layar ponsel masih menyala dengan sebuah notifikasi dari sebuah nomor
yang diberi nama “Arga Kampus”.
Hanan meraih ponsel istrinya, sesaat
dia melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup diiringi suara gemercik air
dari sana. Hanan ragu, namun rasa penasarannya sedang berkecamuk di dalam
dadanya. Hanan ragu sejenak, merasa bersalah untuk mencurigai wanita yang
selama ini ia cintai. Namun, dorongan kuat untuk mencari kebenaran akhirnya
mengalahkan keraguannya.
Bukan masalah besar baginya untuk
membuka kunci layar ponsel Naila, sebuah angka kombinasi hari ulang tahun
pernikahan mereka berdua diketikkan oleh Hanan lalu dia mulai bisa mengakses
seluruh isi ponsel sang istri. Dengan tangan gemetar, Hanan membuka ponsel
Naila yang tidak terkunci. Pria itu membuka isi pesan dari sosok bernama “Arga
Kampus”.
“Selamat pagi Bu Dosenku yang paling
cantik. Aku udah booking di hotel biasanya ya, aku udah nggak sabar ketemu kamu
lagi.”
Membaca pesan itu sontak membuat dada
Hanan bergemuruh. Bukan sebuah pesan biasa karena “Arga Kampus” juga tak lupa
menyematkan sebuah emoticon ciuman dan gambar hati. Jantung Hanan
berdegup kencang, seperti akan melompat keluar dari dadanya. Ia kembali membaca
pesan singkat itu berulang kali hanya untuk memastikan kebenaran dari apa yang
dilihatnya saat ini.
Setelah berhasil menguasai dirinya
sendiri, Hanan menggerakkan jarinya di atas layar ponsel. Mencari percakapan
lainnya antara Naila dan sosok bernama “Arga Kampus” ini. Sayangnya selain
chatt singkat barusan taka ada lagi percakapan lain yang tersimpan. Hanan yakin
jika istrinya sudah menghapus semuanya. Tak berhenti sampai di situ saja, Hanan
mengalihkan penyelidikannya pada isi galery ponsel. Satu persatu foto dan video
yang tersimpan dilihat oleh Hanan dan hasilnya juga sama, tak ada bukti
kongkrit tentang perselingkuhan Naila.
Hanan buru-buru meletakkan kembali
ponsel Naila ke atas meja ketika mendengar gagang pintu kamar mandi berderit.
Tak lama Naila muncul dari dalam kamar mandi dengan hanya berbalut handuk.
Wanita cantik itu tersenyum manis melihat Hanan yang duduk di tepian ranjang.
“Kamu kenapa? Kok tiba-tiba bengong?”
Tanya Naila yang tak mengetahui jika Hanan baru saja melihat isi ponselnya.
“Nggak apa-apa kok.” Jawab Hanan
singkat.
Pria itu masih belum bisa meyakini
jika istrinya telah bermain gila bersama pria lain. Hanan tidak ingin memancing
keributan sebelum mendapatkan bukti nyata tentang perselingkuhan Naila.
“Aku mandi dulu deh.” Hanan bangkit
dari duduknya kemudian melangkah melewati Naila yang masih bingung dengan sikap
dingin tiba-tiba dari sang suami.
Posting Komentar
0 Komentar